Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Gugatan Sederhana Kaitannya Dengan Lelang Pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Rais Martanti
Kamis, 23 November 2017   |   7429 kali

oleh Rais Martanti

Kasi PKN III Bidang PKN Kanwil Kalimantan Barat

                

Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, pengertian  Gugatan Sederhana atau Small Claim Court adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp 200 juta yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana. Hal yang membedakan antara gugatan sederhana dengan gugatan pada umumnya adalah nilai kerugian materiilnya, untuk bisa dimasukan dalam katagori gugatan sederhana nilainya maksimal  Rp 200 juta (vide Pasal 3 ayat (1) Perma Nomor 2 Tahun 2015). Sedangkan gugatan pada perkara perdata biasa, nilai kerugian materiil tidak dibatasi besarnya. Di samping itu, gugatan sederhana ini diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal dalam lingkup kewenangan peradilan umum. Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (2) Perma Nomor 2 Tahun 2015 disebutkan bahwa yang tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan atau sengketa hak atas tanah. 

Lebih lanjut dalam Pasal 4 Perma Nomor 2 Tahun 2015 diatur bahwa:

(1) Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama.

(2) Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana.

(3) Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama.

Pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan gugatan sederhana dapat mengajukan keberatan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Keberatan ini diputus oleh majelis hakim sebagai putusan akhir, sehingga tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali.

KAITAN ANTARA GUGATAN SEDERHANA DENGAN PELAKSANAAN LELANG

Beberapa bank saat ini mempergunakan mekanisme gugatan sederhana untuk menagih hutang yang telah diberikan kepada debitur dengan nilai hutang dibawah Rp 200 juta (misalnya penyaluran kredit pegawai, Kupedes, dll) dengan jaminan berupa asli sertifikat akan tetapi jaminan tersebut tidak diikat dengan Hak Tanggungan. Mekanisme gugatan sederhana tersebut dimungkinkan secara aturan karena gugatan sederhana terkait kredit pegawai yang macet tersebut termasuk dalam perkara cidera janji (wanprestasi).

Dalam Pasal 31 ayat (2) Perma Nomor 2 Tahun 2015 diatur bahwa pelaksanaan putusan dari gugatan sederhana  yang telah berkekuatan hukum tetap haruslah dilaksanakan secara sukarela oleh para pihak. Apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela maka putusan dilaksanakan berdasarkan hukum acara perdata yang berlaku dengan proses sebagai berikut :

1. Pihak yang memenangkan perkara berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri ;

2. Selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan aanmaning/teguran terhadap pihak yang kalah untuk melaksanakan isi putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 8 (delapan) hari setelah pihak yang kalah dipanggil untuk ditegur (8 hari adalah      batas maksimum (Pasal 196 HIR atau Pasal 207 RBG)). Terhadap pelaksanaan aanmaning tersebut dibuat berita acara aanmaning.

3.  Apabila pihak yang kalah setelah ditegur tetap tidak mau menjalankan putusan, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan perintah eksekusi sesuai amar dalam putusan, dimana perintah menjalankan eksekusi ditujukan kepada Panitera atau Jurusita dan dalam        pelaksanaannya apabila diperlukan dapat meminta bantuan kekuatan umum dengan terlebih dahulu dilakukan sita eksekusi atas objek yang akan dilelang (Pasal 197 ayat (1) HIR). Penjelasan kekuatan umum menurut Prof. R. Subekti, S.H. dalam bukunya berjudul Hukum Acara Perdata (Binacipta, Bandung; 1989 cetakan ke 3, hal.130) menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan kekuatan umum adalah polisi bahkan kalau perlu militer (angkatan bersenjata)

4.  Apabila dalam putusan telah ada sita atau conservatoir beslag, maka conservatoir beslag secara otomatis menjadi sita eksekusi. Terhadap pelaksanaan sita tersebut dibuat berita acara pelaksanaan sita. Selanjutnya setelah dilakukan penyitaan, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan perintah untuk lelang eksekusi, dimana perintah ditujukan kepada Panitera atau Jurusita dan dalam pelaksanaannya dibantu oleh DJKN cq KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) dengan mengikuti tata cara sebagaimana diatur dalam peraturan lelang.

Sebagaimana penjelasan diatas, maka peran DJKN dalam pelaksanaan putusan terkait gugatan sederhana adalah pada tahap pelaksanaan putusan, apabila isi putusan berupa pengembalian sejumlah uang maka terhadap jaminan tersebut dapat dimohonkan lelang eksekusi Pengadilan kepada DJKN cq KPKNL dengan sebelumnya memenuhi syarat-syarat umum dan khusus dari Lelang Eksekusi Pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 200 HIR, Pasal 214 s.d Pasal 274 RBg.

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 2/KN/2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang, maka permohonan lelang yang berasal dari putusan pengadilan negeri dari gugatan sederhana dilaksanakan lelang melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam Pasal 6 angka 2 yaitu melalui Lelang Eksekusi Pengadilan.  Dalam Perdirjen KN tersebut tidak dibedakan syarat lelang Eksekusi Pengadilan baik itu melalui gugatan biasa maupun melalui gugatan sederhana. Terhadap barang jaminan tersebut tidak dapat dimintakan untuk dilaksanakan lelang eksekusi Hak Tanggungan karena atas jaminan tersebut tidak diikat dengan Hak Tanggungan.

Dasar Hukum:

1.   Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R)

2.  (Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java En Madura. (Rbg.) (S. 1927-227.)

3.   Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.

4.   Prof. R. Subekti, S.H., Hukum Acara Perdata, cet. 3, (Bandung; Binacipta, 1989) hal.130.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini