Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Quo Vadis Profesi Penilai Indonesia
Shabira Afina
Kamis, 24 Juni 2021   |   199 kali

Profesi Penilai hingga kini memang belum menjadi profesi yang dikenal luas oleh khalayak awam sebagaimana profesi lain yang sudah mapan. Sepak terjangnya pun terkesan senyap, mirip para pekerja intelijen dalam mengemban misi-misi negara. Sebutlah misi nasional terakhir Penilai Indonesia khususnya Penilai Pemerintah yakni Kegiatan Penilaian Kembali Barang Milik Negara (Revaluasi BMN) Tahun 2017 s.d. 2019 sebagaimana amanah Perpres Nomor 75 Tahun 2017 tentang Penilaian Kembali Barang Milik Negara/ Daerah. Padahal, dampak nilai yang dihasilkan untuk negara sangat fantastis, kenaikan aset Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar 4.142,5 triliun rupiah.

Meski pada awalnya sempat ditolak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), seiring dengan perbaikan proses dan hasil Penilaian Kembali akhirnya dapat diterima dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020 dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Mengutip pernyataan Direktur Barang Milik Negara Ditjen Kekayaan Negara (DJKN) Encep Sudarwan pada video conference pada Jumat (10/7/2020), aset negara Indonesia saat ini berjumlah Rp10.467,5 triliun dari sebelumnya ‘hanya’ Rp6.325 triliun.

Kenaikan tersebut berasal dari aset lancar sebesar Rp491,86 triliun dari sebelumnya Rp437,87 triliun, investasi jangka panjang Rp3.001,2 triliun dari sebelumnya Rp2.877,28 triliun, dan aset tetap sebesar Rp5.949,59 triliun dari sebelumnya Rp1.931,05 triliun. Jumlah itu juga berasal dari aset lain yang dimiliki pemerintah saat ini yang tercatat sebesar Rp967,98 triliun.

Apakah tugas Penilai Pemerintah selesai sampai di sini? Sungguh sebuah pertanyaan retoris.

Sesuai dengan yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan PP No.27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/D, ada satu tugas berat Penilai dalam salah satu siklus pengelolaan BMN/D yakni Penilaian. Sekedar menyegarkan kembali, siklus pengelolaan dari awal yakni Perencanaan Kebutuhan BMN/D berikutnya berturut-turut meliputi: Penganggaran – Pengadaan – Penggunaan – PemanfaatanPenilaian – Pengamanan – Pemeliharaan – Penatausahaan – Pemindahtanganan – Pemusnahan dan Penghapusan BMN/D.

Tugas berat Penilai Indonesia baik yang terwadahi dalam Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) sebagai Penilai Publik pada Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) maupun Penilai Pemerintah (Penilai Jabatan Fungsional dan Non-Jafung) telah menanti di masa depan, terutama terkait pelayanan siklus yang dicetak tebal di atas. Payung hukumnya pun telah diakomodasi dalam Peraturan Menteri Keuangan terbaru yakni PMK No.115 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan BMN dimana peran Penilai Publik sudah ditampung dalam proses tersebut dimana sebelumnya hanya mengamanahkan Penilai Pemerintah dalam proses Pemanfaatan BMN. Bidang yang ditangani pun makin luas, dari sebelumnya terbatas pada Sewa, Pinjam Pakai, Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), Bangun Guna Serah/ Bangun Serah Guna (BGS/BSG), dan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI), kini ditambah bidang Kerja Sama Terbatas untuk Pembiayaan Infrastruktur (Ketupi).

Pertanyaan yang cukup menggelitik namun sudah lama mengemuka, dengan beban nilai aset yang ditangani berjumlah miliaran bahkan triliunan rupiah, cukupkah Penilai Indonesia hanya ditopang oleh peraturan selevel PMK atau katakanlah Peraturan Pemerintah?

Selain tuntutan profesionalisme yang selalu digadang-gadang kepada Penilai, di sisi lain kejelasan status hukumnya dirasa masih belum berpihak kepada Penilai. Hingga tulisan ini dibuat, belum ada payung hukum setingkat undang-undang untuk Profesi Penilai sebagaimana profesi lain yang sudah mempunyai undang-undang (UU) profesi tersendiri. Seperti UU No.18 tahun 2003 tentang Advokat, UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU No.5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik, UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No.11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran, dan lainnya.  

Berdasarkan informasi yang sahih, sebenarnya draft Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Penilai sudah beberapa kali masuk Prolegnas DPR RI. Namun demikian, RUU Penilai selalu kalah dengan RUU yang lebih prioritas seperti tentang Perpajakan, Tindak Pidana Korupsi, Tindak Terorisme, dan sebagainya. Jadi, ada wacana sebaiknya Penilai berpayung hukum ke level yang lebih rendah yakni Peraturan Pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar status hukum Penilai Indonesia makin kuat dalam proses bisnis atau tata kelola pemerintahan maupun antisipasi tuntutan hukum di kemudian hari.

Akhirul kalam, mengingat tantangan Penilai Indonesia yang semakin besar dan luasnya bidang kewenangannya, sudah saatnya di samping meningkatkan profesionalismenya, Penilai juga segera memiliki tambatan profesi agar jalannya kokoh dan mantab menatap masa depan perekonomian negara Indonesia yang terbuka lebar. Menteri Keuangan RI pada Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2020 di Jakarta pada Selasa (22/09/2020) menyatakan bahwa sesuai arahan Bapak Presiden apapun situasinya seperti masa pandemi Covid-19 ini, kecepatan penanganan pemulihan ekonomi tidak boleh mengompromikan akuntabilitas transparansi dan pengelolaan yang baik. Saat ini peran nyata BMN dan BMD adalah sangat penting dan bermanfaat misalnya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk ruang isolasi maupun fasilitas observasi dan perawatan seperti Pulau Galang, Wisma Atlet, Asrama Haji Pondok Gede, dan lainnya.   

Pada situasi seperti ini, pada akhirnya Profesi Penilai bisa berdiri sejajar dengan profesi lain semacam Akuntan, Ilmuwan, Insinyur, Dokter, dan sebagainya. Berdiri bersama menjadi pilar-pilar ekonomi nasional yang berdampak nyata dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera, maju, adil dan makmur, sebagaimana cita-cita bangsa Indonesia.

 

Ridwan Maharsi
Fungsional Penilai Pemerintah Ahli Pertama pada Kanwil DJKN Banten

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini