Sektor Pertanian, Perdagangan Besar, dan Pertambangan menjadi Kontributor PDRB terbesar Aceh
RUHUL FATA
Selasa, 20 Desember 2022 |
1068 kali
Banda
Aceh – Kementerian Keuangan Satu Aceh kembali menggelar rapat Asset Liabilities
Committee (ALCo) Regional Aceh untuk periode bulan Desember 2022. Rapat
yang berlangsung melalui aplikasi zoom meeting ini dihadiri oleh Kepala
Kantor Wilayah DJKN Aceh, Syukriah HG serta seluruh perwakilan unit eselon I
Kementerian Keuangan di Aceh pada Senin (19/12). Rapat Regional ALCo
ini bertujuan untuk meningkatkan sinergi pertukaran data dan informasi antar
unit eselon I Kementerian Keuangan yang ada di Aceh, menyajikan data
yang akurat terkait pelaksanaan APBN baik dari sisi penerimaan pajak, bea dan
cukai, data PNBP maupun dari sisi belanja dan pengeluaran
pemerintah, termasuk juga isu tematik dan potensi perekonomian di Aceh.
Rapat dipimpin oleh Kepala Bidang
Pembinaan Pelaksanaan Anggaran (PPA) II Kanwil DJPb Provinsi Aceh, Praptono
Djunedi. Praptono menyampaikan bahwa realisasi APBN regional Aceh s.d. 30
November 2022 total pendapatan sebesar Rp5,70 T (104,53 persen) dan total
belanja Rp43,80 T (91,94 persen). Penerimaan APBN didorong oleh penerimaan PPh
nonmigas dan PPN. Sementara itu, realisasi BPP didorong oleh pegawai, barang,
dan sosial. Belanja modal perlu mendapatkan perhatian karena masih di angka
69,77 persen. Selain itu, realisasi TKDD masih cukup baik dengan didorong
realisasi DBH dan Otsus.
Untuk realisasi APBN regional,
hingga 30 November 2022, pendapatan dan hibah tumbuh 32,34 persen secara yoy,
didorong oleh pertumbuhan penerimaan perpajakan dan PNBP. Disisi lain, PPh
migas dan bea keluar mengalami kontraksi masing-masing sebesar 65,44 persen dan
9,84 persen. Salah satu penyebabnya yaitu propana butana (memerlukan konfirmasi
Kanwil DJP dan DJBC Aceh). Dari sisi belanja negara, per 30 November 2022
tumbuh 2,79 persen secara yoy. Peningkatan tersebut karena pertumbuhan belanja
pemerintah pusat BPP dan TKDD. Belanja modal mengalami kontraksi sebesar 12,37
persen. Hal ini disebabkan oleh aspek pembebasan lahan dan pemenuhan TKDN untuk
pengadaan. DBH, DID, dan Dana Otsus telah mencapai realisasi 100 persen.
Hasil Analisis Hubungan Realisasi
APBN-APBD Aceh menyatakan bahwa Realisasi pendapatan APBD Provinsi Aceh s.d. 30
November 2022 yaitu sebesar Rp36,71 triliun. Kontributor terbesar pendapatan
APBD yaitu pendapatan dari dana transfer senilai Rp31,99 triliun atau sebesar
87,13 persen. Realisasi belanja APBD s.d. 30 November 2022 sebesar Rp33,60
triliun yang didominasi oleh belanja operasi Rp21,56 triliun (62,76 persen). SILPA
tercatat di angka Rp7,58 triliun, sehingga perlu dilakukan optimalisasi
penggunaan idle cash yang berada di pos SILPA serta Alokasi belanja ke
sektor sektor yang menyerap tenaga kerja dan produktif. Menghadapi tahun 2023,
Kementerian Keuangan Satu Aceh merekomendasikan Pemerintah Aceh agar mendorong PAD
untuk mengurangi ketergantungan terhadap dana transfer pusat.
Pertumbuhan Ekonomi dan Kontributor PDRB Aceh terbesar yaitu sektor pertanian (30 persen), perdagangan besar (14 persen), dan pertambangan (11 persen). Pada Triwulan III perekonomian Aceh tumbuh sebesar 2,13 persen yoy. Laju pertumbuhan tertinggi PDRB berdasarkan sektor yaitu sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 51,08 persen. Pada Triwulan III perekonomian Aceh tumbuh sebesar 2,13 persen yoy. Laju pertumbuhan tertinggi PDRB berdasarkan sektor yaitu sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 51,08 persen.
Selain itu dalam kesempatan yang sama, Syukriah HG juga membahas isu tematik di Aceh yaitu kemiskinan esktrem, penanganan stunting dan ketahanan pangan. Saat ini angka kemiskinan ekstrem mencapai 6 persen, sehingga Aceh harus berpacu menurunkan angka kemiskinan ekstrem menjadi 0 persen pada tahun 2024. Berdasarkan hasil Studi Kasus Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia berada di 24,4 persen. Angka ini mengalami penurunan 3,3 persen di tahun 2019 sebesar 27,7 persen. Jika diurutkan dari 34 provinsi, Aceh merupakan salah satu daerah dengan kasus stunting tertinggi di Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya dukungan terhadap program penurunan stunting di Aceh. “Saat ini, Kabupaten Bener Meriah menerapkan program Orang Tua Asuh Penanganan Stunting tingkat kampung yang pengawasannya dapat lebih cepat dan tepat. Sehingga dirasa perlu dorongan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota lain di Aceh agar menerapkan program yang sama demi menurunkan angka stunting di Aceh” ujar Sukriah. (Fata / Tim Kreatif dan Publikasi Kanwil DJKN Aceh)
Foto Terkait Berita