Kementerian
Keuangan sebagai instansi pemerintah memiliki komitmen dan visi menjadi Pengelola Keuangan Negara untuk Mewujudkan Perekonomian Indonesia
yang Produktif, Kompetitif, Inklusif, dan Berkeadilan untuk Mendukung Visi dan
Misi Presiden dan Wakil Presiden: "Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri
dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong". Dalam mewujudkan
visi tersebut, Kementerian Keuangan telah berkomitmen dalam reformasi birokrasi
dengan penataan dan penajaman fungsi organisasi, penyempurnaan proses bisinis (bussines process), serta peningkatan
kualitas Sumber Daya Manuasia (SDM)[1]. Komitmen tersebut salah satunya diwujudkan
dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indoensia Nomor 467/KMK.01/2014
tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Dalam
mewujudkan Pengelolaan Kinerja yang terukur dan terarah, di tahun 2015
Kementerian Keuangan mulai beradaptasi dan mengimplementasikan metode
pengukuran kinerja yang komprehensif yaitu dengan menggunakan metode
pengukuran Balanced Scorecard (BSC) yang dikembangkan oleh Drs. Robert Kaplan
dari Harvard Bussines School dan David Norton pada awal tahun 1990[2]. Metode Balance Scorecard ini juga telah
digunakan oleh institusi-institusi besar di berbagai negara seperti Incheon Airpot, US Army, FBI , Dubai Police,
Us Departemenet of Commerce, dan berbagai perusahaan multinasional. Pada
intinya Balance Scorecard (BSC) merupakan
metode pengkuran hasil kerja yang digunakan perusahaan atau biasa disebut
dengan startegi manajemen[3]. Berbeda dengan strategi
manajemen pada umumnya yang lebih cenderung memiliki konsep yang sederhana,
metode Balance Scorecard (BSC)
menggunakan pendekatan yang lebih intregative dengan mengubah misi dan
startegi organisasi menjadi tujuan dan ukuran-ukuran yang lebih berwujud. Tidak
hanya menetapkan ukuran finansial,
metode Balance Scorecard (BSC)
juga dapat menentukan ukuran non financial seperti pada sektor pelayanan publik[4] .
Pada organisasi sektor publik, BSC dapat
digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi kinerja organisasi pada perspektif
internal, kepuasan pelanggan/pelayanan,
keuangan dan prespektif lainnya. Di Kementerian Keuangan sendiri khusunya
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), terdapat 4 perspektif yang
digunakan yaitu Stakeholder Perspective,
Customer Perspective, Internal Process Perspective dan Learning & Growth
Perspective. Perspektif ini yang selanjutnya akan diwujudkan dalam peta
startegi yang merupakan visualisasi dari cara pandang organisasi. Selain
terdapat berbagai perspektif dalam menentukan guideline dalam
menjalankan organisasi, komponen peta startegi juga terdiri dari Sasaran
Startegis (SS) yang menjelaskan bagaimana mengimplementasikan prioritas
startegi untuk mencapai visi dan misi organisasi dan Hubungan Kausalitas yang
akan mengambarkan hubungan sebab akibat antar Sasaran Startegis di dalam satu
perspektif maupun antar perspektif. Berikut kerangka Peta Strategi Kementerian
Keuangan :
Ultimate Objective
atau Tujuan Utama Organisasi tercermin pada Perspektif Stakeholder. Pada
Persepketif ini menjelaskan apa yang harus dihasilkan organisasi agar dinilai
berhasil oleh stakeholder. Di tahun
2022 ini, pada Peta Strategis Kemenkeu-Wide (Menteri Keuangan) ultimate
objective berfokus pada pengelolaan keuangan negara yang optimal guna
mendukung perekonomian yang produktif, kompetitif, inklusif dan berkeadilan
serta mendukung pemulihan ekonomi nasional. Tujuan utama ini sejalan dengan
Visi dari Kementerian Keuangan. Pada baris kedua terdapat Customer Needs dan Customer
Compliance yang merupakan komponen
dari apa yang ingin diwujudkan organisasi untuk memenuhi harapan customer dan/
atau harapan organisasi terhadapa customer (Customer Perspektive). Customer
Perspektive pada Peta Strategi Kementerian Keuangan di Tahun 2022
ini terdapat 5 (lima) Sasaran Strategis,
yang terdiri dari Harapan Customer dengan mewujudkan kebijakan
fiskal yang prudent serta manfaat kerjasama internasional dan Presidensi
G-20 yang optimal; penerimaan negara yang optimal; belanja negara yang
berkualitas; pengelolaan treasury pemerintah dan neraca keuangan pusat
yang modern, prudent, produktif, inovatif dan akuntable secara
terintegrasi dan harapan terhadap customer dalam dukungan program kementerian
keuangan yang efektif, efisien dan akuntable. Selanjutnya pada baris ketiga
yaitu planning, implementation dan monitoing and evaluation adalah
bagian dari Perspektif Internal Process. Dalam perspektif ini, akan
tergambarkan proses bisnis seperti apa yang harus dikelola untuk memberikan
layanan dan nilai-nilai kepada stakeholder dan customer. Kemudian
dalam pelaksanaan proses bisnis tersebut, akan membutuhkan dukungan Sumber Daya
Internal baik Sumber Daya Manusianya, Organisasi itu sendiri, Teknologi,
Informasi dan Komunikasi (TIK), maupun dari sisi anggaran. Dukungan Sumber Daya
tersebut masuk kedalam Persepktif Learning and Growth. Pada perspektif Learning
and Growth merupakan cerminan dari apa yang harus disiiapkan untuk
melakukan perbaikan atau perubahan dalam mendukung sasaran strategis dari
perspektif lainnya. Untuk lebih lengkapnya, berikut adalah Peta Strategis
Kementerian Keuangan Tahun 2022:
Tidak hanya dimiliki oleh Menteri Keuangan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada organisasi Kementerian Keuangan, Peta strategi juga dimiliki oleh Unit Level di bawahnya mulai dari Level Unit Eselon I sampai dengan Level Eselon III. Adapun unit yang memiliki peta strategi merupakan unit yang dapat mendifinisikan visi dan misinya dengan jelas serta memiliki proses manajemen yang lengkap (input/sumber daya, proses internal, dan output/outcome). Unit pemilik peta strategi disusun berkaitan dalam mencapai Visi dari Organisasi baik diturunkan secara langsung maupun tidak langsung sesuai dengan tugas dan fungsi unit level masing-masing. Berikut peta strategi Unit Eselon I pada Kementerian Keuangan yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Gambar 3: Peta Strategi DJKN Tahun 2022
Sistem pengukuran kinerja yang komprehensif dan integrative dengan menggunakan metode BSC ini oleh Kementerian Keuangan khususnya DJKN, telah berproses menghasilkan output yang progresif. Mulai dari sistem kerja yang yang berkelanjutan (continuous improvement) dengan peningkatan tata kelola dan nilai tambah aset yang dapat mengurangi exposure APBN, sinergi antar unit kerja seperti DJKN dengan Special Mission Vehicle (SMV), team work yang terbangun dalam optimalisasi penyelesaian aset Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI), peningkatan efektivitas dan efisiensi organisasi dengan penyederhanaan birokrasi seperti adanya inpassing jabatan fungsional, serta budaya kerja yang berkualitas yang didukung teknologi dengan sistem penerapan Flexibe Working Space (FWS) dengan berbagai perangkat pendukungnya (Office Automation, lelang.go.id, FocusPN, dll) yang saat ini menuju pada kajian sistem kerja Work From Anywhere (WFA). Dengan berpegang pada Asas Objektivitas, Keadilan dan Transparan dalam pengelolaan kinerja, akan semakin mendekatkan dengan Visi Kementerian Keuangan yang ideal.
(Penulis : Vera Intan Karlina; Penyunting : Fajar Agung Budiyanto)
[1]
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di
Lingkungan Kementerian Keuangan.
[2]
Jurnal Enterpreuner “Balanced Scorecard:Definisi, Konsep dan Persepektifnya”, https://www.jurnal.id/id/blog/balanced-scorecard/ diakses pada 21 Juni 2022.
[3]
Ibid.
[4] Wahyudi Nor, “Penerapan Balanced Score Pada Pemerintah Daerah”, Jurnal Akutansi & Bisnis Vol.&, No.2, (Juli 2012):284, diakses 21 Juni 2022, doi: