Urgensi Perubahan Tarif Sewa Pemanfaatan BMN PKP2B Pada Masa IUPK
Sebagai Pelaksanaan Amanat UU No. 3 Tahun 2020 Dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Penerimaan Negara
I.
Latar belakang
Sewa adalah
pemanfaatan BMN/D oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima
imbalan tunai. Hal ini sesuai dengan Sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara dimana sewa bertujuan mengoptimalkan Pemanfaatan BMN yang belum/tidak
digunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Penyewaan BMN dilakukan sepanjang
memberikan manfaat ekonomi bagi Pemerintah dan masyarakat.
Dalam
penyelenggaran pertambangan batubara, pemerintah melaksanakan perjanjian dengan
badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara, baik dalam
rangka penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN)
yang disebut dengan kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
(PKP2B). Sesuai PP 27 Tahun 2014 jo. PP 28 Tahun 2020 bahwa salah satu jenis
BMN adalah barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah antara lain
barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak, maka barang yang
dimiliki kontraktor selama masa PKP2B menjadi BMN PKP2B. Salah satu
pertimbangan pemanfaatan BMN PKP2B adalah untuk meningkatkan penerimaan negara
dimana pemanfaatan tersebut tidak mengubah status kepemilikan objek pemanfaatan
sebagai BMN PKP2B melalui sewa.
Sebagai bentuk jawaban atas perkembangan,
permasalahan dan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan pertambangan mineral dan
batubara, Pemerintah dalam aturan perundang-undangan baru merubah kontrak PKP2B
menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang-undang tersebut
merupakan bentuk kepastian hukum dan investasi bagi pemegang PKP2B yang
kontraknya akan berakhir dan dilakukan pemberian perpanjangan izin dalam bentuk
IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak sepanjang memenuhi syarat sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
Sesuai Pasal 169 A Ayat 3 UU Nomor 3 Tahun 2020 disebutkan bahwa dalam pelaksanaan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, seluruh barang yang diperoleh selama masa pelaksanaan PKP2B yang ditetapkan menjadi barang milik negara tetap dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengusahaan Pertambangan Batubara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dimana BMN tersebut akan dikenakan sewa berupa tarif pemanfaatan BMN. Hal ini menjadi salah satu akibat yang ditimbulkan dari perubahan status tersebut dimana ada konsekuensi peningkatan penerimaan negara bukan pajak atas penjualan batubara. Adapun barang dan peralatan yang diperoleh dan/atau dibeli pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian tidak lagi menjadi BMN PKP2B.
PT Kaltim
Prima Coal sebagai salah satu pemegang PKP2B telah berakhir masa kontraknya
pada tanggal 31 Desember 2021, telah diberikan IUPK sebagai kelanjutan operasi.
Adapun dengan perubahan dimaksud, perlu ditindaklanjuti atas pemanfaatan BMN
yang diperoleh selama masa pelaksanaan PKP2B yang dikenakan sewa berupa tarif
pemanfaatan BMN. Melalui karya tulis ini, tim akan melakukan analisis dan
pembahasan penerapan IUPK sebagai kelanjutan operasi terhadap perubahan tarif
sewa BMN PKP2B sebagai pelaksanaan amanat UU Nomor 3 Tahun 2020 dalam rangka
meningkatkan pendapatan negara.
II. Rumusan masalah
a. Apa
manfaat dari prosedur pemanfaatan sewa BMN pada era IUPK jika dibandingkan
dengan prosedur pemanfaatan sewa BMN pada umumnya?
b. Bagaimana urgensi perubahan tarif sewa pemanfaatan BMN
PKP2B pada masa IUPK sebagai pelaksanaan amanat UU No. 3 tahun 2020 dalam
rangka meningkatkan pendapatan penerimaan negara.
III.
Tujuan dan Manfaat
A. Tujuan
1. Untuk
mengetahui prosedur pengajuan pemanfaatan BMN pada umumnya dan prosedur
pemanfaatan BMN pada era IUPK.
2. Untuk
mengetahui manfaat dari
prosedur pemanfaatan BMN pada era IUPK jika dibandingkan dengan prosedur
pemanfaatan BMN pada umumnya.
3. Untuk
membahas urgensi perubahan tarif sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK
sebagai pelaksanaan amanat UU No. 3 tahun 2020 dalam rangka meningkatkan
pendapatan penerimaan negara.
B.
Manfaat
1. Mengetahui
prosedur pengajuan pemanfaatan sewa
BMN pada umumnya dan prosedur pemanfaatan sewa BMN pada era IUPK.
2. Mengetahui
manfaat dari prosedur
pemanfaatan sewa BMN pada era IUPK jika dibandingkan dengan prosedur
pemanfaatan sewa BMN pada umumnya.
3. Mengetahui urgensi perubahan tarif sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK sebagai pelaksanaan amanat UU No. 3 tahun 2020 dalam rangka meningkatkan pendapatan penerimaan negara.
ISI
DAN PEMBAHASAN
I. Tinjauan Pustaka
Artikel dari
Suryani Suyanto & Associates yang berjudul PKP2B jadi IUPK, risiko
dari beban perpajakan semakin besar mengungkapkan bahwa Perubahan status dari
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) Kelanjutan Operasi membawa konsekuensi adanya
peningkatan penerimaan negara. Rezim perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
untuk IUPK eks PKP2B pun bakal berubah. Selain terjadi kenaikan tarif pada
sejumlah komponen pajak dan PNBP, perubahan ini pun membawa risiko beban
perpajakan yang lebih tinggi.
Feldha Shastiana Putri dan Lilis Ardini
dalam Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Volume 9 No. 1 tahun 2020 yang berjudul
Optimalisasi Pemanfaatan Sewa Barang Milik Negara Untuk Meningkatkan Penerimaan
Negara Bukan Pajak menyatakan bahwa pemanfaatan kekayaan negara dalam rangka
peningkatan penerimaan negara bukan pajak pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang Surabaya belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya Satker
yang cenderung memiliki ego sektoral (self-belonging). Selain itu, masih
terdapat aset yang tidak terpakai (idle), tidak digunakan sesuai
peruntukannya (under used), dan tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya
(tertinggi dan terbaik), tarif sewa yang dinilai tinggi, database yang
kurang. efisien, dan belum ada undang-undang tentang kekayaan negara.
Evie Sompie dalam jurnal Hukum Unsrat
Vol 23 No. 9 bulan April 2017 yang berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap
Penghentian Sementara Izin Usaha Pertambangan Dan Izin Usaha Pertambangan
Khusus menyatakan bahwa Pemegang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi yang ingin
menjual mineral atau batubara wajib mengajukan izin sementara untuk melakukan
pengangkutan dan penjualan Izin sementara yang diberikan oleh Menteri,
Gubernur, atau Bupati / Walikota sesuai dengan kewenangannya. Mineral atau
batubara yang tergali dalam hal kegiatan ekpolorasi dan kegiatan study
kelayakan, pemegang Izin Usaha Pertambangan Ekplorasi yang mendapatkan mineral
atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepeda pemberi Izin Usaha
Pertambangan dikenai iuran produksi.
Annisa Thurfah Asilah, Heru Sugiyono
dalam National Conference on Law tahun 2020 yang berjudul Kepastian Hukum Pemberian Izin Usaha Pertambangan
Khusus/IUPK (Studi: IUPK sebagai Kelanjutan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam UU Minerba) menyatakan bahwa frasa
“diberikan jaminan” dalam penambahan Pasal 169A UU Minerba bagi pemegang KK dan
PKP2B untuk memperoleh perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi
kontrak/perjanjian dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara
menimbulkan kekaburan norma yang menyebabkan tidak adanya kepastian hukum bagi
pemegang KK dan PKP2B untuk memperoleh perpanjangan melalui IUPK itu sendiri.
Alifian Setya Utama, Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Tangerang I pada artikel nya yang di
posting di website DJKN yang berjudul Menghindari Potential Loss Dalam
Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara berpendapat bahwa Penatausahaan dan
Pengelolaan Barang Milik Negara bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan kolaborasi
tentang pandangan dan wawasan agar pekerjaan tersebut berjalan dengan baik. Salah
satunya sinergi dan keterbukaan pada saat pelaksanaan Pengawasan dan
Pengendalian BMN. Berbagai tindakan pasti memiliki konsekuensi hukum, begitu
juga dengan pelaksanaan perjanjian pemanfaatan BMN berupa sewa. Konsekuensi
yang ditimbulkan tidak hanya memberikan kontribusi positif bagi penerimaan
negara tetapi juga mengandung potential loss apabila para pihak kurang
cermat dalam mengartikan dan melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam
perjanjian. Sekilas sewa merupakan suatu perbuatan hukum yang sudah sering kita
temui dan akrab di dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi sebagai bentuk
kehati-hatian dan juga meminimalisir potensi risiko yang terjadi akibat
konsekuensi yang ditimbulkan, kita harus memiliki ilmu pengetahuan yang cukup
atau melibatkan pihak lain yang lebih memahami legal drafting sebelum
melaksanakan suatu perikatan, sehingga tujuan kita untuk menambah pundi-pundi
rupiah untuk penerimaan negara dapat tercapai dengan maksimal.
II. Gambaran Objek Penelitian
PT Kaltim Prima Coal (PT KPC) merupakan perusahaan pertambangan batubara
yang berlokasi di Sangatta, Kalimantan Timur, Indonesia dan mengelola salah
satu pertambangan open-pit terbesar di dunia. Perusahaan ini bergerak dalam
bidang pertambangan dan pemasaran batubara untuk pelanggan industri baik pasar
ekspor maupun domestik.
Perusahaan ini berkantor pusat di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur,
Propinsi Kalimantan Timur dan mempunyai kantor perwakilan di Jakarta,
Samarinda, dan Balikpapan. PT KPC mengelola area konsesi pertambangan dengan
luas mencapai 84,938 hektar (PKP2B) yang setelah menjadi IUPK mencapai 61.543
hektar dan didukung oleh lebih dari 4.499 orang karyawan dan 21.000 personel
dari kontraktor dan perusahaan terkait. Perusahaan ini mempunyai kapasitas
produksi batubara sebesar 70 juta ton per tahun.
PT KPC mempunyai visi, yaitu produsen batubara terkemuka Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan dunia, yang memberikan nilai optimal bagi semua pemangku
kepentingan. Untuk mewujudkan visi tersebut, PT KPC mempunyai misi antara
lain: memupuk budaya yang mengutamakan
keselamatan, kesehatan, dan lingkungan dalam segala tindakan, memelihara tata
kelola perusahaan yang baik dan mempromosikan perusahaan sebagai warga yang
baik, menyediakan lingkungan belajar untuk mencapai keunggulan dan meningkatkan
kesejahteraan, mengoptimalkan nilai bagi semua pemangku kepentingan,
menyelenggarakan praktik pengelolaan dan operasi terbaik untuk menghasilkan
produk dan kinerja berkualitas tinggi secara konsisten.
PT Kaltim Prima Coal (KPC) menandatangani Perjanjian Karya Pengusahaan
Batu Bara (PKP2B) dengan Perum Tambang Batu Bara, yang sekarang dikenal dengan
PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (PTBA), mewakili pemerintah Indonesia.
Perjanjian tersebut meliputi kegiatan eksplorasi, produksi, dan pemasaran. Pada
1982 hingga 1986 KPC melaksanakan kegiatan eksplorasi kompehensif di wilayah
yang dikuasakan.
Pada tahun 1989, Kegiatan konstruksi dimulai dengan total nilai investasi
sebesar US$ 570 juta. Kegiatan penambangan dimulai pada bulan Juni 1990. Pada
tahun 1991, pelaksanaan commissioning untuk proyek-proyek utama seperti
crusher, coal preparation plant, overland conveyor, stacker, reclaimer dan
shiploader. Pada tahun yang sama, KPC mulai melakukan pengapalan untuk lebih
dari 2,1 juta ton batu bara.
Pada tahun 1992, kapasitas operasi KPC yang awalnya dirancang untuk 7
juta ton per tahun berhasil terlampaui. KPC juga mengapalkan lebih dari 7,3
juta ton batu bara. Pada tahun 2000-2018, PT. Bumi Resources Tbk mengakusisi
saham KPC pada tahun 2003. KPC terus berkembang di mana pada tahun 2003,
produksi KPC mencapai 16,4 juta ton batu bara, dan pada tahun 2018 mencapai
56,97 juta ton. Pada tahun 2017 KPC juga telah mengoperasikan PLTU 3×18 MW
dimana 1×18 MW untuk mendukung penyediaan listrik masyarakat Kutai Timur.
III. Analisis dan Pembahasan
A. Prosedur
Pengajuan Pemanfaatan Sewa BMN
Sesuai dengan PMK Nomor 115/PMK.06/2020 tentang
Pemanfaatan Barang Milik Negara, telah ditetapkan tata cara pelaksanaan sewa
BMN dengan rincian sebagai berikut.
1. Tata Cara
Pelaksanaan Sewa BMN yang Berada Pada Pengelola Barang
a.
Pelaksanaan
Sewa atas inisiasi Pengelola Barang.
1)
Pengelola
Barang melakukan pendataan dan penelitian BMN.
2)
Pengelola
Barang menugaskan Penilai untuk melakukan penilaian BMN yang akan disewakan.
3) Hasil
pelaksanaan Penilaian digunakan
oleh Pengelola Barang dalam melakukan kajian kelayakan BMN yang akan disewakan berikut perhitungan
besaran Sewa;
4) Pengelola
Barang menerbitkan keputusan Sewa dengan mempertimbangkan
hasil penelitian, kajian kelayakan, dan penilaian
atau daftar tarif pokok Sewa.
b.
Pelaksanaan
Sewa atas permohonan calon penyewa.
1)
Permohonan, calon penyewa mengajukan permohonan sewa
kepada pengelola barang disertai syarat-syaratnya.
2) Penelitian dan Penilaian, Pengelola Barang menugaskan Penilai untuk melakukan penilaian objek Sewa guna memperoleh
nilai wajar atas Sewa sebagai
tarif pokok Sewa. Hasil pelaksanaan Penilaian digunakan oleh Pengelola
Barang dalam melakukan kajian kelayakan penyewaan dan perhitungan besaran Sewa.
3) Persetujuan, Pengelola Barang memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan Sewa yang diajukan dengan mempertimbangkan hasil
penelitian dan penilaian.
c.
Pemilihan penyewa
d.
Penerapan faktor
penyesuai dan penambahan jangka waktu karena kondisi tertentu
e.
Perjanjian sewa
Perjanjian Sewa ditandatangani oleh
Pengelola Barang dan penyewa dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak diterbitkannya keputusan Sewa
2. Tata Cara
Pelaksanaan Sewa BMN yang Berada Pada Pengguna Barang
Sebelum mengajukan permohonan persetujuan Sewa BMN kepada Pengelola Barang, Pengguna Barang telah
memiliki perencanaan atas BMN yang akan disewakan antara lain tetapi tidak
terbatas pada:
a.
jangka
waktu Sewa BMN;
b.
penentuan
jenis kegiatan usaha yang akan dilakukan pada BMN yang disewakan;
c.
pihak
yang dapat menyewa BMN.
Tahapan
pelaksanaan Sewa atas BMN yang berada pada Pengguna Barang meliputi:
1) Permohonan
Pengguna Barang
mengajukan permohonan persetujuan
Sewa kepada Pengelola Barang
2) Penelitian dan Penilaian
Pengelola
Barang melakukan penelitian atas kelayakan penyewaan terkait permohonan dari
Pengguna Barang. Pengelola Barang menugaskan Penilai untuk melakukan Penilaian
objek Sewa guna memperoleh nilai wajar atas Sewa sebagai tarif pokok Sewa.
3) Persetujuan
Pengelola Barang
memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan Sewa
yang diajukan dengan mempertimbangkan hasil penelitian dan penilaian;
Besaran Sewa yang
dicantumkan dalam surat
persetujuan merupakan nilai hasil perhitungan tarif pokok Sewa dikalikan
faktor penyesuai Sewa, dalam hal terdapat usulan besaran Sewa dari Pengguna
Barang yang lebih besar dari hasil penilaian, maka besaran Sewa yang ditetapkan
oleh Pengelola Barang adalah sebesar usulan besaran Sewa dari Pengguna Barang.
4) Pemilihan penyewa
Pengguna Barang
dapat melakukan pemilihan
penyewa secara langsung atau
melalui mekanisme lelang
5) Penerapan faktor
penyesuaian dan penambahan
jangka waktu karena kondisi tertentu.
6) Perjanjian sewa
Perjanjian
Sewa ditandatangani oleh Pengguna Barang dan penyewa dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya surat persetujuan Sewa oleh Pengelola
Barang.
Sebagai salah satu bentuk BMN yang diperoleh
berdasarkan perjanjian/kontrak, BMN PKP2B juga dapat dilakukan pemanfaatan
dalam bentuk sewa sebagai wujud optimalisasi pengelolaan kekayaan negara yang
menjadi bagian dari penerimaan negara. Selama masa PKP2B pada PT Kaltim Prima
Coal, hanya terdapat 1 (satu) perjanjian atas optimalisasi BMN PKP2B
pemanfaatan BMN dalam bentuk sewa berupa jalan (Road-1 Wharf Mine) seluas
37.100 m2 dan lahan seluas 125.000 m2 dalam area Pelabuhan Khusus Batubara.
Adapun besaran sewa yang ditetapkan dan menjadi penerimaan negara yaitu sebesar
Rp. 9.383.325.000,00 (sembilan miliar tiga ratus delaan puluh tiga juta tiga
ratus dua puluh lima ribu rupiah.
B. Prosedur
pemanfaatan sewa BMN pada era IUPK
Pasal 169 A
UU Nomor 3 Tahun 2020 menyebutkan kontraktor PKP2B diberikan jaminan perpanjangan
menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian setelah memenuhi
persyaratan dengan pertimbangan adanya upaya peningkatan penerimaan negara yang
salah satunya dilakukan melalui pengaturan kembali pengenaan pajak dan
penerimaan negara bukan pajak. Menindaklanjuti hal tersebut, berdasarkan kajian
yang dilaksanakan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Anggaran dan
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara bahwa salah satu hal yang diatur kembali
terkait pengenaan PNBP adalah pengenaan sewa berupa tarif pemanfaatan BMN
sebagai tindak lanjut ketentuan dalam pelaksanaan perpanjangan IUPK sebagai
Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yaitu seluruh barang yang diperoleh
selama masa pelaksanaan PKP2B yang ditetapkan menjadi BMN tetap dapat
dimanfaatkan dalam kegiatan pengusahaan Pertambangan Batubara.
Hasil kajian disebut telah dituangkan dalam draf rancangan peraturan perundang-undangan sebagai tindak lanjut atas diterbitkannya UU Nomor 3 Tahun 2020. Dalam rancangan tersebut, ditentukan tarif pemanfaatan sewa BMN sebesar 0,21% dari total penjualan batubara. Setiap perusahaan yang memiliki IUPK, akan dikenakan tarif sewa BMN dimaksud baik memanfaatkan atau tidak memanfaatkan BMN, sehingga akan memberikan kepastian dalam penerimaan negara khususnya PNBP Sewa BMN.
A. Manfaat
dari Prosedur Pemanfaatan Sewa BMN pada Era IUPK jika Dibandingkan dengan
Prosedur Pemanfaatan Sewa BMN
1. Prosedur
Pemanfaatan BMN khususnya sewa atas BMN PKP2B menjadi lebih ringkas dan mudah
dibandingkan dengan prosedur pemanfaatan sewa BMN pada umumnya.
2. Adanya
kepastian tarif tunggal yang ditetapkan atas pemanfaatan sewa BMN sehingga
tidak diperlukan proses penilaian BMN sebagai dasar penerapan tarif sewa.
3. Potensi
penerimaan negara menjadi lebih besar mengingat adanya kepastian penerimaan PNBP
dari Sewa BMN yang diperoleh berdasarkan penjualan batubara.
B. Urgensi
Perubahan Tarif Sewa Pemanfaatan BMN PKP2B pada Masa IUPK
sebagai Pelaksanaan Amanat UU No. 3 Tahun 2020 dalam rangka Meningkatkan
Pendapatan Penerimaan Negara.
Perubahan
tarif sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK memiliki urgensi yang tinggi
untuk meningkatkan pendapatan penerimaan negara sebagai pelaksanaan amanat UU
Nomor 3 Tahun 2020. Hal ini dapat terlihat dari perbandingan pemanfaatan BMN
PKP2B dalam bentuk sewa sebelum dan sesudah masa IUPK. Pemanfaatan BMN dalam
bentuk sewa sebelum masa IUPK hanya menghasilkan penerimaan negara sebesar Rp
9.383.325.000,00 selama masa PKP2B. Dengan adanya tarif tunggal atas sewa
pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK akan meningkatkan penerimaan negara secara
signifikan karena adanya PNBP atas sewa BMN setiap tahunnya atas penjualan
batubara.
Penerapan
tarif sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK akan memberikan dampak berupa
simplifikasi prosedur dalam pemanfaatan sewa BMN, sehingga memudahkan
perusahaan untuk melakukan inventaris kembali atas BMN yang dimanfaatkan.
Selain itu, penerapan tarif tersebut menjadi kesatuan hukum yang padu dalam hal
pengelolaan BMN PKP2B pada masa IUPK yang tentunya memberikan manfaat bersama
baik Pemerintah dan perusahaan pertambangan batubara.
PENUTUP
I. Simpulan
Berdasarkan
hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, simpulan yang diperoleh
adalah sebagai berikut:
1. PT Kaltim
Prima Coal akan semakin lebih mudah dalam Pemanfaatan BMN dalam bentuk sewa
pada masa IUPK secara administrasi daripada sewa BMN pada umumnya dengan adanya
simplifikasi prosedur.
2. Pengenaan
tarif 0,21% tidak memandang perusahaan memanfaatkan BMN atau tidak karena pengenaan
tarif sewa dimaksud berdasarkan penjualan batubara, sehingga dapat meningkatkan
penerimaan negara secara signifikan.
3. Kepastian
tarif atas sewa BMN PKP2B akan menjadi daya tarik investor untuk berinvestasi
di PT Kaltim Prima Coal yang telah memperoleh IUPK Kelanjutan Operasi sebagai
wujud adanya kepastian hukum dan kesederhanaan administrasi dalam pengelolaan
aset sehingga menciptakan iklim usaha pertambangan yang terjamin.
II. Saran
1. Rancangan
Peraturan Perundang-undangan terkait Pemanfaatan BMN PKP2B pada Masa IUPK dapat
didorong untuk segera diterapkan sehingga ada kepastian hukum atas implementasi
IUPK.
2. BMN
yang tidak dimanfaatkan oleh PT Kaltim Prima Coal agar diapat diinventaris dan dilakukan
pemindahtangan dalam bentuk penjualan dan penerusan sewa kepada pihak lain
dengan persetujuan Pengelola Barang dan Pengguna Barang sesuai Pasal 9 ayat (3)
PMK Nomor 115 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan BMN sehingga dapat menurunkan
biaya operasional perusahaan dan meningkatkan PNBP.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(UU 17/2003)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (UU 1/2004)
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2020 (PP 28/2020)
Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara berikut turunannya
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 213/KM.6/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan BMN
PP No. 23
tahun 2010 jo.PP No.8 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Minerba
PP No.9 tahun
2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yg berlaku pafa KemenESDM
Permen ESDM
No.25 tahun 2018 tentang Penguasaan Pertambangan Mineral dan Batubara
PP Nomor 96
tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara Pasal 14.1
Keppres Nomor
75 tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara
Keputusan
Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 680.K/29/M.PE/1997 tentang Pelaksanaan
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara
PMK Nomor
225/2021 tentang Pengelolaan BMN yang berasal dari PKP2B
PMK Nomor
233/PMK.05/2016 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Aset Berupa BMN Yang
Berasal dari PKP2B
KMK Nomor
573/KMK.06/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tindak Lanjut Hasil Inventarisasi
dan Penilaian BMN Yang Berasal Dari PKP2B Generasi I
Suyanto,
Suryani. (11 Februari 2021). PKP2B Jadi IUPK, Risiko Dari Beban Perpajakan
Semakin Besar. ssas.co.id. https://www.ssas.co.id/pkp2b-jadi-iupk-risiko-dari-beban-perpajakan-semakin-besar/ (diakses
pada tanggal 28 Maret 2022 pukul 14.15 WIB)
Anugrah, Syam.
(15 September 2021). Menghindari Potential Loss Dalam Pelaksanaan Pemanfaatan
Barang Milik Negara. djkn.kemenkeu.go.id. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/14223/Menghindari-Potential-Loss-Dalam-Pelaksanaan-Pemanfaatan-Barang-Milik-Negara.html (diakses
pada tanggal 29 Maret 2022 pukul 10.25 WIB)