Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Mengoptimalkan Penggunaan Data Laporan Transaksi Jual Beli Tanah dari PPAT Sebagai Obyek Pembanding Penilaian Tanah
Anton Wibisono
Selasa, 19 Oktober 2021   |   1608 kali

A. Latar Belakang

Dalam menghitung nilai tanah, metode yang digunakan oleh seorang Penilai adalah perbandingan harga penjualan/sales comparison method. Metode ini memerlukan minimal 2 (dua) data pembanding. Sebagaimana kita maklumi, yang dimaksud data pembanding dalam penilaian tanah adalah data tanah lainnya yang memiliki data harga dengan kesamaan atribut fisik semirip mungkin dan berlokasi sedekat mungkin dengan obyek penilaian. Jenis data harga bisa berupa penawaran, jual beli, ganti rugi, hibah, dan sebagainya. Data pembanding inilah yang kemudian kita analisis dengan melakukan sejumlah adjustment agar mendekati kesamaan atribut dengan obyek penilaian untuk menghasilkan opini nilainya.

Data harga pembanding tanah dapat kita peroleh dari berbagai sumber, diantaranya : pembeli atau penjual, iklan (cetak/elektronik), broker (calo/perantara), kepala desa/Lurah, Pengembang (developer), dan Laporan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jenis data yang diharapkan dari sumber data tersebut adalah data transaksi jual beli, karena dianggap sebagai nilai pasarnya, sehingga tidak perlu dilakukan penyesuaian. Dari beberapa sumber data tersebut, sumber data yang bersumber dari Laporan PPAT sangat jarang digunakan oleh Penilai Pemerintah di DJKN. Hal ini terjadi karena selama ini muncul asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa data transaksi jual beli yang dilaporkan oleh PPAT tidak mencerminkan harga sebenarnya dan biasanya terlalu rendah (undervalued).

Asumsi negatif bahwa Laporan PPAT adalah undervalued terus muncul hingga akhirnya menjadi sebuah stigma di masyarakat. Padahal seharusnya sumber data dari Laporan PPAT menjadi sumber data yang paling andal karena berisi informasi yang lebih lengkap terkait penjual, pembeli, identifikasi obyek, serta memiliki nilai pembuktian yang kuat karena disahkan oleh Pejabat yang diatur dan tunduk pada peraturan yang berlaku.  Sehubungan dengan hal ini, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang mengoptimalkan penggunaan data laporan transaksi jual beli tanah dari PPAT sebagai obyek pembanding penilaian tanah.

B. Permasalahan

Untuk mengetahui sumber dan jenis data yang banyak digunakan oleh penilai sebagai data pembanding penilaian tanah, dalam hal ini Penulis sajikan data di Kanwil DJKN Aceh sebagai berikut :

No.

Nomor Laporan Penilaian

Sumber Data

Jenis Data

1

LPK-02843/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

2

LPK-02842/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

3

LPK-02841/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

4

LPK-02840/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

5

LPK-02839/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

6

LPK-02838/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

7

LPK-02837/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

8

LPK-01261/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017/REV

Perorangan

Penawaran

9

LPK-00560/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2019/REV

Perorangan

Transaksi Jual Beli

10

LPK-00072/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017/REV

Perorangan

Penawaran dan Transaksi Jual Beli

11

LPK-00368/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2019/REV

Perorangan

Penawaran dan Transaksi Jual Beli

12

LPK-00369/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2019/REV

Perorangan

Penawaran dan Transaksi Jual Beli

13

LPK-01027/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

14

LPK-01028/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran dan Transaksi j

15

LPK-01796/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

16

LPK-01797/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

17

LPK-01798/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

18

LPK-01799/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

19

LPK-01800/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

20

LPK-02252/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

21

LPK-02253/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

22

LPK-04359/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

23

LPK-04360/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

24

LPK-04367/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

25

LPK-04368/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

26

LPK-04701/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

27

LPK-04702/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

28

LPK-04705/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

29

LPK-04706/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

30

LPK-04707/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017

Perorangan

Penawaran

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa belum terdapat sumber data yang berasal dari Laporan transaksi jual beli PPAT.

Pada tanggal 15 Oktober sampai dengan 31 Desember 2018, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) melakukan pemeriksaan terhadap hasil pelaksanaan penilaian kembali Barang Milik Negara (BMN) yang dilakukan di sejumlah Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Dalam Laporan Hasil Pemeriksaannya, BPK menyampaikan bahwa Penilaian Kembali Tanah Tahun 2017-2018 belum optimal memanfaatkan data harga objek pembanding yang dimiliki instansi-instansi pemerintah. Lebih lanjut BPK menyatakan bahwa Data objek pembanding untuk Penilaian Kembali tanah Tahun 2017-2018 diperoleh melalui data informasi harga transaksi dan/atau penawaran dari iklan media cetak/elektronik, masyarakat sekitar dan pelaku transaksi tanah maupun data yang diperoleh melalui survei nasional yang telah dilakukan. Penilaian tidak memanfaatkan data harga objek pembanding dari PPAT maupun pemerintah setempat. DJKN seharusnya memperoleh informasi atas objek pembanding yang mendekati harga pasar yang dapat diperoleh melalui sumber-sumber yang dimiliki instansi-instansi pemerintah. Data transaksi harga tersebut berupa informasi ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum, data harga penjualan secara lelang yang dapat diperoleh dari pemerintah setempat atau PPAT.

BPK juga menyampaikan bahwa beberapa instansi pemerintah mempunyai informasi tentang harga tanah, seperti Pemda, Notaris/PPAT dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Informasi tersebut apabila dikumpulkan dalam jumlah banyak dan terus menerus, akan bisa digunakan sebagai bahan untuk melakukan analisis pasar atau untuk indikasi awal dalam pembentukan nilai pasar tanah.

Permasalahan yang kerap dirasakan oleh penilai ketika akan melakukan penilaian tanah adalah mencari obyek pembanding. Karena adanya stigma terlalu rendah atas data harga transaksi jual beli yang bersumber dari PPAT, maka selama ini Penilai Pemerintah banyak mengandalkan pada jenis data penawaran yang bersumber dari perorangan, agen properti, atau media online.  Padahal, data penawaran yang didapat juga belum tentu lebih baik, bisa karena  harga yang ditawarkan terlalu tinggi atau bisa juga karena informasi yang tidak akurat.  Selain itu, data penawaran yang dicari kadang juga tidak didapat di sekitar obyek penilaian, akibatnya penilai menggunakan data penawaran obyek pembanding yang berlokasi cukup jauh dari obyek penilaian dan memiliki perbedaan keluasan yang cukup besar. Memaksakan ketersediaan data penawaran obyek pembanding seharusnya bisa dicegah jika penilai mempersiapkan diri dengan data dari sumber lainnya, misalnya dalam hal ini data transaksi jual beli tanah dari PPAT.

C. Analisis

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.  Berdasarkan Pasal 45 huruf c Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006, PPAT mempunyai kewajiban menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya kepada Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan setempat paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.  Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang  Bea Perolehan Hak atas Tanah, sanksi yang dapat diberikan kepada PPAT yang tidak menyampaikan laporan bulanan mengenai akta kepada Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya dikenakan denda sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.

Sesuai Pasal 53 ayat (2) Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006, disebutkan bahwa Pengisian blanko akta dalam rangka pembuatan akta PPAT harus dilakukan sesuai dengan kejadian, status dan data yang benar serta didukung dengan dokumen sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu, dalam Pasal 3 huruf f Kode Etik PPAT disebutkan salah satu kewajiban PPAT adalah bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur dan tidak berpihak. Lebih lanjut, Pasal 55 Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006 menyebutkan bahwa PPAT bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan tugas dan jabatannya dalam setiap pembuatan akta. Sementara itu berdasarkan Pasal 28 ayat (4) huruf d pada Peraturan yang sama, pemberian keterangan yang tidak benar dalam akta adalah termasuk pelanggaran berat oleh PPAT yang dapat dikenakan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Kepala Badan Pertanahaan Nasional Indonesia. Dalam prakteknya, pencantuman harga dalam akta jual beli yang lebih rendah dari harga pasaran, dapat juga terjadi atas permintaan pihak penjual atau pembeli dengan motif tertentu, misalnya menghindari atau memperkecil kewajiban perpajakannya.

Seharusnya, data transaksi jual beli yang berasal dari PPAT merupakan data yang paling baik untuk digunakan sebagai data obyek pembanding, karena didasarkan pada akta autentik. Jenis datanya adalah jual beli yang tidak perlu dilakukan penyesuaian pada saat proses perhitungan di kertas kerja penilaian.  Namun, stigma yang berkembang di masyarakat adalah bahwa harga yang tercantum pada akta jual beli cenderung di bawah harga pasar. Pros dan Cons terkait penggunaan data transaksi jual beli dari PPAT sebagai obyek pembanding penilaian tanah dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut :

Pros dan Cons Penggunaan Data Transaksi Jual Beli PPAT sebagai obyek Pembanding

Pros

Cons

Bersumber dari akte autentik


Stigma harga tidak wajar

Rekomendasi BPK

Dapat diakses melalui institusi resmi

Berdasarkan data dan fakta yang ada, penulis berpendapat bahwa data laporan transaksi jual beli oleh PPAT dapat dimanfaatkan sebagai alternatif mencari obyek pembanding, dengan pertimbangan dan kondisi sebagai berikut :

1. Digunakan sepenuhnya

Penilai Pemerintah menggunakan sepenuhnya data transaksi jual beli oleh PPAT dengan pertimbangan bahwa tidak cukup bukti yang menunjukkan bahwa harga tersebut lebih rendah dari harga pasarnya. Penilai meyakini bahwa para pihak telah melaporkan sesuai dengan keadaan sebenarnya dan mempunyai anggapan bahwa pencantuman harga yang berada di bawah harga pasar, yang dilakukan dengan sengaja untuk menghindari atau memperkecil kewajiban perpajakannya, akan merugikan PPAT itu sendiri dalam hal dapat dikenakannya sanksi, serta merugikan pihak pembeli misalnya dalam hal nilai tersebut akan digunakan untuk kepentingan penjaminan atau ganti rugi.

2. Digunakan sebagian

Penilai menggunakan data sebagian, dalam hal ini hanya memanfaatkan informasi telah terjadinya transaksi jual beli atas suatu obyek di suatu lokasi. Dengan asumsi harga transaksi terlalu rendah, maka penilai dapat memanfaatkan data lainnya berupa identitas pembeli atau penjual, dan lokasi obyek, untuk kemudian menghubungi salah satu pihak untuk mencari informasi harga yang sebenarnya.

3. Digunakan sepenuhnya namun dengan melakukan penyesuaian harga

Penilai menggunakan data sepenuhnya dari transaksi jual beli oleh PPAT sebagai obyek pembanding namun pada saat melakukan perhitungan di kertas kerja penilaian, dilakukan penyesuaian atas harga transaksi. Hal ini dilakukan pada proses penilaian di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dengan adanya SE-55/PJ.6/1999 tanggal 31 Agustus 1999. Berdasarkan Surat Edaran tersebut, data dari Camat/PPAT/Notaris, harus disesuaikan tergantung pada kebenaran harga tersebut di lapangan.

 

D. Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1.    Penggunaan sumber data yang bersumber dari Laporan PPAT untuk digunakan sebagai data obyek pembanding sangat jarang digunakan oleh Penilai Pemerintah di DJKN.

2.  BPK telah merekomendasikan agar penilai DJKN mulai menggunakan data yang berasal dari institusi resmi, diantaranya data laporan jual beli oleh PPAT, sebagai data obyek pembanding.

3.   Terdapat pros dan cons terkait penggunaan data transaksi oleh PPAT sebagai obyek pembanding, namun pros-nya masih lebih dominan.

4.  Data laporan transaksi jual beli oleh PPAT dapat dimanfaatkan sebagai alternatif mencari obyek pembanding, dengan pertimbangan dan kondisi digunakan sepenuhnya, digunakan sebagian, atau digunakan sepenuhnya dengan melakukan penyesuaian harga.


Beberapa saran terkait tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan koordinasi dengan pihak terkait, diantaranya Kantor Pertanahan, Kantor Pelayanan Pajak, Pemerintah Daerah, dan juga aparat penegak hukum, dalam rangka terus berupaya menjadikan harga transaksi jual beli yang tercantum dalam laporan PPAT adalah harga yang sebenarnya.

2.  Perlu adanya kebijakan yang sama di lingkungan Penilai DJKN untuk menentukan besaran penyesuaian dalam hal data laporan transaksi jual beli PPAT digunakan sepenuhnya namun dengan melakukan penyesuaian harga.

3.  Pembiaran atas stigma harga yang tidak wajar pada data laporan transaksi jual beli oleh PPAT hanya akan menjadi pembenaran berlangsungnya hal tersebut secara terus menerus. 


-Wellmi, Kepala Bidang Penilaian Kanwil DJKN Aceh-

Daftar Pustaka

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Penilaian Kembali Barang Milik Negara Tahun 2017-2018 Pada Kementerian Keuangan Selaku Pengelola Barang, Kementerian/Lembaga Selaku Pengguna Barang, dan Instansi Terkait Lainnya, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Jakarta.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 112/Kep-4.1/IV/2017 tentang Pengesahan Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Jakarta.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Jakarta.

Peraturan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Nomor 7/KN/2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian Barang Milik Negara, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Jakarta

Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor : SE-55/PJ.6/1999 tanggal 31 Agustus 1999 Tetang Petujuk Teknis Analisis Penentuan Nilai Indikasi Rata-rata, Direktorat Jenderal Pajak,Jakarta.

American Institute of Real Estate Appraisers, The Appraisal of Real Estate, Ninth Edition, Chicago, 1987.

bppk.kemenkeu.go.id.(2014, 31 Desember).Sumber Data Harga Pasar Dalam Penilaian Tanah. Diakses pada 12 November 2019, dari https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/20339-sumber-data-harga-pasar-dalam-penilaian-tanah

 pajak.go.id.Dorong Peran PPAT pastikan PPh final disetor. Diakses pada 12 November 2019, dari https://www.pajak.go.id/id/artikel/dorong-peran-ppat-pastikan-pph-final-disetor

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini