A. Latar Belakang
Dalam menghitung nilai tanah, metode yang digunakan oleh
seorang Penilai adalah perbandingan harga penjualan/sales comparison method.
Metode ini memerlukan minimal 2 (dua) data pembanding. Sebagaimana kita
maklumi, yang dimaksud data pembanding dalam penilaian tanah adalah data tanah
lainnya yang memiliki data harga dengan kesamaan atribut fisik semirip mungkin dan
berlokasi sedekat mungkin dengan obyek penilaian. Jenis data harga bisa berupa
penawaran, jual beli, ganti rugi, hibah, dan sebagainya. Data pembanding inilah
yang kemudian kita analisis dengan melakukan sejumlah adjustment agar
mendekati kesamaan atribut dengan obyek penilaian untuk menghasilkan opini
nilainya.
Data harga pembanding tanah dapat kita peroleh dari
berbagai sumber, diantaranya : pembeli atau penjual, iklan (cetak/elektronik), broker (calo/perantara), kepala
desa/Lurah, Pengembang (developer),
dan Laporan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jenis data yang diharapkan dari
sumber data tersebut adalah data transaksi jual beli, karena dianggap sebagai
nilai pasarnya, sehingga tidak perlu dilakukan penyesuaian. Dari beberapa
sumber data tersebut, sumber data yang bersumber dari Laporan PPAT sangat
jarang digunakan oleh Penilai Pemerintah di DJKN. Hal ini terjadi karena selama
ini muncul asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa data transaksi jual beli
yang dilaporkan oleh PPAT tidak mencerminkan harga sebenarnya dan biasanya terlalu
rendah (undervalued).
Asumsi negatif bahwa Laporan PPAT adalah undervalued terus muncul hingga akhirnya
menjadi sebuah stigma di masyarakat. Padahal seharusnya sumber data dari
Laporan PPAT menjadi sumber data yang paling andal karena berisi informasi yang
lebih lengkap terkait penjual, pembeli, identifikasi obyek, serta memiliki
nilai pembuktian yang kuat karena disahkan oleh Pejabat yang diatur dan tunduk
pada peraturan yang berlaku. Sehubungan
dengan hal ini, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang mengoptimalkan
penggunaan data laporan transaksi jual beli tanah dari PPAT sebagai obyek
pembanding penilaian tanah.
B. Permasalahan
Untuk mengetahui sumber dan jenis data yang banyak
digunakan oleh penilai sebagai data pembanding penilaian tanah, dalam hal ini Penulis
sajikan data di Kanwil DJKN Aceh sebagai berikut :
No. |
Nomor Laporan Penilaian |
Sumber Data |
Jenis Data |
1 |
LPK-02843/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
2 |
LPK-02842/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
3 |
LPK-02841/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
4 |
LPK-02840/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
5 |
LPK-02839/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
6 |
LPK-02838/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
7 |
LPK-02837/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
8 |
LPK-01261/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017/REV |
Perorangan |
Penawaran |
9 |
LPK-00560/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2019/REV |
Perorangan |
Transaksi Jual Beli |
10 |
LPK-00072/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017/REV |
Perorangan |
Penawaran dan Transaksi Jual Beli |
11 |
LPK-00368/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2019/REV |
Perorangan |
Penawaran dan Transaksi Jual Beli |
12 |
LPK-00369/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2019/REV |
Perorangan |
Penawaran dan Transaksi Jual Beli |
13 |
LPK-01027/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
14 |
LPK-01028/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran dan Transaksi j |
15 |
LPK-01796/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
16 |
LPK-01797/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
17 |
LPK-01798/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
18 |
LPK-01799/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
19 |
LPK-01800/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
20 |
LPK-02252/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
21 |
LPK-02253/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
22 |
LPK-04359/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
23 |
LPK-04360/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
24 |
LPK-04367/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
25 |
LPK-04368/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
26 |
LPK-04701/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
27 |
LPK-04702/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
28 |
LPK-04705/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
29 |
LPK-04706/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
30 |
LPK-04707/1/1/WKN.01/KNL.01/01.00/2017 |
Perorangan |
Penawaran |
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa belum terdapat
sumber data yang berasal dari Laporan transaksi jual beli PPAT.
Pada tanggal 15 Oktober sampai dengan 31 Desember 2018,
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) melakukan pemeriksaan
terhadap hasil pelaksanaan penilaian kembali Barang Milik Negara (BMN) yang dilakukan
di sejumlah Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Dalam Laporan
Hasil Pemeriksaannya, BPK menyampaikan bahwa Penilaian Kembali Tanah Tahun
2017-2018 belum optimal memanfaatkan data harga objek pembanding yang dimiliki
instansi-instansi pemerintah. Lebih lanjut BPK menyatakan bahwa Data objek
pembanding untuk Penilaian Kembali tanah Tahun 2017-2018 diperoleh melalui data
informasi harga transaksi dan/atau penawaran dari iklan media cetak/elektronik,
masyarakat sekitar dan pelaku transaksi tanah maupun data yang diperoleh
melalui survei nasional yang telah dilakukan. Penilaian tidak memanfaatkan data
harga objek pembanding dari PPAT maupun pemerintah setempat. DJKN seharusnya
memperoleh informasi atas objek pembanding yang mendekati harga pasar yang
dapat diperoleh melalui sumber-sumber yang dimiliki instansi-instansi
pemerintah. Data transaksi harga tersebut berupa informasi ganti rugi atas
pengadaan tanah untuk kepentingan umum, data harga penjualan secara lelang yang
dapat diperoleh dari pemerintah setempat atau PPAT.
BPK juga menyampaikan bahwa beberapa instansi pemerintah
mempunyai informasi tentang harga tanah, seperti Pemda, Notaris/PPAT dan Badan Pertanahan
Nasional (BPN). Informasi tersebut apabila dikumpulkan dalam jumlah banyak dan
terus menerus, akan bisa digunakan sebagai bahan untuk melakukan analisis pasar
atau untuk indikasi awal dalam pembentukan nilai pasar tanah.
Permasalahan yang kerap dirasakan oleh penilai ketika
akan melakukan penilaian tanah adalah mencari obyek pembanding. Karena adanya
stigma terlalu rendah atas data harga transaksi jual beli yang bersumber dari
PPAT, maka selama ini Penilai Pemerintah banyak mengandalkan pada jenis data
penawaran yang bersumber dari perorangan, agen properti, atau media online. Padahal, data penawaran yang didapat juga
belum tentu lebih baik, bisa karena
harga yang ditawarkan terlalu tinggi atau bisa juga karena informasi
yang tidak akurat. Selain itu, data
penawaran yang dicari kadang juga tidak didapat di sekitar obyek penilaian,
akibatnya penilai menggunakan data penawaran obyek pembanding yang berlokasi
cukup jauh dari obyek penilaian dan memiliki perbedaan keluasan yang cukup
besar. Memaksakan ketersediaan data penawaran obyek pembanding seharusnya bisa
dicegah jika penilai mempersiapkan diri dengan data dari sumber lainnya,
misalnya dalam hal ini data transaksi jual beli tanah dari PPAT.
C.
Analisis
Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) adalah
pejabat umum yang diberi
kewenangan untuk
membuat akta-akta otentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun. Berdasarkan Pasal 45 huruf c Peraturan Kepala
BPN Nomor 1 Tahun 2006, PPAT mempunyai kewajiban menyampaikan
laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya kepada Kepala
Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan setempat paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya. Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor
21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah, sanksi yang dapat diberikan
kepada PPAT yang tidak menyampaikan laporan bulanan mengenai akta kepada Kantor
Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya dikenakan denda
sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.
Sesuai Pasal 53 ayat (2) Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006, disebutkan bahwa Pengisian blanko akta dalam rangka pembuatan akta PPAT
harus dilakukan sesuai dengan kejadian, status dan data yang benar serta
didukung dengan dokumen sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu, dalam Pasal 3 huruf f Kode Etik PPAT disebutkan
salah satu
kewajiban PPAT adalah bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur
dan tidak berpihak. Lebih
lanjut, Pasal 55 Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006 menyebutkan bahwa PPAT bertanggung jawab secara
pribadi atas pelaksanaan tugas dan jabatannya dalam setiap pembuatan akta. Sementara itu berdasarkan Pasal 28 ayat (4) huruf d pada
Peraturan yang sama, pemberian keterangan yang tidak benar dalam akta adalah termasuk
pelanggaran berat oleh PPAT yang dapat dikenakan sanksi pemberhentian dengan
tidak hormat dari jabatannya oleh Kepala Badan Pertanahaan Nasional Indonesia. Dalam
prakteknya, pencantuman harga dalam akta jual beli yang lebih rendah dari harga
pasaran, dapat juga terjadi atas permintaan pihak penjual atau pembeli dengan
motif tertentu, misalnya menghindari atau memperkecil kewajiban perpajakannya.
Seharusnya, data transaksi jual beli yang berasal dari PPAT merupakan data
yang paling baik untuk digunakan sebagai data obyek pembanding, karena
didasarkan pada akta autentik. Jenis datanya adalah jual beli yang tidak perlu
dilakukan penyesuaian pada saat proses perhitungan di kertas kerja
penilaian. Namun, stigma yang berkembang
di masyarakat adalah bahwa harga yang tercantum pada akta jual beli cenderung
di bawah harga pasar. Pros dan Cons terkait penggunaan data transaksi
jual beli dari PPAT sebagai obyek pembanding penilaian tanah dapat dirangkum
dalam tabel sebagai berikut :
Pros dan Cons
Penggunaan Data Transaksi Jual Beli PPAT sebagai obyek Pembanding |
|
Pros |
Cons |
Bersumber
dari akte autentik |
Stigma
harga tidak wajar |
Rekomendasi
BPK |
|
Dapat
diakses melalui institusi resmi |
Berdasarkan data dan fakta yang ada, penulis berpendapat bahwa data laporan
transaksi jual beli oleh PPAT dapat dimanfaatkan sebagai alternatif mencari
obyek pembanding, dengan pertimbangan dan kondisi sebagai berikut :
1. Digunakan sepenuhnya
Penilai Pemerintah menggunakan sepenuhnya data transaksi jual beli oleh
PPAT dengan pertimbangan bahwa tidak cukup bukti yang menunjukkan bahwa harga
tersebut lebih rendah dari harga pasarnya. Penilai meyakini bahwa para pihak
telah melaporkan sesuai dengan keadaan sebenarnya dan mempunyai anggapan bahwa
pencantuman harga yang berada di bawah harga pasar, yang dilakukan dengan
sengaja untuk menghindari atau memperkecil kewajiban perpajakannya, akan
merugikan PPAT itu sendiri dalam hal dapat dikenakannya sanksi, serta merugikan
pihak pembeli misalnya dalam hal nilai tersebut akan digunakan untuk
kepentingan penjaminan atau ganti rugi.
2. Digunakan sebagian
Penilai menggunakan data sebagian, dalam hal ini hanya memanfaatkan
informasi telah terjadinya transaksi jual beli atas suatu obyek di suatu
lokasi. Dengan asumsi harga transaksi
terlalu rendah, maka penilai dapat memanfaatkan data lainnya berupa identitas
pembeli atau penjual, dan lokasi obyek, untuk kemudian menghubungi salah satu
pihak untuk mencari informasi harga yang sebenarnya.
3. Digunakan sepenuhnya namun dengan melakukan penyesuaian harga
Penilai menggunakan data sepenuhnya dari transaksi jual beli oleh PPAT
sebagai obyek pembanding namun pada saat melakukan perhitungan di kertas kerja
penilaian, dilakukan penyesuaian atas harga transaksi. Hal ini dilakukan pada proses
penilaian di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dengan adanya SE-55/PJ.6/1999
tanggal 31 Agustus 1999. Berdasarkan
Surat Edaran tersebut, data dari Camat/PPAT/Notaris, harus disesuaikan
tergantung pada kebenaran harga tersebut di lapangan.
D.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Penggunaan sumber data yang bersumber dari Laporan PPAT untuk digunakan sebagai data obyek pembanding sangat jarang digunakan oleh Penilai Pemerintah di DJKN.
2. BPK telah merekomendasikan agar penilai DJKN mulai menggunakan data yang berasal dari institusi resmi, diantaranya data laporan jual beli oleh PPAT, sebagai data obyek pembanding.
3. Terdapat pros dan cons
terkait penggunaan data transaksi oleh PPAT sebagai obyek pembanding, namun pros-nya
masih lebih dominan.
4. Data laporan
transaksi jual beli oleh PPAT dapat dimanfaatkan sebagai alternatif mencari
obyek pembanding, dengan pertimbangan dan kondisi digunakan sepenuhnya,
digunakan sebagian, atau digunakan sepenuhnya dengan melakukan penyesuaian
harga.
Beberapa saran terkait tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Perlu
dilakukan koordinasi dengan pihak terkait, diantaranya Kantor Pertanahan, Kantor
Pelayanan Pajak, Pemerintah Daerah, dan juga aparat penegak hukum, dalam rangka
terus berupaya menjadikan harga transaksi jual beli yang tercantum dalam
laporan PPAT adalah harga yang sebenarnya.
2. Perlu adanya kebijakan yang sama di lingkungan Penilai DJKN untuk menentukan besaran penyesuaian dalam hal data laporan transaksi jual beli PPAT digunakan sepenuhnya namun dengan melakukan penyesuaian harga.
3. Pembiaran atas stigma harga yang tidak wajar pada data laporan transaksi jual beli oleh PPAT hanya akan menjadi pembenaran berlangsungnya hal tersebut secara terus menerus.
-Wellmi,
Kepala Bidang Penilaian Kanwil DJKN Aceh-
Daftar Pustaka
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2016
tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah
Laporan Hasil Pemeriksaan Atas
Penilaian Kembali Barang Milik Negara Tahun 2017-2018 Pada Kementerian Keuangan
Selaku Pengelola Barang, Kementerian/Lembaga Selaku Pengguna Barang, dan
Instansi Terkait Lainnya, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Jakarta.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2018
tentang Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Keputusan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
112/Kep-4.1/IV/2017 tentang Pengesahan Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia, Jakarta.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia, Jakarta.
Peraturan Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara Nomor 7/KN/2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian Barang Milik
Negara, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Jakarta
Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak
Nomor : SE-55/PJ.6/1999 tanggal 31 Agustus 1999 Tetang Petujuk Teknis Analisis
Penentuan Nilai Indikasi Rata-rata, Direktorat Jenderal Pajak,Jakarta.
American
Institute of Real Estate Appraisers, The
Appraisal of Real Estate, Ninth Edition, Chicago, 1987.
bppk.kemenkeu.go.id.(2014, 31
Desember).Sumber Data Harga Pasar Dalam Penilaian Tanah. Diakses pada 12
November 2019, dari https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/20339-sumber-data-harga-pasar-dalam-penilaian-tanah
pajak.go.id.Dorong Peran PPAT pastikan PPh
final disetor. Diakses pada 12 November 2019, dari https://www.pajak.go.id/id/artikel/dorong-peran-ppat-pastikan-pph-final-disetor