Listrik Asahan Masih Diminati?
waspadamedan.com, 24 Februari 2014
Selasa, 25 Februari 2014 pukul 09:56:21 |
1269 kali
Menggunakan listrik INALUM melalui PLN akan langsung meningkatkan ketahanan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, dibandingkan dipakai smelter Aluminium Kualatanjung.
Sungai Asahan yang berhulu di Danau Toba yang indah, merupakan karunia Tuhan tiada tara. Danau Toba di ketinggian sekitar 950 m di atas permukaan laut airnya mengalir ke laut Selat Melaka melewati paling sedikit lima air terjun besar--dapat membangkitkan sekitar 1000 Mega Watt tenaga listrik. Eksplorasi potensi tenaga listrik Asahan telah dimulai sejak zaman Belanda, zaman Jepang, diteruskan Pemerintah Indonesia melalui PLN dengan nama Proyek Asahan yang berkantor di Jalan Dr. Cipto No 12 Medan.
Pada waktu saya masih di SMA, sudah mendengar angan-angan tenaga listrik Asahan membuat seluruh Sumatera terang menderang, rakyat Sumatera Utara akan makmur dan sejahtera. Siapa yang tidak tergiur melihat potensi tenaga listrik Asahan karena teknologinya sudah ada, tetapi sayang waktu itu kemungkinan Indonesia belum punya dana membangunnya. Kemudian, pemerintahan Orde Baru ingin menunjukkan semangat pembangunan kepada masyarakat dan dunia maka proyek Asahan pun dijajakan ke pihak asing. Jepang dan perusahaannya yang mendapat dukungan pemerintahan masa itu keluar sebagai pemenang.
Secara umum paket pembangunan Proyek Asahah terdiri dari Pembangunan PLTA Si-Gura-gura dan PLTA Tangga total sekitar 603 MW, pembangunan transmisi 275 KV menuju Kualatanjung panjang sekitar 120 Km. Pembangunan smelter Aluminium di Kualatanjung dengan kapasitas sekitar 250 ribu ton per tahun. Pada studi kelayakan Proyek Asahan direncanakan tenaga listrik akan digunakan mengolah Bauxit dari Indonesia khususnya dari Pulau Bintan dan Singkep. Pihak Jepang tentu menerima saja maksud tersebut karena merekapun sudah tahu bahwa deposit Bauxit di Pulau Bintan dan Singkep hanya tinggal sedikit lagi dan ternyata sekarang boleh dikatakan sudah habis.
Sesuai perjanjian yang ditandatangani tahun 1976, Jepang diwakili Nippon Asahan Aluminium (NAA) menguasai saham 58.88 persen dan Indonesia yang diwakili Otorita Asahan menguasai saham 41,12 persen membentuk suatu perusahaan (jont venture) bernama PT.INALUM IINDONESIA. Perusahaan ini diberi konsensi selama 30 Tahun sejak beroperasi atau 1 November 1983 sampai d31 Oktober 2013. Bagaimana dengan tenaga listrik untuk kepentingan masyarakat? Menurut pendapat kami, kejadian ini merupakan tragedi pembangunan Indonesia paling menyedihkan. Ternyata pemerintah masa itu menyetujui tenaga listrik Asahan disalurkan kepada masyarakat melalui PLN hanya excess power atau sisa tenaga listrik smelter Aluminium Kualatanjung yang tidak dimanfaatkan PT. INALUM INDONESIA atau berkisar antara 15-25 MW.
Artinya selama 30 tahun tenaga listrik PLTA Siguragura dan Tangga sebagian besar (sekitar 550 MW) digunakan untuk PT.INALUM INDONESIA yang didominasi secara operasional oleh perusahaan Jepang. Memang demikian nyatanya, karena Bauxit yang dilebur di smelter Kualatanjung adalah Bauxit yang berasal dari Australia yang merupakan jejaring bisnis perusahan Jepang tersebut. Sekali lagi, inilah tragedi pembangunan Indonesia yang menyedihkan karena pasal 33 Ayat (3) yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” telah dijungkirbalikkan menjadi “Bumi dan air Sungai Asahan dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh PT. INALUM INDONESIA yang didominasi oleh perusahaan Jepang dipergunakan sebesar-besarnya oleh perusahaan Jepang dan tidak harus perlu memikirkan kepentingan rakyat” .
Kemana Tenaga Listrik Asahan Mengalir?
Perjanjian PT. INALUM INDONESIA berakhir 31 Oktober 2013. Alhamdulillah, tanggal 9 Desember telah ditandatangani berakhirnya kontrak dan PT. INALUM menjadi milik Indonesia dengan tidak mudah dan tidak murah. Karena Indonesia setelah melalui perundingan alot dan NAA malah mengancam mengajukan Arbitrasi Internasional. Akhirnya diperoleh kesepakatan Indonesia harus membayar pengalihan saham Jepang (NAA) sebesar US$ 556,7 juta. Memang ironi dan menyedihkan.
Rakyat d ssekitar Sungai Asahan diberi sekedar gula-gula Corpoporat Social Responsibility (CSR). Pembagian keuntungan dan jumlah pajak yang diterima pemerintah daerah dan pusat selama ini datanya belum diperoleh. Saat ini beban puncak sistem Sumut Aceh dan Riau sekitar 1.700 Mega Watt sedangkan kapasitas terpasang hanya sekitar 1.800 Mega Watt dan sekitar 30 prsen dari total pembangkit di sistem Pembangkit Bagian Utara masih menggunakan BBM. Kalau salah satu unit pembangkit terbesar memasuki masa pemeliharaan atau rusak maka masyarakat Sumut harus menanggung giliran pemadaman tiga kali sehari.
Berita yang paling utama adalah setelah PT.INALUM diambilalih kemudian statusnya ditetapkan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pernyataan Direktur Utama PT.INALUM, bahwa kapasitas smelter Aluminium Kualatanjung bertahap ditingkatkan menjadi 650 ribu ton, dan pada November 2013 telah membantu 103 MW. Tetapi apakah bantuan itu karena kebetulan produksi Aluminium turun atau pengorbanan ikhlas untuk masyarakat? Jangan lupa dengan penyaluran 103 MW, tentu PT. INALUM menerima pembayaran dari PLN miliaran Rupiah. Sebelumnya ada gagasan Menteri Perekonomian bahwa PT. INALUM akan go public agar kapasitasnya dapat diperbesar. Menteri Perindustrian mempunyai gagasan Kualatanjung dijadikan kawasan smelter area.
Sedangkan Gubernur Sumatera Utara mempertanyakan kepemilikan pemerintah daerah di PT. INALUM? Saya meyakini investor sangat ingin berpartisipasi dan mengincar tenaga listrik PLTA Sigura-gura dan Tangga yang murah. Dari pernyataan dan gagasan tersebut semuanya masih bermuara kepada kepentingan produksi Aluminium. Memang tidaklah salah, tetapi pertanyaan adalah : Apakah tenaga listrik 603 MW tersebut kalau dimanfaatkan untuk Smelter Aluminium Kualatanjung benefitnya bagi negara lebih besar daripada seluruhnya disalurkan kepada masyarakat melalui PT. PLN?
Mari kita perbandingkan untung-rugi sebagai berikut. Kalau seluruh 603 MW disalurkan kepada masyarakat melalui PLN. Pertama, PLN secara nasional terbantu karena memeroleh listrik lebih murah dan keuntungannya dapat menyubsidi biaya operasional PLN secara nasional, artinya subsidi listrik di APBN dapat ditekan secara signifikan. Kedua, listrik yang disalurkan kepada masyarakat akan meningkatkan perekonomian melalui industri kecil dan menengah dan usaha kecil dan menengah. Ketiga, mengurangi pemakaian BBM sangat signifikan. Seperti diketahui, 30 persen atau sekitar 450 MW sistem Pembangkit Bagian Utara meliputi Sumatera Utara, Riau dan Aceh masih menggunakan BBM.
Keempat, secara politis dan psikologis memperkokoh ketahanan nasional melalui sistem interkoneksi tenaga listrik yang andal paling sedikit di sistem Sumatera Utara, Aceh dan Riau dan Sumatera Barat. Sudah sepatutnya, khususnya masyarakat Sumatera Utara menikmati tenaga listrik PT. INALUM. Kelima, penggunaan tenaga listrik INALUM kepada masyarakat akan langsung meningkatkan ketahanan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dibandingkan kalau dipakai untuk smelter Aluminium Kualatanjung--benefitnya lebih kesil karena, pertama, deposit Bauxit Indonesia tidak cukup, khususnya Bintan dan Singkep boleh dikatakan habis. Artinya Bauxit masih harus tergantung kepada impor dan kemungkinan besar kepentingan pemasok Bauxit yang lama masih dominan.
Kedua, kalau Bauxit masih dari pemasok lama (diimpor) cq perusahaan Jepang, maka mereka tetap berupaya menggunakan listrik INALUM agar biaya produksinya lebih murah. Artinya walaupn INALUM milik Indonesia, strategi operasinya masih akan tergantung kepada kepentingan perusahaan asing. Ketiga, kalau sekiranya INALUM go public, dapat dipastikan perusahaan Jepang akan memborong sahamnya dan yang mengincar listriknya. Artinya listrik PLTA Siguragura dan Tangga tetap akan digunakan untuk kepentingan orang lain bukan untuk untuk masyarakat Sumatera Utara.
Kesimpulan Dan Rekomendasi
Pertama, menggunakan listrik INALUM melalui PLN untuk kepentingan masyarakat akan langsung meningkatkan ketahanan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, dibandingkan kalau dipakai untuk smelter Aluminium Kualatanjung.
Kedua, kalau listrik INALUM berorientasi untuk kepentingan masyarakat secara langsung, artinya Indonesia telah membuktikan secara langsung kepada dunia pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 Ayat (3) secara murni dan konsekuen.
Ketiga, pemikiran bahwa tenaga listrik INALUM untuk kepentingan masyarakat seyogiyanya menjadi perhatian dan merupakan bagian dari strategi pembangunan ketenagalistrikan Sumut.
Keempat, restrukturisasi BUMN INALUM, yaitu nilai tambah produk Aluminium Kualatanjung harus ditingkatkan sampai kepada produk Aluminium Alloy.
Kelima, PLTA Sigura-gura dan PLTA Tangga menjadi BUMN terpisah, tenaga listriknya dijual kepada PLN untuk melayani kepentingan masyarakat.
Keenam, PLTA Sigura-gura dan PLTA Tangga diserahkan kepada PLN.
Ketujuh, INALUM mengelola smelter Aluminium Kualatanjung dan seluruh sistem pembangkitnya tetapi seluruh tenaga listriknya dijual kepada PLN untuk masyarakat. Sedangkan untuk kepentingan smelter, INALUM membangun pembangkit sendiri seperti PLTU Batubara.
Oleh Dr Ir ZA.Dalimunthe, MM
Penulis adalah Dosen Universitas Borobudur Jakarta.