Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
Pemisahan Kekayaan BUMN adalah Amanat Konstitusi
hukumonline.com, 17 Juli 2013
 Jum'at, 19 Juli 2013 pukul 10:32:41   |   1542 kali

Pemerintah menyatakan Pasal 2 huruf g dan huruf i UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara merupakan salah satu pemenuhan amanat konstitusi dalam hal pengelolaan perekonomian negara.

“Frasa ‘kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah’ dalam Pasal 2 huruf g UU Keuangan Negara adalah perwujudan konstitusi, Pasal 33 UUD 1945,” kata Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Suprijanto, saat sidang lanjutan pengujian UU Keuangan Negara di Gedung MK, Rabu (17/7).

Menurut Agus, dalam sistem ekonomi Pancasila, pembentukan BUMN merupakan salah satu bentuk dari kelembagaan ekonomi. “Filosofi BUMN menjadi bagian dari kekayaan negara yang dipisahkan adalah dalam rangka menjalankan amanat konstitusi Pasal 33 UUD 1945.    

Dia mengatakan BUMN sebagai salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

“(BUMN) ikut berperan menghasilkan barang dan/jasa yang diperlukan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya menjamin tersedianya kebutuhan ekonomi yang tidak diproduksi rakyat banyak tetapi hasilnya menyangkut hidup orang banyak,” kata Agus.

Dia menambahkan BUMN sebagai salah satu pelaku kegiatan ekonomi mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan ekonomi nasional guna mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

“BUMN berperan utama dalam kegiatan ekonomi strategis dan atau menguasai hajat hidup orang banyak. Ini amanat dari Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menunjuk pemerintah untuk mendirikan perusahaan negara. Jika bukan negara dikhawatirkan terjadi penguasaan ekonomi oleh orang atau lembaga yang menyengsarakan rakyat,” tegasnya. 

Permohonan ini diajukan Forum Hukum BUMN, Omay Komar Wiraatmadja dan Sutrisno. Selain menguji  Pasal 2 huruf g dan huruf i UU Keuangan Negara, mereka menguji Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf b, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, dan Pasal 11 huruf a UU BPK.

Para pemohon berdalih pengertian keuangan negara dan kekayaan negara dalam Pasal 2 huruf g dan huruf i UU Keuangan Negara telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Pengertian itu menyebabkan disharmonisasi dengan ketentuan dalam UU BUMN dan UU Perseroan Terbatas.

Menurut pemohon seharusnya BUMN tidak tunduk pada UU Keuangan Negara, tetapi hanya tunduk pada UU Perseroan Terbatas seperti tercantum dalam putusan MK No. 77/PUU-IX/2011 agar tercipta harmonisasi dan menjamin kepastian hukum yang adil. Misalnya, para pemohon yang merupakan badan hukum privat dan perorangan pernah mengalami proses peradilan pidana (korupsi) meski akhirnya dinyatakan tidak terbukti. 

Karena itu, pemohon meminta MK membatalkan Pasal 2 huruf g dan huruf i UU Keuangan Negara sepanjang frasa “termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah” dan frasa “kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan Pemerintah” karena bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Selain itu, Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf b, dan Pasal 11 huruf a sepanjang kata “Badan Usaha Milik Negara” dan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) sepanjang kata “BUMN/BUMD” dalam UU BPK diminta untuk dibatalkan karena bertentangan dengan Pasal 23E ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. 

 

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini