DPR Akan Minta Pertanggungjawaban TPPI
Senin, 05 September 2011 pukul 17:43:58 |
384 kali
JAKARTA--MICOM: PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) kembali didesak untuk segera melaksanakan kewajibannya membayar utang ke PT Pertamina (Persero) sekitar US$500 juta atau sekitar Rp4,3 triliun dan juga ke BP Migas sekitar US$180 juta.
Jika kewajiban utang itu tidak dilunasi, bukan saja Pertamina dan BP Migas yang merugi, tapi negara pun dirugikan.
Desakan agar TPPI segera membayar utang ke Pertamina itu dikemukakan anggota Komisi XI DPR Nusron Wahid dan Wakil Direktur Reforminer Institute, Khomaidi, Minggu (4/9).
Belum dibayarnya utang TPPI ke Pertamina dan BP Migas, kata Nusron, menimbulkan banyak pertanyaan. Karena itu, politikus Golkar itu mendesak DPR memanggil pimpinan TPPI untuk menjelaskan persoalan itu agar semua kewajiban utang dapat dilunasi.
"Saya kira DPR harus memanggil PT TPPI, agar persoalan utang TPPI tidak berlarut-larut dan keuangan negara juga tidak semakin dirugikan, hanya karena ulah TPPI yang belum membayar utangnya," kata Nusron.
Desakan juga diungkapkan Khomaidi. Dia menyatakan TPPI harus segera membayar utang dalam waktu yang tidak terlalu lama. Karena utang TPPI ke Pertamina dan BP Migas sudah sangat lama.
"Saya juga heran, mengapa urusan utang TPPI ini jadi berlarut-larut. Padahal dari sisi bisnis, ada hitung-hitungan. Kenapa tidak segera diselesaikan. Apalagi Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau BANI sudah memutuskan agar TPPI membayar utangnya ke Pertamina," ujar Khomaidi.
Belum dibayarnya utang TPPI ke Pertamina dan BP Migas yang lumayan besar itu, kata Khomaidi, sangat merugikan Pertamina dan BP Migas. Jika utang dibayar segera, maka uang tersebut dapat dimanfaatkan untuk usaha hilir dan hulu.
Karena berlarut-larut, Khomaidi mengusulkan agar pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan intervensi. "Intervensi yang saya maksud adalah mendesak TPPI agar segera melunasi utangnya," katanya.
Adanya usulan agar pembayaran utang dilakukan dengan pembelian gas elpiji dan salah satu jenis BBM migas, tapi yang aneh, TPPI memberikan harga elpiji lebih mahal dari harga pasaran.
“Jelas Pertamina menolak, karena jika dipaksakan, suatu ketika Pertamina bisa kena delik korupsi. Jadi, jika pembayaran dengan opsi pembelian elpiji, maka TPPI harus realistis,” tutur Khomaidi. (Ant/OL-8)