Komisi XI DPR Desak TPPI Lunasi Utang ke Pertamina
Senin, 05 September 2011 pukul 17:45:08 |
348 kali
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalangan Komisi XI DPR mendesak PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) segera membayar utangnya kepada PT Pertamina (Persero) sekitar 500 juta dolar AS atau sekitar Rp 4,3 triliun dan juga ke BP Migas sekitar 180 juta dollar AS.
Anggota Komisi XI DPR Nusron Wahid mengatakan jika kewajiban utang itu tidak segera dilunasi, bukan saja Pertamina dan BP Migas yang merugi, tapi negara sangat dirugikan. Nusron mempertanyakan kenapa utang tersebut belum dibayar hingga saat ini.
“Saya kira DPR harus memanggil TPPI, agar persoalan utang TPPI tidak berlarut-larut dan keuangan negara juga tidak semakin dirugikan hanya karena ulah TPPI yang belum juga membayar utangnya,” ujar Nusron Wahid, politisi Partai Golkar di Jakarta, Minggu (4/9/2011).
Sebelumnya, pimpinan Komisi XI yakni Wakil Ketua Harry Azhar Azis juga pernah mendesak agar TPPI segera membayar utang baik ke Pertamina mupun ke BP Migas.
Desakan serupa juga diungkapkan Wakil Direktur Reforminer Institute Khomaidi. Dia menyatakan TPPI harus segera membayar utang dalam waktu yang tidak terlalu lama. Mengapa? Karena utang TPPI ke Pertamina dan BP Migas sudah sangat lama sekali.
“Saya juga heran, mengapa urusan utang TPPI ini jadi berlarut-larut. Padahal dari sisi bisnis, ada hitung-hitungan. Kenapa tidak segera diselesaikan, apalagi Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sudah memutuskan agar TPPI membayar utangnya kepada Pertamina,” ujar Khomaidi.
Belum dibayarnya utang TPPI ke Pertamina dan BP Migas yang lumayan besar itu kata Khomaidi, sangat merugikan Pertamina dan BP Migas. Jika utang dibayar segera, maka uang tersebut dapat dimanfaatkan Pertamina untuk usaha hilir dan hulu.
Khomaidi mengusulkan agar pemerintah – dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM - harus melakukan intervensi. “Yakni mendesak TPPI agar segera melunasi utangnya," katanya.
Diakui Khomaidi, ada usulan agar pembayaran utang dilakukan dengan pembelian gas elpiji dan salah satu jenis BBM Migas, tapi yang aneh, TPPI memberikan harga elpiji yang lebih mahal dari harga pasaran.
“Jelas Pertamina menolak, karena jika dipaksakan, suatu ketika Pertamina bisa kena delik korupsi. Jadi, jika pembayaran dengan opsi pembelian elpiji, maka TPPI harus realistis,” kata Khomaidi.