Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
Haircut Dongkrak Kinerja Bank BUMN dan Sektor Riil

 Senin, 13 Agustus 2012 pukul 10:13:10   |   629 kali
Likuiditas bank-bank BUMN bakal bertambah karena kredit macet dapat diselesaikan

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah, yang bakal menetapkan status piutang bank BUMN bukan piutang negara, tidak hanya akan mendongkrak kinerja bank-bank BUMN, tapi juga sektor riil dan perekonomian nasional secara keseluruhan.

Dengan berlakunya payung hukum itu nanti, bank-bank pelat merah berwenang menerapkan mekanisme pemotongan utang (haircut), restrukturisasi, dan penghapusbukuan (write-off) terhadap para debitor.

Termasuk debitor korporasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Dengan begitu, likuiditas bank-bank BUMN bakal bertambah karena kredit macetnya dapat diselesaikan.

Di sisi lain, beban debitor berkurang, sehingga kinerjanya meningkat.

Selain itu, RUU yang masih digodok di DPR tersebut akan membuat bank-bank pelat merah, lebih leluasa bergerak dan memiliki kesetaraan perlakuan (same level of playing field) de- ngan bank-bank swasta, dalam menangani kredit macet maupun kredit bermasalah (non performing loan/NPL).

Apalagi bank-bank swasta tak keberatan terhadap aturan tersebut.

Demikian rangkuman wawancara dengan Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono, Direktur Finance and Strategy Bank Mandiri Tbk Pahala Nugraha Mansury,Direktur Keuangan BRI Tbk Achmad Baiquni, Presiden Direktur BCA Tbk Jahja Setiaatmadja, Direktur Bank Mega Tbk Kostaman Thayib, Direktur Keuangan Bank Danamon Tbk Vera Eve Lim, Wakil Direktur Utama Bank Permata Tbk Herwidayatmo, Direktur Korporasi BII Tbk Frans Rahardja Alimhamzah, dan pengamat ekonomi Raden Pardede. Mereka dihubungi Investor Daily secara terpisah di Jakarta.

Pemerintah dan DPR masih memfinalisasi UU Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah (UU PPNPD,) untuk menggantikan UU No 49 Prp Tahun 1960 tentang Penagihan Urusan Piutang Negara.

UU lama menetapkan piutang BUMN merupakan piutang negara. Itu dinilai merugikan bank- bank BUMN.

Hingga kini, total kredit macet hapus buku bank BUMN mencapai Rp 90 triliun.

Dari jumlah itu, Rp 22 triliun di antaranya milik PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).

Bank Swasta Setuju

Menur ut Sigit Pramono, jika haircut untuk bank-bank BUMN bisa diterapkan, bank swasta tidak akan keberatan.

“Aturan itu memang hanya berlaku untuk satu sisi saja atau bank BUMN saja. Itu menghambat bank BUMN untuk berkembang lebih cepat,” kata dia.

Sigit mengaku tidak khawatir persaingan antara bank BUMN dan bank swasta bakal lebih ketat akibat adanya perlakuan yang sama.

Pasalnya, revisi UU tersebut lebih fokus pada penanganan kredit bermasalah (non performing loan/NPL).

Pahala Nugraha Mansur y menjelaskan, jika UU PPNPD diberlakukan, bank BUMN akan memiliki kemampuan yang sama dengan bank-bank swasta, dalam menyelesaikan piutang bermasalah, terutama untuk utang yang harus dihapusbukukan.

“Kalau kredit bermasalah bisa diselesaikan dengan cepat, tentunya itu berpengaruh pada keuntungan bank BUMN. Mereka bisa mengatur cadangan untuk penyisihan lebih bagus dibanding saat ini,” ujar dia.

Pahala menambahkan, nasabah- nasabah yang selama ini bermasalah, namun bukan karena itikad buruk, dapat diberikan keringanan untuk menyelesaikan utangnya, jika UU itu diterapkan.

Achmad Baiquni mengungkapkan, saat ini nilai kredit yang dihapusbukukan di bank-bank BUMN cukup besar, termasuk di BRI.

“Kalau debitor- debitor yang sudah hapus buku diberi insentif, jadinya bersih. Mereka bisa bayar, tergantung kemampuannya. Itu akan mempercepat recovery,” tuturnya.

Menurut Baiquni, tidak hanya korporasi besar, nasabah-nasabah UMKM juga akan cepat pulih dan berusaha lagi setelah dihapus tagih.

“Perbankan bisa meraih pendapatan dari pemulihan aset tersebut, sehingga masuk ke pos laba. Dengan begitu, bank dapat memberikan kredit kembali kepada mereka,” paparnya.

Jika dapat melakukan haircut, kata Jahja Setiaatmadja, perlakuan yang diterima bank-bank BUMN akan lebih adil.

“Yang wajar memang harus seper ti itu. Kami tidak melihat bank BUMN dapat mengambil pasar bank swasta setelah diberikan kelonggaran itu,” ucap dia.

Jahja menjelaskan, selama ini ada wilayah saat bank-bank swasta tidak bisa masuk ke pasar bank BUMN.

“Bank swasta kan tidak dapat dana dari BUMN, tidak ada anggaran seperti APBN dan APBD,” ujarnya.

Menurut Kostaman Thayib, selama ini bank BUMN harus melalui prosedur yang panjang untuk bisa memberikan haircut.

Akibatnya, NPL bank BUMN cenderung lebih tinggi dibanding bank swasta. “Saat ini persaingannya memang berbeda. Tapi, kalau mereka boleh haircut, situasinya menjadi lebih fair,” kata dia.

Kostaman menambahkan, meski bank BUMN akan lebih fleksibel untuk bergerak, persaingan bank-bank pelat merah dengan bank swasta tidak serta- merta menjadi ketat.

“Bank BUMN hanya terhambat di sisi write-off. Yang jelas, itu bagus untuk bank BUMN dan bagi perbankan secara keseluruhan. Kredit macet itu kan akan menempel terus kalau tidak dihapus tagih,” tandas dia. Penulis: ID/Grace Dwitiya Amianti/ Entin Supriati sumber
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini