Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
PTN Berbadan Hukum
Admin
 Kamis, 31 Mei 2018 pukul 08:39:06   |   14730 kali

AKHIR-AKHIR ini eksistensi perguruan tinggi sedang menjadi sorotan berbagai pihak terutama menyangkut pemeringkatan pada tingkat internasional. Seperti diketahui bahwa saat ini ada tiga kategori PTN yakni PTN Satker, PTN Badan Layanan Umum (BLU), dan PTN BH (Badan Hukum). Khusus untuk PTN BH, maka memiliki regulasi yang lebih fleksibel menyangkut aspek akademik dan nonakademik, ternasuk aspek pengelolaan keuangannya. Meski begitu, pengelolaan keuangan pada PTN BH tetap harus akuntabel. Sebab, pertanggungjawaban kinerja PTN BH merupakan perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan rencana PTN BH dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 

Pertanggungjawaban keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran berupa laporan posisi keuangan (neraca), laporan aktivitas, cash flow, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), ditandatangani oleh rektor dan disampaikan kepada Majelis Wali Amanat (MWA) selambat-lambatnya lima bulan setelah tahun buku ditutup. Ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu kriteria yang digunakan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan yang meliputi perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan, serta audit. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dapat mengakibatkan denda, litigasi, atau konsekuensi lain bagi entitas yang dapat menimbulkan dampak material terhadap laporan keuangan. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang ditemukan dalam pemeriksaan keuangan, dimuat dalam laporan atas kepatuhan. 

Permasalahan utama yang dihadapi oleh 11 (sebelas) PTN BH adalah masalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan PTN BH yang masih mengharapkan adanya kemandirian (otonomi) yang luas dalam bidang keuangan sebagai badan hukum mandiri yang telah melakukan pemisahan kekayaannya, tetapi di lain pihak harapan PTN BH tersebut dihadapkan kepada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 48/PUU-XI/2013 tanggal 18 September 2014 yang menyatakan menolak permohonan pemohon atas uji materi Pasal 2 huruf g dan huruf i UU 17/2003. Artinya, kekayaan negara yang dipisahkan pada PTN BH termasuk ke dalam ruang lingkup keuangan negara. Sehingga saat ini ada 2 (dua) UU yaitu UU 12/2012 dan UU 17/2003 yang sama-sama merupakan hukum positif yang mengatur tentang kekayaan negara yang dipisahkan walaupun maknanya saling bertentangan atau diametral. 

Permasalahan di atas berimplikasi kepada penentuan kriteria audit atas pertanggungjawaban keuangan PTN BH. Ketentuan Pasal 2 huruf g, dan huruf i UU 17/2003 dan ketentuan Pasal 62, 64 dan 65 UU 12/2012 sama-sama merupakan hukum positif dan merupakan undang-undang organik dari UUD 1945, akan tetapi kedua UU tersebut memiliki perbedaan pandangan tentang ruang lingkup keuangan negara yang berimplikasi kepada proses penentuan kriteria untuk pengelolaan dan audit pertanggungjawaban keuangan PTN BH. UU 17/2003 mernandang status yuridis kekayaan negara yang dipisahkan masih tetap berstatus hukum keuangan negara. Sebaliknya, UU 12/2012 memandang bahwa PTN BH memiliki kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah, memiliki tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri, memiliki hak mengelola dana secara mandiri, transparan dan akuntabel. 

Dengan otonomi, keuntungan yang diperoleh, dipandang sebagai dan harta kekayaan badan itu sendiri. Sebaliknya bila terjadi suatu utang piutang atau kerugian dianggap menjadi beban PTN BH. PTN BH menjadi subjek hukum mandiri di samping manusia orang perorangnya (persona standi injudicio), sehingga PTN BH punya kedudukan mandiri. 
 



Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini