Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah
mengkaji penyesuaian tarif premi untuk menyambut produk asuransi Barang Milik
Negara (BMN) yang digagas pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu).
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur
Kelembagaan dan Produk Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Asep Iskandar
mengatakan, tarif premi disesuaikan lantaran aturan main saat ini belum
mengatur soal asuransi BMN.
Aturan yang dimaksud berupa Surat
Edaran (SE) OJK Nomor 6/SEOJK.5/2017 tentang Penetapan Tarif Premi atau
Kontribusi pada Lini Usaha Asuransi Harta Benda dan Asuransi Kendaraan Bermotor.
"Nanti tetap mengacu pada yang
lama, tapi mungkin ada penyesuaian tarif supaya lebih fleksibel, lebih merata,
lebih bisa diakses. SE 06 itu tidak bisa langsung comply diterapkan, jadi ada
penyesuaian," ujar Asep, Kamis (1/2). Asep bilang, penyesuain tarif premi
tak hanya diputuskan oleh wasit lembaga jasa keuangan. Namun, turut
mempertimbangkan masukan dari industri. Sayangnya, ia belum bisa memberikan
gambaran mengenai penyesuaian tarif tersebut lebih rinci.
Sebagai gambaran, saat ini menurut SE
OJK 06/2017, tarif premi atau kontribusi pada lini usaha asuransi harta benda
untuk sektor mining sebesar 0,49 persen untuk tarif bawah dan 0,613 persen
untuk tarif atas pada kelas konstruksi I.
Selanjutnya, kelas konstruksi II
sebesar 0,735 persen untuk tarif bawah dan 0,919 persen untuk tarif atas.
Kemudian, untuk kelas konstruksi III sebesar 0,98 persen untuk tarif bawah dan 1,225
persen untuk tarif atas.
Sementara itu, Asep mengestimasi,
penyesuaian tarif premi tersebut bisa selesai pada tahun ini. Sebab, pemerintah
mengestimasi, asuransi BMN dapat dilaksanakan pada tahun depan.
Selain melakukan penyesuaian tarif
premi, Asep bilang, kajian ulang terhadap SE OJK 06/2017 juga akan melihat
ketentuan produk. Pasalnya, produk asuransi saat ini mengatur secara terpisah,
misalnya produk asuransi properti hanya untuk gedung. Lalu, produk asuransi
kebakaran hanya untuk kasus kebakaran dan perluasannya.
Untuk itu, OJK melihat, bisa saja
nanti dibuat produk baru yang berbentuk paket dari perlindungan yang dibutuhkan
untuk BMN.
"Hal ini untuk memudahkan dan
memurahkan dari sisi premi tarifnya juga, daripada dia beli
sendiri-sendiri," imbuhnya.
Kendati begitu, Ketua Umum Asosiasi
Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dadang Sukresna melihat, sebenarnya OJK tak
perlu merubah aturan yang ada karena asosiasi menilai aturan yang saat ini
sudah cukup mewakili.
Namun, asosiasi tetap menyerahkan
keputusan aturan pada OJK sebagai regulator. "Sebenarnya bisa diperluas
saja, jalan dari yang sekarang saja," kata Dadang.
Berdasarkan data DJKN
Kemenkeu per semester I 2017, nilai BMN mencapai Rp2.183 triliun, di mana
sekitar 46,4 persennya berupa tanah.