Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
Tidak Amanah Soal Uang, Tidak Amanah Dalam Segaia Hal
Bisnis Indonesia, 13 desember 2016
 Selasa, 20 Desember 2016 pukul 18:47:33   |   2037 kali

Saya tak ingat persis kapan pertama kali berjumpa Marie Muhammad. Entah di Istora Senayan ketik ia berlari-lari kecil yang rutin dilakukannya setiap sore atau pada satu kegiatan pelatihan perpajakan di Puncak, Bogor.

Yang jelas, ketika saya mengenakan celana jins saat meliput di Departemen Keuangan, Jl. Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, ia berkomentar panjang. Saking panjangnya seorang staf protokol memelototi saya agar menjauh dari sang menteri.

Padahal, semua wartawan tahu kalau Pak Marie pelit berbicara. Namun soal celana jins itu, ia berbicara panjang lebar. Intinya, "celana jins itu bisa dikenakan kapan dan di mana saja. Pakai kemeja dan sepatu pantopel ini sudah cukup sopan untuk acara resmi," kata Mr. Clean, begitu ia akrab dipanggil.

Bukan hanya soal busana, pria yang menggemari musik klasik itu juga banyak berbicara soal Bisnis Indonesia mulai dari konten, pengarah koran ekonomi satu-satunya saat itu hingga ekspansi usaha. Ia menyarankan agar Bisnis menerbitkan koran dalam edisi bahasa Inggris.

"Namanya bisa Business Circle karena banyak sekali yang membutuhkan informasi ekonomi Indonesia dalam bahasa Inggris."

Saya ingat betul ketika harus mengejar Marie untuk mendapat keterangan penting darinya, sering kali ia menghindar sehingga tak keluar satu patah kata pun sebagai jawaban. Jika dia meletakkan telunjuk di mulutnya, pasti tak mau ngomong meskipun didesak dengan berbagai cara.

Cara menghindar pria kelahiran Surabaya, 3 April 1939, itu dari kejaran pers, mulai populer ketika ia menjabat dirjen pajak pada 1988-1993 hingga sebagai menteri keuangan Kabinet Pembangungan VI pada 1993-1998..

Namun tak selamanya penggemar sepak bola itu, pelit bicara. Menjelang pelaksanaan Festival Istiqlal 1995, kami diajak Marie ke Kuala Lumpur untuk meliput acara kerja sama Indonesia dan Malaysia di bidang multifinance.

Di sinilah loyalis kesebelasan Assyabaab Surabaya itu justru boros ngomong. Ia tidak berbicara soal kebijakan pemerintah di bidang keuangan, tetapi soal kegiatan sosial umat Islam. Ia ditugaskan oleh Presiden Soeharto sebagai ketua panitia acara pameran internasional Islami itu, sesuatu yang mewah di zaman Orde Baru.

Sahabat Marie, Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim ketika itu, mendampinginya untuk mencermati perkembangan Islam di Malaysia. Anwar dan Marie bersahabat ketika masing-masing sebagai aktivis Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sejak 1967, kala Marie sebagai Sekjen dengan Ketua Umum Nurcholis Madjid alias Cak Nur.

MENOLAK AMPLOP

Selain jujur, citra yang melekat pada sosok Marie adalah bersih dan sederhana. Julukan Mr. Clean yang disematkan oleh kalangan pers karena pejabat itu tak mau disogok. Jangankan sogok, gaji sebagai komisaris yang merupakan hak yang halal pun ditolaknya.

Cerita yang beredar di kalangan wartawan senior begini Sebagai Menteri Keuangan, Marie berkunjung kerja ke satu BUMN kehutanan di Sumatra. Malam sebelum rapat, seorang staf perusahaan mengantarkan cek senilai Rp400 juta ke hotel tempat Marie menginap. "Itu uang apa? tanya Marie.

"Itu bonus untuk bapak Isebagai komisaris yang mewakili pemerintah]. Sebab laba perusahaan tahun ini sangat baik." "Oh, letakkan saja di meja itu."

Besok paginya, komisaris Marie hadir dalam rapat BUMN itu, mendengarkan paparan tentang kondisi keuangan perusahaan dengan terinci.

Sebagai akuntan tangguh. Marie bertanya macam-macam detail kinerja finansial kepada direksi yang melaporkan dengan gembira tentang bagusnya kinerja bisnis perusahaan.

Pertanyaan akuntansi Marie tajam dan gamblang, membuat direksi kewalahan, dan akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa perusahaan tahun ini sebetulnya rugi, bukan untung. "Kalau rugi seperti ini, kenapa perusahaan bisa kasih saya duit 400 juta?"

Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan itu. Cek Rp400 juta pun dikembalikannya- dan diterima oleh pemberinya dengan malu, tentu saja. Cerita itu dalam dua hari ini kembali ramai di media sosial dan menjadi viral.

Pengakuan peran Marie dalam melawan korupsi juga tak ragu diucapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. "Saat beliau sebagai dirjen pajak kemudian menteri keuangan dan bahkan sesudah itu beliau bantu saya pada periode pertama. Beliau sangat konstan, konsisten, dan presisi dalam menjaga Kemenkeu terutama Direktorat Jenderal Pajak dari praktik korupsi."

Selain itu, Marie juga mewujudkan reformasi di sektor perbankan terutama dalam empat hal yakni meningkatkan kolektibilitas kredit, pinjaman yang diberikan sesuai dengan kaidah perbankan yang sehat, kredit diawasi tanpa mengganggu urusan internal peminjam, dan menurunkan biaya overhead.

Kenangan lain adalah soal kesederhanaan. Rumahnya terbilang sederhana untuk ukuran seorang pejabat tinggi di era Soeharto berkuasa, di bilangan Cipete, Jakarta Selatan, yang ditinggalinya hingga akhir hayat. Setelah salat ashar pada awal 1990-an, menjelang liputan ke Bandung, kami berangkat mengendarai mobil.

Di Purwakarta, kami mampir di warung makan Sunda yang sederhana. Menunya ikan kah, udang, tempe goreng dan pepes tahu. Marie bersama Ayu Resmayati, sang istri, begitu menikmati. Tampak ia sudah akrab dengan pelayan sekaligus pemilik warung itu.

Perjalanan ke Bandung selain urusan dinas, juga untuk menghadiri wisuda salah satu anaknya di Unversitas Parahyangan. Buah cinta Marie dan Ayu adalah Rifki Muhammad, Rifina Muhammad, dan Rahmasari Muhammad.

Di Bandung, wartawan menginap di hotel, tetapi Marie dan istri cukup di mess Kantor Pajak. Mr. Clean telah pergi. "Bila seorang tidak amanah soal uang, dia tidak akan amanah dalam segala hal." Selamat jalan Mr Clean. Ia meninggalkan kejujuran, kesederhanaan dan akhlak mulia. Lahyanto Nadie

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini