Pangkalpinang - Realisasi pendapatan
APBN regional Kepulauan Bangka Belitung sampai dengan Triwulan I 2023 mencapai Rp723,37 miliar atau tumbuh
sebesar 10,25 persen. Hal ini disampaikan oleh Kepala Kanwil DJPb Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung Edih Mulyadi saat kegiatan Media Briefing Kinerja Fiskal dan
Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I 2023 yang
diselenggarakan pada Selasa (18/04) oleh Perwakilan Kementerian Keuangan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Pada media briefing yang diadakan secara daring ini, Kanwil DJPb Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Edih Mulyadi menyampaikan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) regional s.d. 31 Maret 2023, yaitu total pendapatan Rp723,37 miliar dan total belanja Rp2,06T sehingga menghasilkan defisit regional sebesar Rp1,34 T. Untuk
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) s.d. 31 Maret 2023
mencapai Rp1.683,21 miliar, Belanja dan Pembiayaan Daerah sebesar Rp514,81 miliar. Pembiayaan Daerah Rp11,32 miliar dan
Akumulasi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Rp989,87 miliar.
Lebih
Lanjut, Edih Mulyadi mengungkapkan terkait neraca perdagangan di Kepulauan
Bangka Belitung mengalami surplus sebesar USD 130.24
juta,
naik 45,08 persen dibandingkan bulan
sebelumnya. Kinerja ekspor ditopang
oleh ekspor non migas dengan komoditas utama berbasis sumber daya alam seperti timah
murni batangan, produk turunan CPO, kaolin, ikan, dan lada.
Terkait isu tematik pengelolaan sampah, pengelolaan air bersih dan sanitasi layak harus menjadi perhatian pada saat ini. Data dari Pemerintah Daerah Bangka Belitung mengungkapkan bahwa pengurangan dan penanganan sampah di Babel tahun 2022 masih jauh di bawah target tahun 2025. Data dari Dinas Lingkungan Hidup Bangka Belitung mengungkapkan, tahun 2023 target Retribusi Persampahan di Kepulauan Bangka Belitung mencapai Rp8,30M dan realisasi s.d. akhir Maret mencapai Rp1,54M atau 18,53 persen dari target. Beberapa kendala yang dialami dalam penerimaan retribusi persampahan, yaitu minimnya petugas penagih retribusi, sedangkan jumlah wajib retribusi lumayan besar dan cakupan wilayah yang luas sehingga menyebabkan keterlambatan pada saat penagihan. (TimKIHI – 08)