Jakarta – Pemerintah
bertanggung jawab melakukan inventarisasi dan identifikasi seluruh Barang Milik
Negara (BMN), termasuk BMN berupa tanah. Setelah dilakukan inventarisasi dan
identifikasi, BMN berupa tanah wajib dilakukan sertifikasi, sebagaimana amanat pasal
49 ayat 1 Undang-Undang nomor 1 Tahun 2004. Hal ini disampaikan Kepala
Subdirektorat BMN III Bambang Sulistyono saat media briefing DJKN secara
virtual pada Jumat (8/4).
“Pada
tahun 2021, kita berhasil sertifikatkan 27.983 bidang tanah,” ujar Bambang.
Secara
keseluruhan hingga tahun 2021, BMN berupa tanah yang telah disertifikatkan sebanyak
64.050 bidang. Adapun target sertifikiasi tahun 2022 adalah 32.636 bidang,
terdiri dari tanah belum bersertifikat sebanyak 23.737 bidang dan penggantian
nama atas tanah bersertifikat belum sesuai ketentuan (BBSK) sebanyak 8.899 bidang.
Lebih
lanjut, Bambang mengatakan bahwa pensertifikatan BMN berupa tanah dilakukan sebagai
upaya tertib administrasi dan untuk memberikan kepastian hukum. Selain itu,
sertifikasi juga bertujuan untuk mengamankan aset sekaligus memberikan
perlindungan hukum kepada pemegang Hak Atas Tanah dalam hal ini Pemerintah,
sehingga BMN tersebut dapat secara optimal dimanfaatkan fungsinya untuk
kepentingan pelaksanaan tugas pemerintahan dan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Kesuksesan
program percepatan sertipikasi BMN berupa tanah sangat perlu dukungan dari 3
pihak yaitu Kementerian Keuangan dalam mengalokasikan anggaran yang diperlukan
dalam rangka pelaksanaan pensertipikatan BMN berupa tanah, Kementerian/Lembaga
mengajukan tanah yang akan diajukan dalam program percepatan sertipikasi dan
Kementerian ATR/BPN dalam melaksanakan pensertipikatan BMN berupa tanah”,
pungkasnya. (er/ey)