Surabaya – Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih
Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) melakukan penyitaan
atas aset dari Kaharudin Ongko yang merupakan obligor PKPS Bank Umum Nasional pada
Rabu (23/02). Penyitaan dilakukan atas sebidang tanah yang berada di
wilayah Kelurahan Jagir, Kecamatan Wonokromo, Kotamadya
Surabaya, Jawa Timur dengan luas total 31.530 m2.
Dalam penyitaan ini Djanurindro Wibowo, selaku perwakilan pokja
Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI menyampaikan bahwa Kaharudin Ongko masih
mempunyai outstanding kepada Negara atas Bank Umum Nasional sebesar Rp7,72
triliun dan Bank Arya Panduarta sebesar Rp359 miliar. “Terimakasih karena
telah bersama-sama mengembalikan hak tagih negara, mudah-mudahan hak negara
makin bisa kita amankan,” ujarnya dihadapan seluruh pihak yang hadir.
Penyitaan ini
dihadiri oleh Tim Satgas
Gakkum BLBI Bareskrim (Kombes Yuldi Yusman, Kombes Pol Bagus Suropratomo, AKBP
Nona Pricillia Ohei, AKBP Agus Waluyo, dan anggota tim lainnya), Tim dari
Polrestabes Surabaya, Kapolsek Wonokromo, Aparat Penegak Hukum terkait, Kepala
Kanwil DJKN DKI Jakarta A. Yanis Dhaniarto, Kepala Kanwil DJKN Jawa Timur Tugas
Agus Priyo Waluyo, dan Kepala KPKNL Surabaya Andy Pardede.
Pada kesempatan yang sama, perwakilan kepala satgas Gakkum BLBI Bagus
Suropratomo menyampaikan bahwa pihaknya akan terus mendukung upaya pengembalian
hak tagih negara atas dana BLBI. “Negara tidak akan kalah, dan kita adalah
punggawa-punggawa negara yang harus mengawal tugas yang diberikan oleh negara
pada kita, kita akan mengawal terus karena pengamanan ini tidak hanya saat ini
saja namun akan ada kegiatan-kegiatan lain di seluruh Indonesia,” terangnya.
Penyitaan asset jaminan ini dilakukan oleh Anggota PUPN Cabang Jawa
Timur yaitu KPKNL Surabaya diwakili oleh juru sita Piutang Negara, Pujiani.
Sesuai ketentuan, asset jaminan Kaharudin Ongko yang telah disita ini
dilanjutkan proses pengurusannya melalui mekanisme ketentuan di bidang
Pengurusan Piutang Negara seperti penjualan secara terbuka (lelang) dan/atau
penyelesaian lainnya.
Terkait kegiatan jual-beli yang ada di lokasi aset, dalam siaran
persnya, Ketua Satgas BLBI menyatakan bahwa pihak-pihak yang saat ini melakukan kegiatan usaha di
lokasi tersebut, masih dapat melakukan kegiatan usahanya sampai dengan dilakukan
pengurusan lebih lanjut oleh Satgas BLBI.
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa Satgas
BLBI akan terus melakukan upaya berkelanjutan untuk memastikan pengembalian
hak tagih negara melalui serangkaian upaya seperti pemblokiran, penyitaan, dan
penjualan aset-aset obligor/debitur yang merupakan barang jaminan maupun harta
kekayaan lain yang dimiliki obligor/debitur yang selama ini telah mendapatkan
dana BLBI.
Sebagai informasi, Kaharudin Ongko menandatangani Master
Refinancing and Notes Issuance Agreement (MRNIA) pada tanggal 18 Desember 1998
karena Kaharudin Ongko dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menyepakati
Jumlah Kewajiban Pemegang Saham (JKPS).
MRNIA adalah perjanjian yang ditandatangani oleh pemegang saham bank penerima BLBI
yang dianggap tidak cukup untuk menutup seluruh kewajibannya sehingga mereka
harus memberikan jaminan pribadi (personal guarantee).
Salah satu kewajibannya yang harus dipenuhi Kaharudin Ongko berdasarkan
MRNIA adalah harus menyerahkan aset-aset berupa properti dan kepemilikan saham
pada 20 perusahaan. (dah)