Jakarta - Tugas dan fungsi Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN) yang luas dan beragam, menimbulkan sebuah konsekuensi
logis adanya perkara hukum di hampir seluruh badan peradilan, tak terkecuali di
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal tersebut disampaikan Direktur Hukum
dan Humas, Tri Wahyuningsih Retno Mulyani saat membuka Focus Group Discussion
Tahun 2021 dengan tema 'Penanganan Perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara yang
Profesional' yang berlangsung secara daring pada Rabu (27/10).
Direktur Hukum dan Humas menerangkan bahwa pasca terbitnya
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah (UU AP) serta
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
berpengaruh pada meningkatnya jumlah perkara yang harus ditangani oleh DJKN.
"Dalam catatan kami, sampai dengan September 2021 terdapat 101 perkara di
PTUN. Beberapa substansi masalah yang banyak dijadikan objek gugatan di
Peradilan TUN, antara lain keberatan atas putusan Komisi Informasi, pembatalan
sertifikat tanah Barang milik negara, penetapan status penggunaan atas tanah
milik negara, serta risalah lelang dan
surat penetapan jadwal lelang," ungkapnya.
Narasumber I Dosen Hukum Acara PTUN Universitas Diponegoro
Semarang Ayu Putrijanti dalam pemaparannya menjelaskan bahwa ditinjau dari
fungsinya pada sebuah negara hukum, peradilan tata usaha negara memiliki fungsi
untuk melindungi hak asasi warga negara serta fungsi kontrol terhadap
penyelenggaraan pemerintahan. “Terbitnya UU AP merupakan sebuah paradigama baru
penyelenggaraan pemerintahan yang perlu disikapi dengan penyesuaian,
sinkronisasi, dan harmonisasi peraturan pemerintah,” ujarnya.
Sementara itu, narasumber II Hakim PTUN Bandung, Dewi
Asimah pada kesempatan pemaparan materi dengan judul 'Praktik dan Penerapan
Hukum Acara Tata Usaha Negara' menjelaskan bahwa saat ini proses
sidang/beracara di PTUN menggunakan sistem sidang secara elektronik (e-court). “Dengan
e-court ini para pihak yang terlibat tidak perlu untuk datang secara langsung
ke PTUN,” ungkapnya.
Dewi juga mengingatkan pentingnya upaya administratif
berupa banding dan/atau keberatan ditingkat lembaga pemerintah, sebelum suatu
perkara diajukan ke PTUN.
Acara yang dihadiri oleh lebih dari 300 peserta dari Kantor
Pusat DJKN, Kanwil DJKN, dan KPKNL ini berlangsung lebih dari 3 jam ini ditutup
dengan sesi tanya jawab. Acara ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru
serta peningkatan kompetensi di bidang hukum acara TUN, serta membentuk
profesionalisme pegawai dan pejabat DJKN dalam kaitannya dengan penanganan
perkara. (ss/fz-humas)