Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
selaku pelaksana fungsional atas kewenangan dan tanggung jawab Menteri Keuangan
selaku Pengelola aset negara dalam hal ini Barang
Milik Negara (BMN) berwenang menetapkan pemanfaatan BMN yang berada pada
pengguna barang yakni kementerian/lembaga (K/L). Pada dasarnya, BMN diperuntukkan sebagai penunjang
pelaksanaan tugas dan fungsi K/L. Pemanfaatan BMN merupakan langkah pemerintah
dalam mengoptimalisasikan aset sehingga lebih bernilai guna. Pemanfaatan dalam konteks
BMN memiliki ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan baik bagi pengelola,
pengguna, maupun mitra yang memanfaatkan BMN.
Terkait pemanfaatan ini, Direktur Barang Milik Negara
Encep Sudarwan menjelaskan bahwa terdapat beberapa prinsip dalam melakukan
pemanfaatan BMN. Pada prinsipnya, pemanfaatan BMN dapat dilakukan apabila tidak
mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi K/L dan tidak mengubah status
kepemilikan pada BMN yang dimanfaatkan. “Kalau ada Bapak/Ibu lihat BMN dikelola
swasta, it’s okay, tapi itu tidak
mengubah kepemilikan, tetap barang milik negara,” tegasnya saat media briefing daring
pada Jumat (16/4/21).
Selain itu, ujar Encep, biaya atas pemanfaatan BMN
disetorkan seluruhnya ke Kas Negara sebagai penerimaan negara kecuali ditentukan
lain oleh Undang-Undang. BMN juga dapat dilakukan dalam rangka penyediaan
infrastruktur. Adapun penilaian dalam rangka pemanfaatan BMN dilakukan oleh
penilai pemerintah atau penilai publik.
Bentuk pemanfaatan yang dapat dilakukan terhadap BMN
yakni sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan (KSP), Bangun Guna Serah/Bangun
Serah Guna (BGS/BSG), kerja sama penyediaan infrastruktur (KSPI), Kerja Sama
Terbatas untuk Penyediaan Infrastruktur (Ketupi). Masing-masing bentuk
pemanfaatan memiliki ketentuan sesuai PP 28 tahun 2020 tentang perubahan atas
peraturan pemerintah nomor 27 tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik
negara.
“Contoh beberapa pemanfaatan yang dilakukan Pemerintah
yakni pinjam pakai yang dilakukan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di
Purbalingga, kemudian Bandara Raden Inten II di Lampung oleh Kementerian
Perhubungan dan pemanfaatan sewa tanah reklamasi untuk galangan kapal di
Cirebon,” ujar Encep.
Aset TMII
Terkait aset TMII, Encep menjelaskan bahwa berdasarkan
Keputusan Presiden nomor 51 tahun 1977 tanggal 10 September 1977, Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) merupakan milik negara, namun penugasan dan
pengelolaannya dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita (YHK). Demi pengelolaan TMII
yang lebih baik, Presiden Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan
Presiden Nomor 19 Tahun 2021 yang antara lain mengembalikan pengelolaan TMII
kepada Kementerian Sekretariat Negara, dengan masa transisi paling lama 3 bulan
dimana DJKN turut dilibatkan sebagai anggota tim transisi dimaksud. “Kami akan
cek kembali barang (aset negara-red) di sana,” tuturnya.
Saat ini, DJKN mencatat nilai aset
TMII mencapai Rp20,5 triliun berupa tanah. Adapun detil aset masih perlu
dilakukan inventarisasi untuk kepastian data yang valid. Selain aset BMN, di
dalamnya juga terdapat aset milik daerah dan pihak lain yang berkerja sama
dengan Badan Pelaksana Pengelolaan dan Pengusahaan TMII (BP3 TMII). (er/ey)