Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Direktur Hukum dan Humas: Kepentingan Keuangan Negara Harus Terlindungi
Eka Wahyu Yuliasari
Kamis, 10 Desember 2020 pukul 09:46:56   |   490 kali

Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) membuka kesempatan kepada Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) untuk menegaskan kembali kedudukan hak negara sebagai hak preferens dalam kepailitan dan PKPU. “Perlu kiranya kita memperhatikan bagaimana kita menyikapi adanya perubahan atas UU Kepailitan ini. Kita tetap ingin bahwa kepentingan keuangan negara harus terlindungi,” ujar   Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Tri Wahyuningsih Retno Mulyani saat membuka Forum Group Discussion (FGD) yang melibatkan ahli hukum keuangan negara dan dosen hukum kepailitan dengan mengambil tema “Kedudukan Hak Negara dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU” pada Kamis (10/12) secara daring.


Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat menyampaikan bahwa dalam kepailitan sering berimplikasi kepada kepentingan keuangan negara. “Faktanya, kepentingan negara atau kepentingan keuangan negara tidak begitu terlindungi dengan adanya UU kepailitan yang ada ini,” tambahnya.


Ia meminta kepada para peserta yang secara langsung menghadapi kasus-kasus di lapangan untuk memanfaatkan FGD ini sebagai wadah diskusi untuk mendapatkan kajian komprehensif yang dapat dijadikan bahan masukan dalam RUU perubahan dimaksud.


Ahli Keuangan Negara Siswo Sujanto menjelaskan bahwa dalam praktiknya, kedudukan hak negara seringkali dipersamakan dengan kreditur konkuren sehingga banyak dari hak negara tidak dapat dicatat dalam daftar kreditur, seperti piutang lembaga sui generis. “Penanganan piutang negara ini haruslah dimulai berdasarkan hirarki pemikiran yaitu dari filosofi atau konsep hukum keuangan negara,” ungkapnya.


Dalam kepailitan, lanjutnya, kedudukan negara harus dilihat dari hubungan antara pemerintah dan rakyat. Sebagaimana dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Tahun 1945, kewajiban negara adalah memenuhi kebutuhan rakyatnya. “Kewajiban negara itu mengakibatkan pengeluaran negara dan selanjutnya melahirkan hak negara,” jelasnya. Menggunakan kacamata hukum keuangan negara tersebut, hak negara perlu mendapat kedudukan preferens karena nantinya akan digunakan kembali untuk kepentingan masyarakat banyak.


Pada kesempatan yang sama, akademisi sekaligus dosen di Universitas Indonesia Parulian Paidi Aritonang menyampaikan bahwa menurut pasal 60 UU Nomor 37 tahun 2004, negara adalah kreditur preferens dan memiliki hak istimewa. Namun, kelemahan hak negara dalam UU tersebut selama ini adalah aturan terkait hal itu masih multi tafsir karena belum tertulis secara eksplisit. “Dari forum kita bisa mendengar bagaimana tafsir atau usulan publik yang baik yang diharapkan masuk dalam pembuat kajian akademik sebagai bahan revisi kedudukan negara,” ujarnya menutup paparan.


Kegiatan FGD yang dilaksanakan secara daring zoom.us ini dihadiri oleh 482 orang yang terdiri dari perwakilan Biro Advokasi Sekretariat Jenderal Kemenkeu, perwakilan dari unit eselon I di lingkungan Kemenkeu, perwakilan dari Lembaga Sui Generis (Special Mission Vehicles) di bawah Kemenkeu, serta para pegawai di lingkungan DJKN dan Lembaga Manajemen Aset Negara. (lia-humasDJKN)

 

 

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini