Jakarta – Peran Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) terus diupayakan untuk pemulihan ekonomi nasional, salah satunya
melalui akselerasi belanja negara. Hingga Oktober 2020, total belanja negara
mencapai Rp2.041,8 triliun atau tumbuh 13,6% dari tahun lalu yang hanya sebesar
1.797 triliun. Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat
Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta (APBN KiTa) yang diselelnggarakan secara
virtual pada Senin (23/11).
Belanja
Kementerian/Lembaga (K/L) hingga Oktober 2020 sebesar Rp1343,8 triliun atau 68%
dari total anggaran belanja tahun ini (tumbuh 19,9%). Belanja pegawai dalam hal
ini turun 1,7%, belanja barang tumbuh 11,7%, belanja modal negatif 11% dan
belanja bantuan sosial mengalami kenaikan yang luar biasa yaitu 86,3%. “Ini
yang tadi melindungi masyarakat sehingga terlihat kemampuan kita untuk bisa
mengurangi dampak negatif covid terhadap kemiskinan,” ujarnya.
Sedangkan untuk belanja
non K/L yang terutama menampung banyak sekali program Pemulihan Ekonomi
Nasional (PEN) di bidang kesehatan, perlindungan sosial, bantuan upah, terlihat
adanya kenaikan hingga sebesar 26,8% atau mencapai Rp618,2 triliun. Transfer
Keuangan Daerah dan Dana Desa (TKDD) juga mengalami kenaikan 3,1% atau mencapai
Rp698 triliun.
“Realisasi belanja yang
mengalami akselerasi sangat cepat di kuartal ketiga ini menggambarkan bahwa
keseluruhan Kementerian Lembaga melakukan berbagai kegiatan yang bisa
diharapkan mendongkrak kembali ekonomi,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia
menjelaskan bahwa realisasi belanja barang tumbuh sebesar 11,7% terutama untuk
program-program PEN, yakni kesehatan dan bantuan pemerintah. Untuk belanja
operasional jasa dan perjalanan dinas mengalami penurunan karena dipengaruhi
oleh kebijakan pembatasan sosial. Sedangkan belanja barang yang diserahkan dan
BLU mengalami kenaikan, terutama didorong oleh pelaksanaan program PEN dan
peningkatan belanja BLU untuk biodesel dan kelapa sawit.
Sementara itu, belanja
untuk Kementerian Kesehatan juga meningkat lebih tinggi karena penanganan Covid-19,
terutama untuk perawatan pasien, alat kesehatan dan sarana pra sarana
penanganan Covid-19. Untuk belanja pada Kementerian Tenaga Kerja dan UKM
mengalami kenaikan lebih tinggi karena bantuan upah dan bantuan produktif usaha
mikro. Dalam hal ini program program ini telah memberikan peningkatan belanja
barang yang membantu masyarakat.
Untuk belanja modal yang
mengalami kontraksi 11% didorong oleh kebijakan refocusing untuk mendukung
penanganan Covid-19. “Belanja modal memang lebih rendah karena tadi refocusing,
dalam hal ini realisasinya Rp89,7 triliun terutama didukung oleh berbagai
Kementerian Lembaga yang belanja modalnya besar yaitu Kementerian Pertahanan
yang memang anggarannya paling besar dan mereka sudah mengeksekusi untuk
kegiatan pengadaan alutsista dan alat-alat yang berhubungan dengan kesehatan
juga,” ungkapnya.
Kementerian ESDM juga
mengalami kenaikan belanja modal untuk infrastruktur terutama untuk proyek gas
bumi dan untuk rumah tangga. Sedangkan untuk Kementerian PUPR dan Kementerian
Perhubungan masih lebih rendah namun proyek-proyeknya sudah mulai direalisasi
di dalam rangka untuk membantu konektivitas.
Penyerapan belanja
kementerian masih tumbuh lebih baik dibandingan dengan tahun 2019, terutama
karena danya belanja untuk penanganan Covid-19, diantaranya Kementerian
Pertahanan sebesar Rp91,3 triliun (tumbuh sebesar 11,4%), Kementerian Sosial
juga tumbuh sangat tinggi yakni 121,3% atau telah dibelanjakan sebesar Rp116
triliun, Kementerian Kesehatan sebesar Rp69,6 triliun (tumbuh 48,8%), Kemdikbud
sebesar Rp48,5 triliun (tumbuh 84,1%). Kementerian Ketenagakerjaan Rp17,3
triliun (tumbuh 363%) digunakan untuk penyaluran subsidi upah/gaji bagi pekerja
buruh, dan Kementerian Koperasi dan UKM sebesar Rp22,4 triliun (tumbuh 3.171%)
digunakan untuk penyaluran bantuan mikro.
“Ini menggambarkan dimana letak prioritas belanja pemerintah yaitu berbagai kementerian yang memang memberikan bantuan langsung kepada masyarakat,” pungkas Menkeu. (humasDJKN)