Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
LPI, Kunci Pemerintah Dapatkan Kepercayaan Investor
Eka Wahyu Yuliasari
Rabu, 18 November 2020 pukul 11:21:37   |   3636 kali

Jakarta – Untuk menjadi lima besar kekuatan dunia pada tahun 2045 sebagaimana aspirasi yang disampaikan oleh Presiden RI Joko WIdodo, Indonesia perlu melakukan percepatan pembangunan. Namun pada prakteknya, ada kesenjangan antara kebutuhan dan kapasitas pembiayaan pembangunan nasional. Melalui Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah mendirikan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) untuk merespon kebutuhan pembiayaan dan penambahan investasi melalui Foreign Direct Investment (FDI). Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) Isa Rachmatarwata dalam kegiatan Webinar Peranan Regulasi Bidang Keuangan Negara untuk Mendukung Kemudahan Berusaha dan Berinvestasi pada Rabu (18/11). 

Isa mengatakan bahwa sebenarnya cukup banyak investor asing yang tertarik melakukan investasi, tetapi masih enggan menempatkan dananya di Indonesia. Hal ini, lanjutnya, disebabkan karena belum adanya lembaga investasi di Indonesia yang dianggap mampu menjadi mitra strategis yang kuat secara hukum dan tata kelolanya. “Perlu terobosan khusus untuk menciptakan satu mitra investasi yang andal dan bisa dipercaya oleh investor global,” ungkapnya. Hal inilah yang akhirnya mendasari urgensi perumusan beberapa pasal di UU Cipta Kerja untuk membentuk suatu lembaga yang diberi kewenangan khusus (sui generis) dalam rangka pengelolaan investasi. 

Dalam penjelasannya lebih lanjut, Dirjen KN memaparkan bahwa tujuan investasi pemerintah melalui payung hukum tersebut adalah untuk memperoleh manfaat ekonomi, manfaat sosial, serta memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional. “Untuk kegiatan investasinya sendiri tentu harus memperoleh keuntungan. Bagi masyarakat atau perekonomian secara luas, dia juga bisa menyelenggarakan kemanfaatan umum misalnya penciptaan lapangan kerja dan sebagainya,” ujarnya.

Isa menambahkan bahwa LPI juga bisa dijadikan sebagai vehicle pemerintah atau BUMN untuk meningkatkan nilai asetnya. Aset negara atau BUMN tertentu dapat dipindahtangankan atau dititipkan untuk dikelola oleh LPI secara lebih baik. “Sehingga akan menghasilkan leverage yang lebih baik yang tentunya akan memberikan manfaat lebih besar kepada BUMN atau negara, tapi juga pembangunan lain,” jelas Dirjen KN.

Pendirian LPI diawali dengan pemberian modal sebesar Rp15 triliun yang nanti secara bertahap akan dikembangkan menjadi Rp75 triliun pada tahun 2021. Untuk penambahan modal di kemudian hari akan dilakukan melalui PMN dan kapitalisasi laba ditahan di LPI. 

“10% dari laba LPI yang diperoleh setiap tahunnya direncanakan akan disisihkan untuk membentuk cadangan wajib. Penyisihan laba untuk cadangan wajib bisa dihentikan ketika akumulasi cadangan wajib sudah mencapai 50% modal LPI pada saat ini,” jelasnya.

Sementara, lanjut dia, bagian laba yang tidak dimasukkan ke cadangan wajib, akan menjadi laba ditahan. Dalam hal akumulasi laba ditahan sudah melebihi 50% dari modal LPI, kelebihannya baru dapat digunakan sebagai pembagian laba untuk pemerintah paling banyak 30% dari laba tahun sebelumnya.

Dengan penyiapan pembentukan lembaga pengelola investasi tersebut, secara tidak langsung pemerintah juga sebetulnya sedang berupaya mendorong perbaikan iklim investasi. Ia berharap, nantinya tidak hanya LPI saja yang mendatangkan investasi. “Karena lingkungannya tercipta menjadi lebih baik, maka kita bisa berharap masuknya investasi luar negeri walaupun tidak melalui LPI,” tutup Isa. 

Saat ini, penyelesaian tiga rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan UU Cipta Kerja masih intens dilaksanakan agar LPI dapat segera beroperasi.

Pertama adalah RPP Modal Awal LPI, dan yang kedua adalah RPP tentang tata kelola dan kepengurusan LPI. Kedua rancangan ini sudah mencapai tahap proses harmonisasi. Sementara RPP ketiga tentang Perlakuan Perpajakan LPI kini memasuki tahap pra-pembahasan antar kementerian.

Dalam diskusi daring yang diselenggarakan via zoom.us dan disiarkan langsung melalui Youtube Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan tersebut, hadir pula sebagai narasumber adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM Benny Riyanto, Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti, dan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Awan Nurmawan Nuh. (lia/humas DJKN)


Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini