Jakarta – Sebagai asset manager dari seluruh Barang Milik
Negara (BMN) di Indonesia, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) terus
berupaya meningkatkan optimalisasi BMN sehingga dapat bermanfaat bagi
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Semangat ini pula yang mendasari penyusunan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan BMN. Menurut Direktur
BMN Encep Sudarwan, terdapat empat hal penting terkait PMK tersebut.
“Yang pertama adalah perbaikan
tata kelola pemanfaatan BMN untuk mendukung penerimaan dari PNBP, kemudian pemberian
dukungan terhadap dunia usaha, simplifikasi peraturan, serta pemberian insentif
kepada kementerian/lembaga,” ungkapnya kepada para pegawai dari seluruh unit
vertikal DJKN yang hadir sebagai peserta pada webinar sosialisasi PMK Nomor 115
Tahun 2020, Selasa (13/10).
PMK Nomor 115 Tahun 2020 mengatur
enam skema pemanfaatan BMN, yaitu Sewa, Pinjam Pakai, Bangun Guna Serah/Bangun
Serah Guna (BGS/BSG), Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), Kerja Sama Penyediaan
Infrastruktur (KSPI), dan Kerja Sama Terbatas untuk Penyediaan Infrastruktur
(Ketupi).
Terkait penyewaan BMN, Kepala
Seksi BMN II D Dwi Kurniawan Saputro mengatakan bahwa terdapat skema baru
sehubungan dengan tarif pokok. “Pada saat menerima permohonan kemudian
melakukan penilaian, pengelola barang juga sudah menyiapkan daftar tarif pokok
Sewa. Ini dilakukan di awal tahun,” ucapnya. Selain itu, objek Sewa dapat
ditawarkan melalui media pemasaran dan penyewa juga dapat dijaring melalui
lelang hak menikmati.
Adapun formula besaran sewa
dikenakan faktor penyesuai yang didasarkan pada jenis kegiatan usaha sebagai
dukungan kepada kegiatan sosial-ekonomi masyarakat. “Untuk bisnis pure 100%, non-bisnis 30-50%, sosial
2,5%,” ujarnya.
Selanjutnya, Kepala Seksi
BMN IA Arif Widodo menyampaikan bahwa pada Pemanfaatan dengan bentuk Pinjam
Pakai yang dilakukan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah atau
Desa, dimungkinkan bagi Peminjam pakai untuk mengubah BMN. “Sepanjang untuk
menunjang penyelenggaran pemerintahan daerah atau desa, dengan tidak melakukan
perubahan yang mengubah fungsi dan/atau penurunan nilai BMN,” katanya.
Ia juga menyatakan bahwa
pada skema KSP, terdapat pengaturan baru untuk calon mitra yang berstatus
pemrakarsa atau pemohon KSP. “Ini dapat diberikan kompensasi dalam tender,
yaitu tambahan nilai penawaran sebesar 10%, hak untuk melakukan penawaran
terhadap penawar terbaik atau right to
match, dan pembelian prakarsa KSP oleh pemenang Tender, termasuk hak
kekayaan intelektual yang menyertainya,” paparnya. Ketentuan ini, ujarnya, juga
berlaku pada tender dalam pemilihan mitra skema BGS/BSG.
Sementara itu, Kepala Seksi
BMN III B Endratno menyampaikan bahwa regulasi KSPI umumnya mengacu kepada skema
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). “Kapan permohonan dari Pengguna
Barang atau PJPK (Penanggung Jawab Proyek Kerjasama.red) mengajukan permohonan
ke Pengelola Barang terkait KSPI? Bahwa integrasi dari KPBU dan KSPI,
permohonannya (KSPI.red) dapat dilakukan pada saat KPBU dalam tahap penyiapan,”
ungkapnya.
Lebih lanjut, Kepala Seksi BMN I B Naf’an Widiarso memaparkan skema Ketupi yang baru muncul pada PMK Nomor 115 Tahun 2020. Seperti bentuk Pemanfaatan BMN lainnya, Ketupi bertujuan untuk optimalisasi BMN dan meningkatkan fungsi operasional. “Juga untuk mendapatkan pendanaan untuk pembiayaan penyediaan infrastruktur. Pendapatan ini nanti akan dikelola oleh BLU dan akan langsung digunakan untuk pembiayaan penyediaan infrastruktur sejenis,” tuturnya.
PMK Nomor 115 Tahun 2020
tentang Pemanfaatan BMN juga mengakomodir penyederhanaan proses bisnis dan
penyesuaian tarif pemanfaatan aset negara atau BMN akibat kondisi tertentu. Adapun
kondisi tertentu yang dimaksud adalah penugasan pemerintah, bencana alam, bencana
non alam (termasuk di dalamnya pandemi Covid-19), dan bencana sosial. (nf/humas
DJKN)