Samarinda
– Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) telah melaksanakan revaluasi
Barang Milik Negara (BMN) pada kurun waktu 2017-2018 lalu. Direktur Jenderal
Kekayaan Negara (Dirjen KN) Isa Rachmatarwata mengatakan bahwa pelaksanaan
revaluasi itu telah memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana memiliki
tata kelola aset yang baik. “Revaluasi bukan sekadar angka. Yang penting bukanlah
angka nilai aset yang naik, tetapi bagaimana kita belajar melakukan tata kelola
aset yang baik, membangun proses yang dilengkapi dengan transparansi,
akuntabilitas, fairness, dan independensi,” tandasnya saat menjadi keynote
speaker pada webinar yang diinisiasi oleh Kantor Wilayah (Kanwil) DJKN
Kalimatan Timur dan Utara (Kaltimtara) bertajuk Pengosongan dan Optimalisasi
Rumah Negara yang Terindikasi Underutilized/Idle, Selasa (25/08).
Terkait
tata kelola aset yang baik, Rumah Negara merupakan salah satu BMN yang saat ini
menjadi perhatian pengelola barang untuk dioptimalkan penggunaannya. Direktur
BMN DJKN Encep Sudarwan menegaskan bahwa fungsi dasar rumah negara, yaitu
sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta menunjang
pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. Berdasarkan data
ketersediaan rumah negara dan jumlah pegawai negeri pusat, saat ini baru
sekitar 18% rumah negara yang dapat memenuhi kebutuhan temoat tinggal pejabat/ASN
(171.281 rumah negara dibanding 953.371 pejabat/ASN). Padahal masih banyak
rumah dinas yang belum digunakan (idle). “Bisa jadi masalahnya bukan terletak
di produksi, tetapi di distribusi/alokasi, baik itu di K/L (Kementerian/Lembaga
–red) nya sendiri atau K/L lain dengan Pemda (Pemerintah Daerah –red),”
tuturnya.
Kepala
Biro Advokasi Setjen Kemenkeu Tio Serepina Siahaan mengungkapkan bahwa saat ini
masih terdapat rumah dinas milik negara yang dikuasai oleh Penghuni Tanpa Hak
(PTH). Oleh karena itu, bentuk dari pengamanan aset negara, penting untuk
pengelola aset melakukan pengosongan rumah dinas tersebut. “Pembiaran rumah
dinas yang dikuasai oleh PTH pada akhirnya akan menjadi bom waktu yang dapat
berujung pada hilangnya aset negara, dalam hal ini melalui adanya suatu gugatan
seperti yang pernah terjadi di beberapa daerah seperti rumah dinas di Asem
Rowo, Bali, Medan, dan Bandung,” ujarnya. Saat ini gugatan menjadi tren korupsi
(mengambil alih aset negara) model baru yang legal.
Sementara,
Kepala Biro Manajemen BMN dan Pengadaan Setjen Kemenkeu Edy Gunawan menjelaskan
bahwa banyak satuan kerja (satker) tidak menganggarkan biaya pemeliharaan
negara karena terikat dengan salah satu klausa dalam SIP (Surat Izin
Penghunian), yang menyatakan bahwa biaya pemeliharaan dibebankan atas penghuni.
Untuk mengatasi hal tersebut, Edy mengusulkan agar sebelum dilakukan
penandatanganan SIP, satker segera mengalokasikan anggaran rehabilitasi,
sehingga penghuni dapat mulai menempati rumah dinas dengan kondisi baik. Hal
ini sebenarnya sejalan dengan klausa lain dalam SIP, di mana penghuni wajib
memelihara dan mengembalikan rumah dinas sesuai dengan posisi semula (baik).
Pada
kesempatan yang sama, pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
Luciana Narua menjelaskan terkait pengelolaan dan penyelesaian permasalahan rumah
dinas pada Kementerian PUPR. Hal itu seperti proses alih status dan pengalihan
hak rumah negara golongan III, kewajiban
dan larangan penghunian, sanksi, serta tindakan yang dilakukan jika terjadi
kerusakan bangunan berdasarkan tingkat derajat kerusakannya.
Selanjutnya,
acara webinar ini ditutup dengan pembacaan poin-poin penting oleh Kepala Subdit
BMN II Ketut Arimbawa selaku moderator webminar. Poin-poin tersebut di
antaranya meliputi keberhasilan proses revaluasi yang bukan hanya dinilai dari
nilai angka atau jumlah aset yang dikumpulkan, namun bagaimana kita melakukan
tata kelola aset yang lebih baik; perencanaan rumah negara secara vertikal
(tidak lagi landed); serta pendekatan kultural, sosial, ekonomi dan
fleksibilitas dalam penataan/penertiban rumah negara sebagai pedoman/paradigma
baru dalam pengelolaan BMN.
Inisiasi
penyelenggaraan webinar ini berangkat dari keprihatinan akan kondisi rumah
negara di beberapa daerah, di mana rumah negara yang sejatinya telah disediakan
oleh pemerintah sebagai tempat tinggal atau hunian bagi pejabat dan/atau
pegawai negeri, belum dapat digunakan sebagaimana mestinya karena kondisi yang
rusak berat maupun dikuasai/dihuni oleh pihak ketiga. Webinar ini diharapkan
mampu memantik diskusi serta menghadirkan alternatif solusi dalam tata kelola
dan optimalisasi rumah negara ke depannya.(Bellisa/KIHI Kaltimtara)