Jakarta
- Nilai Barang Milik Negara (BMN) terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Hasil revaluasi aset yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) menyatakan bahwa saat ini nilai BMN mencapai Rp10.467 Triliun. Untuk
memelihara aset yang dimiliki Indonesia, Kementerian Keuangan cq. Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melakukan pengamanan aset dari segi fisik
melalui asuransi. “Keadaan alam Indonesia berpontensi untuk terjadinya berbagai
bencana alam, pengasuransian BMN ini penting untuk mengamankan aset negara,”
ujar Direktur Barang Milik Negara Encep Sudarwan. Hal tersebut disampaikan
Encep saat Sharing Knowledge Kebencanaan Indonesia pada Rabu, (15/07)
melalui aplikasi Zoom Us.
Dalam
arahannya, Encep menjelaskan bahwa pengasuransian BMN sangatlah penting untuk
mengantisipasi berbagai kerugian besar apabila terjadi bencana yang merusak
gedung, utamanya BMN. “Pengasuransian BMN ini berhubungan erat dengan bagaimana
negara dapat menyelamatkan kehidupan, perekonomian, dan BMN apabila terjadi
bencana. Karena kita Kemenkeu harus memikirkan keseluruhan,” tambah Encep.
Lebih lanjut Encep menjelaskan bahwa pengasuransian BMN ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97/PMK.06/2019. DJKN selaku pengelola barang dapat menetapkan berbagai kebijakan asuransi BMN. “Kita diberikan kewenangan untuk melakukan kebijakan asuransi,” ujar Direktur BMN.
Selanjutnya, pihak yang melaksanakan pengasuransian BMN adalah K/L sebagai pemegang polis dan konsorsium asuransi BMN selaku penyedia pertanggungan terhadap BMN. Adapun objek asuransi berupa gedung dan bangunan dengan kriteria mempunyai dampak terhadap pelayanan umum dan menunjang tugas dan fungsi pemerintah.
Direktur BMN juga menyampaikan bahwa dalam pengasuransian BMN ini terdapat kontrak payung yang merupakan dasar untuk pengadaan jasa asuransi BMN di tingkat Kementerian/Lembaga (K/L). “Kontrak payung inilah yang menjadi pedoman pembuatan polis K/L”, pungkasnya.
Knowledge
Sharing ini juga menghadirkan
Irwan Meilano Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Insitut Teknologi
Bandung sebagai narasumber. Dalam pemaparannya, Irwan menyampaikan bahwa
langkah yang dilakukan DJKN untuk mengasuransilan aset negara merupakan
tindakan yang tepat. “Melindungi aset kita dengan mengasuransikan BMN merupakan
hal yang sangat tepat, karena probabilitas terjadinya kerusakan akibat bencana
alam sangatlah besar,” ujar Irwan.
Menurut
Irwan, pengetahuan akan risiko bencana dan upaya untuk menanggulanginya
merupakan suatu keharusan untuk sebuah negara besar seperti Indonesia. Irwan
menjelaskan empat tahap yang dapat diupayakan dalam mengurangi kerugian akibat
bencana. Pertama, memahami risiko bencana sangatlah penting, sehingga kerugian
yang ditimbulkan tidak terlalu besar “Apabila memahami risiko bencana, maka
kita dapat menginvestasikan seluruh upaya kita, sehingga di masa depan
kerugiannya semakin berkurang. Seberapa realistis premi yang harus dibayarkan
dibandingkan dengan risikonya” tutur Irwan.
Kedua, ujarnya, yakni membuat berbagai kebijakan. Irwan mengatakan bahwa membuat kebijakan merupakan hal penting sebelum memasuki tahap ketiga, yaitu Investasi berupa asuransi. “Apabila ketiga masalah dasar tersebut dapat dipenuhi, setelah terjadi bencana, tahapan keempat kita dapat membangun dengan lebih baik pasca bencana,” pungkasnya. (tsy/mn-humas DJKN)