Bandar Lampung – Saat ini, organisasi yang menerapkan triangle transformation dapat dipastikan
akan menjadi organisasi yang kredibel dan kompetitif. “Triangle transformation tersebut yaitu, commitment management, change management, dan Information Technology Implementation. Kalau ketiganya dapat
berjalan, tentu sebuah organisasi akan lebih kompetitif dan kredibel,” ujar Corporate Deputy Director of Personal Care,
Control and Development PT Kereta Api Indonesia Wawan Ariyanto saat experience sharing Rapat Kerja Nasional
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang dihadiri oleh seluruh pejabat eselon
II, Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), dan Kepala
Bagian Umum Kanwil DJKN pada Rabu (18/7) di Bandar Lampung.
Wawan
menjelaskan bahwa transformasi pertama yakni commitment management antara lain, sistem baru remunerasi, meniadakan senioritas, rekrutmen (pro hire), law enforcement dan pengembangan SDM. Transformasi yang kedua
adalah change management yang berisi
perubahan identitas perusahaan, leading by example,
dan restrukturisasi organisasi.
Sedangkan transformasi yang terakhir adalah IT implementation yaitu Website,
Mobile Application dan Social
Media, System Application and Product (SAP) serta implementasi aplikasi bisnis.
Dirinya juga
menjelaskan mengenai nilai utama budaya perusahaan PT KAI yang membuat
organisasi yang bergerak di bidang transportasi darat ini semakin maju yakni
integritas, profesional, keselamatan, inovasi dan pelayanan prima. “Kelima nilai
utama ini kami terapkan di KAI dan hal ini membuat KAI semakin maju dan semakin
baik,” ujarnya.
Di tempat yang
sama, Commercial HR Director Danone Waters
Indonesia Steven Augustino Yudiyantho berbagi pengetahuan dan pengalaman
mengenai talentship dan leadership. Steven mengatakan pentingnya
peran leadership dalam perubahan
organisasi. Selain itu, dirinya juga menyebut bahwa talentism adalah the new
capitalism. “Executives has a
greatest concerns on finding qualified talent but they just don’t spend enough
quality time in talent management,” jelasnya di hadapan seluruh peserta
Rakernas DJKN.
Ia juga menyampaikan mengenai leadership gaps yang terjadi di Asia antara lain, India 27%, Tiongkok 20&, Philipina 13%, Singapura 10%, dan Indonesia leadership gap-nya 12 %. “Bukan hanya Indonesia yang mempunyai kesulitan suksesor kepemimpinan tapi juga negara Asia lainnya,” terangnya.
Leadership di Indonesia, menurutnya tidak berkembang
sejak 2011 karena keadaan stagnan seperti ini saja. Oleh karena itu, dirinya
berharap setiap individu harus memberikan umpan balik yang konstruktif dan
menghilangkan rasa “tidak enak”.
Hal inilah
yang nantinya dapat mengubah budaya organisasi melalui transformasi
kepemimpinan. “Karena transformasi tidak berjalan satu hingga dua tahun tapi
harus berkelanjutan sehingga dapat menjadikan organisasi menjadi lebih maju,”
pungkasnya. (Tim Humas DJKN)