Jakarta – Para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus mewaspadai dan menyikapi secara bijaksana dan bertanggung jawab titik rawan rancangan kontrak pengadaan barang/jasa. Hal ini ditegaskan oleh Auditor Muda Inspektorat V Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan Yhan Kristiawan dalam acara Bimbingan Teknis Pengadaan Barang/Jasa Khusus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Lingkungan DJKN Tahun Anggaran 2018 pada Kamis, (1/2) di Hotel Novotel, Mangga Dua Jakarta.
“Kita saat ini fokus ke rancangan kontrak karena titik wawan pengadaan rohnya ada di rancangan kontrak,” ungkapnya. Titik rawan tersebut, lanjutnya, menyebar di beberapa tahap antara lain, titik rawan tahap persiapan dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), persiapan dalam penyusunan spesifikasi teknis, persiapan penyusunan rancangan kontrak, serta titik rawan tahap pelaksanaan pengadaan.
Terkait semua titik rawan ini, lanjutnya, PPK harus mewaspadai dan berhati-hati dalam mengambil keputusan. Yhan mencontohkan dalam penyusunan HPS kadangkala PPK hanya menggunakan engineer estimate atau perhitungan konsultan perencana tanpa melakukan pengujian, double memperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan keuntungan dan nilai yang ditetapkan terlalu rendah karena belum memperhitungkan biaya overhead, keuntungan wajar dan/atau biaya transportasi.
Sedangkan terkait titik rawan penyusunan kontrak, Yhan mencontohkan beberapa hal yaitu, spesifikasi teknis yang disusun tidak sesuai dengan spesifikasi teknis barang yang dijadikan referensi pada saat penyusunan HPS, dibuat terlalu umum, mengarah pada satu merek/produk tertentu, dan tidak sesuai kebutuhan.
Lebih lanjut, ia juga merinci hal-hal yang harus dicermati saat penyusunan kontrak antara lain, klausul terkait hasil pemeriksaan (audit) pihak internal, jenis kontrak berdasar pembayarannya dan konsistensi antar dokumen, pengaturan denda keterlambatan, pencamtuman identitas Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) dan sebagainya. “Semuanya memang harus clear dan tidak ada kesalahan karena semua ini harus dipertanggungjawabkan,” ujarnya. Dirinya juga menyampaikan bahwa titik rawan yang terakhir terkait pelaksanaan kontrak yang terdiri dari biaya, mutu, waktu, dan administrasi kontrak pengadaan.
Di tempat yang sama, narasumber dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Herry Sukanto menyampaikan hal-hal penting terkait pembangunan gedung negara. Ia mengatakan setiap pembangunan bangunan gedung negara yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) ataupun Satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus mendapat bantuan teknis dalam bentuk pengelolaan teknis. Pengelolaan teknis tersebut dilakukan oleh tenaga pengelola teknis yang bersertifikat. “Tenaga pengelola teknis bertugas membantu dalam pengelolaan kegiatan pembangunan bangunan gedung negara di bidang teknis administratif,” ujarnya.
Mengenai status hak atas tanah, Herry menegaskan setiap bangunan gedung negara harus memiliki kejelasan tentang status hak atas tanah di lokasi tempat bangunan gedung negara tersebut berdiri. Dalam hal tanah yang status haknya berupa hak guna usaha dan/atau kepemilikannya dikuasai sementara oleh pihak lain, ia mengungkapkan harus disertai izin pemanfaatan yang dinyatakan dalam perjanjian tertulis.
Sebelumnya, narasumber dari Bagian Organisasi dan kepatuhan Internal Sekretariat DJKN Dwi Asmoro juga menyampaikan beberapa hal terkait pengendalian intern, pengawasan, serta pencegahan dan penegakan disiplin PNS di lingkungan DJKN. Dwi Asmoro menyampaikan apa yang disebut Three Lines of Defense atau tiga lini pertahanan. Lini pertahanan pertama berkaitan dengan manajemen dan seluruh pegawai. “Lini ini merupakan lini pertahanan terpenting dalam mencegah kesalahan, mendeteksi kecurangan, mengidentifikasi kelemahan dan kerentanan pengendalian serta bertanggung jawab melaksanakan pengendalian proses bisnis,” katanya.
Sedangkan lini pertahanan kedua, lanjut dia, berkaitan
dengan unit kepatuhan internal atau fungsi pemantauan. Dalam lini kedua ini,
unit kepatuhan internal dapat memantau pelaksanaan pengendalian proses bisnis
pada lini pertahanan pertama dan memberikan masukan apabila dijumpai kelemahan
rancangan atau pelaksanaan pengendalian.
Sedangkan lini pertahanan terakhir yakni aparat pemeriksa fungsional yang
bertugas memberikan konsultasi dan melaksanakan asurans (audit dan reviu) atas
penerapan pengendalian intern.
Dalam bimtek ini juga diadakan sharing session belanja
modal tahun 2017 yang dipimpin oleh Kepala Bagian perlengkapan DJKN Ridho
Wahyono dan dipandu secara bergantian oleh Kepala Subbagian Pengadaan Hariyadi,
Kepala Subbagian Inventaris dan Penghapusan Aris Wibowo, dan Kepala Subbagian
Penyimpanan dan Distribusi Bagian Perlengkapan Sekretariat DJKN Hanik
Setyowati. Diharapkan dengan adanya sharing session ini, PPK dapat mengambil
pelajaran dan menerapkannya di tahun 2018 ini. (Tim Humas DJKN)