Jakarta - Direktorat
Lelang DJKN menggelar Focus Group
Discussion (FGD) pada Selasa (30/1/2018) bersama seluruh organisasi kurator
perseorangan di Indonesia, yaitu: AKPI (Asosiasi Kurator dan Pengurus
Indonesia), IKAPI (Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia), dan HKPI (Himpunan
Kurator dan Pengurus Indonesia) yg masing-masing diwakili oleh Sekretaris
Jenderal (Sekjen) dari ketiga organisasi kurator tersebut.
FGD yang berlangsung mulai
pukul 14.00 WIB di Ruang Rapat Direktorat Lelang, Gedung DJKN lantai 12 Selatan
ini, juga dihadiri Kepala Subdit Bankum dan perwakilan dari Subdit PP Direktorat
Hukum dan Humas DJKN.
Direktur Lelang DJKN,
Lukman Effendi mengungkapkan bahwa realisasi pokok lelang dari pelaksanaan lelang
harta pailit meningkat dari tahun 2016, yakni sebesar Rp514 M menjadi Rp1,1 T
pada tahun 2017. Kendati demikian pada praktiknya kadang kala terjadi
ketidaksepahaman antara kurator dan Pejabat Lelang Kelas I/KPKNL pelaksana
lelang.
“Diharapkan agar FGD
ini dapat meningkatkan kesepahaman bahwa lelang adalah milik kita, sehingga
lelang harta pailit oleh kurator di masa yg akan datang akan lebih optimal,”
ujar Lukman. “Kami tidak mengharapkan bahwa lelang yang dimohonkan oleh kurator
hanya sebagai mekanisme pemenuhan prosedur formal untuk selanjutnya dilaksanakan
penjualan secara dibawah tangan oleh kurator. Hal ini mengakibatkan rendahnya trust dan kesepahaman dari Pejabat
Lelang kelas l/KPKNL di daerah,” tegas Lukman. Lebih lanjut Lukman mengatakan
bahwa lelang harus menjadi solusi, transparan, dan optimal.
Sekjen AKPI, Imran Nating menyambut baik pelaksanaan FGD
yang diinisiasi Direktorat Lelang DJKN dan dihadiri seluruh organisasi kurator
perseorangan. Terkait dengan praktik pelaksanaan lelang harta pailit, Imran
sependapat bahwa masih terdapat ketidaksepahaman dalam beberapa hal. Current issue yg sedang hangat adalah
pelaksanaan lelang eksekusi HT pada KPKNL Denpasar yg terhambat oleh adanya
produk penetapan dari Hakim Pengawas.
Imran menegaskan
sikap asosiasi bahwa kewenangan Hakim Pengawas dalam proses pemberesan harta
pailit adalah tidak melaksanakan kekuasaan kehakiman melainkan hanya mengawasi
jalannya pelaksanaan pemberesan oleh kurator, satu-satunya tindakan Hakim
Pengawas yg dapat memerintahkan pihak III adalah memerintahkan pencoretan sita.
Kreditor separatis mempunyai hak mutlak untuk melaksanakan hak-haknya dalam
rentang waktu 2 bulan sejak dimulainya keadaan insolvensi.
Sementara itu, Sekjen
IKAPI dan Sekjen HKPI pun senada dengan sikap AKPI bahkan secara tegas akan
melakukan langkah-langkah pembinaan kepada anggotanya apabila dalam pelaksanaan
pemberesan harta pailit melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dg
ketentuan UU Nomor 37 thn 2004 tentang kepalitan dan PKPU.
Kepala Seksi Bina
Lelang IB, Diki Zenal Abidin menekankan adanya singgungan pemberesan harta
pailit dengan: 1) hak kreditor separatis; 2) hak tenaga kerja; dan 3) hak
Negara dalam bentuk piutang Pajak. “Pada praktiknya pemeringkatan hak mendahului
ketiga kreditor tersebut seringkali mengakibatkan kekhawatiran hukum bagi
Pejabat Lelang Kelas l/KPKNL,” ujar Diki. Lebih lanjut ia menerangkan bahwa
saat ini skema penyampaian informasi kepailitan, PKPU, dan/atau perdamaian
hanyalah melalui Berita Negara dan Surat Kabar Harian yang pada praktiknya
informasi tersebut tidak menjamin ter-update
nya informasi bagi Pejabat Lelang Kelas l/KPKNL.
Hal ini memerlukan
pemikiran agar diciptakan saluran informasi yg efektif, setidaknya bagi KPKNL
setempat dimana harta pailit berada. “Dibalik segala kekurangan yg ada dari UU
37 tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU, juknis lelang telah memberikan
relaksasi norma utk dokumen persyaratan lelang, diantaranya tentang penetapan
masa insolvensi dari hakim pengawas dapat digantikan oleh produk hukum lain yang
menyebutkan dimulainya masa insolvensi. Hal tersebut semestinya diikuti dengan
harapan agar tidak terjadi lagi praktik hit
and run oleh kurator,” tambah Diki.
Selanjutnya, Kepala
Subdit Bina Lelang III, Nunung Eko Laksito menambahkan bahwa pada praktiknya
ditemukan adanya permohonan lelang yang dilampiri dengan dokumen persyaratan
lelang berupa daftar boedel pailit yang didalamnya terdapat boedel yang tidak
tercantum atas nama debitor pailit, hal tersebut tentunya menyebabkan
kekhawatiran juga bagi Pejabat Lelang Kelas I/KPKNL.
Martin Ginting,
Sekjen HKPI memandang bahwa tindakan hit
and run seringkali terjadi akibat keengganan pembeli untuk membeli melalui
lelang, namun ia pun sependapat bahwa semua kurator lebih memilih forum lelang
sebagai media penjualan harta pailit, karena lelang memberikan perlindungan
bagi kurator. Sekjen AKPI dan Sekjen IKAPI pun sependapat bahwa ke depan di
harapkan tindakan hit and run tidak
terjadi lagi.
Terkait media informasi,
menurut Sekjen AKPl, hal tersebut sebenarnya sudah dinisiasi oleh Kemenkum HAM
dengan adanya konsep penayangan pada media internet setiap perkembangan
penanganan proses kepailitan pada setiap tingkatan, namun hal tersebut belum dapat
terealisasi secara nyata karena implementasinya perlu political will dari kemenkum HAM.
FGD ini di akhiri dengan
beberapa kesepakatan, antara lain: 1) pihak organisasi kurator membuka
seluas-luasnya pemberian informasi dari Dit Lelang, apabila terdapat dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya dan akan ditindaklanjuti dengan
mencermati informasi tersebut melalui Dewan Kehormatan ketiga organisasi; 2)
Sebaliknya, Direktorat Lelang pun mempersilakan organisasi kurator untuk
memberikan informasi, saran, dan kritik terkait dengan pelayanan yg diberikan
oleh Pejabat Lelang Kelas l/KPKNL; 3) Organisasi kurator akan senantiasa
melakukan pembinaan kepada anggotanya untuk tidak melakukan hit and run; 4. Penambahan sarana
informasi terkait kepailitan diharapkan segera terwujud dengan pola penayangan
setiap tahapan kepailitan melalui media daring. (Dk/Dd Humas DJKN)