Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Sri Mulyani: Infrastruktur Untuk Kehidupan yang Layak dan Bermartabat
Paundra Adi Ristiawan
Selasa, 24 Oktober 2017 pukul 18:27:45   |   1400 kali

Jakarta (24/10/2017). Infrastructure is not a luxury, infrastuktur adalah kebutuhan untuk manusia bisa hidup layak dan bermartabat,  jembatan bagi rakyat Indonesia untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan yaitu masyarakat adil makmur yang merata. Hal itu diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada pembukaan seminar bertajuk Sinergi Manajemen Aset, Treasury, dan Pembiayaan untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Indonesia pada 24 Oktober 2017 di Gedung Dhanapala, Jakarta.

Membangun infrastruktur di Indonesia dengan kondisi geografisnya yang unik, populasi penduduk terbesar ke 4 di dunia dan demografi muda yang produktif adalah suatu kebutuhan. “Sudah jadi kebiasaan penduduk negara kita, tiap pagi sebelum beraktivitas pergi ke kamar mandi, bisa dibayangkan berapa besar kebutuhan air dan sanitasi yang baik untuk memenuhi hal tersebut di waktu yang sama. Infrastruktur bukan kemewahan, tapi kebutuhan untuk mewujudkan hidup layak bagi masyarakat di Indonesia.” ujar Sri.

Lebih lanjut Sri mengungkapkan Indonesia masih harus mengejar ketertinggalannya di bidang infrastruktur dibanding negara-negara berkembang, namun pembangunan infrastruktur tidak hanya untuk menutup gap diantara emerging country tersebut. “Menjaga Republik tidak hanya secara politik dan hukum, tapi juga dengan membangun konektivitas, menghubungkan  titik- titik pembangungan sampai ke pelosok negeri.” kata Sri Mulyani.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)  2014-2019 Pemerintah menganggarkan Rp5.000 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Kebutuhan  dana besar tersebut mendorong konsep memobilisasi dana dari masyarakat dan swasta tidak bisa ditunda. Kementerian Keuangan diharapkan bisa menyatukan langkah pembiayaan baik di internal Pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN dan APBD), maupun sinergi dengan BUMN dan Badan Usaha/Swasta.

“Investasi infrastruktur nature-nya adalah investasi jangka panjang, dan harus diakui selalu terkendala instrumen yang match dengan nature tersebut. Arus kas yang sifatnya jangka pendek dengan investasi jangka panjang. Untuk itu perlu inovasi untuk meng-encourage instrumen untuk menjembatani hal tersebut.” ujar Sri.

Pemerintah bekerjasama dengan BUMN dan Badan Usaha/Swasta terus berinovasi untuk mendiversifikasikan instrumen  pembiayaan untuk infrastruktur  melalui skema Penyertaan Modal Negara pada BUMN, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan Public Private Partnership (PPP) tentunya tanpa mengorbankan prudential principle. “Kita harus kreatif dan inovatif memobilisasi dana daerah dan dana luar untuk masuk dan membangun infrastruktur. Crowding in,” tegas Sri.

Sri menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur bukan baru dimulai, sudah sejak negara ini berdiri, untuk itu kita perlu belajar dari sejarah, dari berbagai sumber, belajar dari negara lain dan sehingga bisa menggunakan seluruh ide, resource yang ada untuk membangun infrastruktur lebih baik. Jangan jadi negara yang terjungkal dalam krisis keuangan dan krisis tata kelola.

Kejar Kesenjangan Infrastruktur Melalui Pengelolaan Aset dan Skema Pembiayaan Tepat

Seminar yang dimoderatori pemimpin redaksi Kompas TV Rosianna Silalahi ini menghadirkan  pembicara dari Kementerian Keuangan antara lain  Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (PPR) Robert Pakpahan, dan Dirjen Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono.

Isa dalam diskusinya menjelaskan bahwa kurangnya infrastruktur di Indonesia memiliki dampak ekonomi yang besar diantaranya berdasarkan penelitian Armstrong & Associates, Indonesia menjadi negara dengan persentase Logistics Costs terhadap GDP terbesar di dunia meskipun dari tahun 2013 ke 2015 terjadi penurunan dari 27% menjadi 24% namun masih tingginya angka Logistics Costs to GDP Indonesia menyebabkan daya saing Indonesia semakin turun. Daya saing global Indonesia menempati peringkat 41 dari 138 negara, namun dalam hal kualitas infrastruktur Indonesia menempati peringkat 60 dari 138 negara dan Logistic Performance Index (LPI) Indonesia masih rendah.

Dana Rp5.000 triliun dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur guna menekan biaya logistik hingga 19% dari Total GDP. Dana tersebut bukan dana yang kecil,  harus ada skema pembiayaan dengan berbagai variasi. Demikian Isa menjelaskan. “Kalau ingin bangun ini dan itu kita harus tanya kita punya apa, kita ternyata punya banyak sekali aset yang lebih bisa dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut dan menjadi salah satu problem solver biaya pembangunan infrastruktur,” jelas Isa. Optimalisasi aset tersebut dilakukan salah satunya dengan menjadikan aset Barang Milik Negara (BMN) sebagai dasar penerbitan sukuk atau surat berharga syariah nasional (SBSN).  

Pemenuhan kebutuhan dana untuk infrasturktur tidak hanya melibatkan pemerintah, dalam paparannya Isa menyebutkan dana tersebut 41% ditanggung APBN/D, 22% oleh BUMN, dan 37% Swasta. “Pemerintah melakukan upaya-upaya antara lain menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), melalui fasilitas Viability Gap Fund dan skema Availability Payment, dan Penambahan Penyertaan Modal Negara untuk BUMN yang terkait dengan Infrastruktur,” tegas Isa. Penguatan BUMN di bidang Infrastruktur pun dilakukan dengan pembentukan holding infrastruktur untuk akselerasi program pembangunan tol, Sinergi operasional untuk optimalisasi pendapatan dan efisiensi biaya melalui internalisasi pengembangan proyek.

Permasalahan utama dari pengembangan infrastruktur indonesia adalah pada isu pembebasan lahan yang menjadi penghalang utama. Masalah terkait dalam persiapan anggaran pembebasan lahan, tabrakan aturan sektoral, dan tumpang tindih kepemilikan memperlambat infrastruktur di Indonesia. “Diperlukan adanya lembaga yang dapat mengatasi mismatch pembiayaan infrastruktur. Untuk mengatasi masalah pembebasan lahan tersebut Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN-red)  yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU-red) dibawah DJKN diharapkan menjadi lembaga yang dapat menjembatani hal tersebut.” Tegas Isa.

Direktur LMAN Rahayu Puspasari dalam diskusi pada sesi kedua menyatakan penganggaran pembebasan lahan melalui LMAN menjadi solusi dalam  masalah kesulitan pengalokasian pendanaan infrastrukstur. Kendala lain yang dapat dijembatani oleh LMAN melalui pengelolaan dana talangan proyek infrastruktur nasional (PSN) antara lain penganggaran per proyek yang menyulitkan penyerapan ketika realisasi di satu proyek mundur namun dana tidak dapat dialihkan untuk pengadaan proyek lain,  dan realisasi pengadaan tanah yang seringkali mundur dari jadwal karena kendala negosiasi, kelengkapan dokumen dan sengketa lahan. “Switching strategi pemenuhan kebutuhan pendanaan untuk pengadaan tanah melalui skema pembiayaan below the lines akan memberikan fleksibilitas dibandingkan dengan mekanisme belanja modal,” tegas Puspa.

Lebih lanjut Puspa mengatakan pendanaan melalui LMAN memiliki kelebihan antara lain LMAN bekerja sebagai operator Bendahara umum negara yang Merupakan perpanjangan tangan Menteri Keuangan sehingga pendanaan pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional akan menggunakan satu pintu pendanaan pada anggaran Bendahara Umum Negara.

(Humas DJKN) 

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini