Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
BERPOLITIKLAH
N/a
Selasa, 03 November 2015 pukul 17:07:02   |   2225 kali

Oleh : Mohammad Chifni

Uraian kerja sudah ditetapkan, tugas dan fungsi sudah ditentukan dan kontrak kinerja (performance) sudah ditandatangani sebagai hal yang harus dicapai oleh pegawai dalam pekerjaannya menurut kreteria tertentu. Hal ini diukur melalui indikator kualitas dan kuantitas. Artinya di tataran normatif klasik, sebagai “aturan” tidak ada lagi ruang yang memungkinkan dan mengatur tawar menawar. Apalagi sudah dijabarkan vertical differentiation atau pembedaan tanggungjawab dan wewenang antara atasan dan bawahan. Lalu masih perlukah energi berpolitik saat kita bekerja.

Pilihannya adalah, abaikan fenomena politik kantor maka lambat laun kecemasan dan depresi akan menghajar, semangat kerja menurun, talenta diri tersia-siakan atau mainkan dengan elegan dan cerdas sehingga kita akan jauh lebih tenang, tidak mudah terbawa arus dan mampu meminimalisir conflict of interest. Dengan membekali fatsoen birokrasi dan menjaga jarak dari sebuah adagium politik “ bahwa tidak ada teman yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi", tulisan ini dirangkai dengan penuh kehati-hatian untuk sekaligus menjawab dan menawarkan solusi akan fenomena “politik kantor” atau politicking ( rekayasa kepentingan ) di kantor .

Sengaja tidak butuh suatu kajian kasus untuk memaparkan masalah ini, walaupun menurut Knoke dan Kuklinski yang dikutip Zuhal dalam bukunya Knowledge & Innovation, 2010 - bahwa sebuah fenomena seperti ini dapat didekati melalui pemahaman jejaring yang melingkupinya, Pertama manusia sebagai aktornya senantiasa melakukan partisipasi dalam sistem sosial manapun, satu aktor dengan aktor lain terjadi pertautan referensi dalam proses pembuatan keputusan . Secara alamiah hubungan yang ada memberi efek pada persepsi, keyakinan dan aksi-aksi aktor. Kedua, terdapat perbedaan derajat struktural sistem sosial yang pada gilirannya terjadi aturan dan pola hubungan diantara entitas. Namun dalam konteks ini, biarlah terjadi pembiaran agar tetap di ruang tabu – dari sudut aturan, sosial dan birokrasi - tanpa terbawa melanggarnya terlalu dalam sekaligus anda bisa mengabaikannya sebagai pilihan moral serta juga bisa berperan untuk suatu kebutuhan anda.

KEPERCAYAAN RADIKAL

Max weber dalam teori birokrasinya hanya memperhatikan variabel-variabel formal saja sedangkan variabel informal pendalaman aspeknya jauh dari cukup dalam membahas organisasi birokrasi. Bukan bermaksud untuk menyepelekan variabel formal, melainkan betapa enggannya orang kebanyakan dalam mencermati sisi informal sebuah organisasi. Politicking atau politik kantor tidak bisa diabaikan dari sisi informal dari keberlangsungan organisasi birokrasi, bahkan dia merupakan fitur tertentu bagi perilaku organisasi dan individu untuk membagi kekuasaan dalam suatu organisasi atau lingkungan kerja yang dipengaruhi oleh relasi pribadi antara orang yang bekerja. Tidak ada konsep operatif yang ideal dengan tahapan yang tepat dan akurat. Dia intuitif bahkan role model nya pun berubah dan bergeser tidak hanya oleh waktu dan tujuan kolektif tapi juga oleh mind orang-orang disekitarnya. Tidak ada code of conduct, ada yang samar-samar, ada yang secara vulgar memerankanya, yang punya jaringan kekuasaan berusaha dia buktikan dengan eksitensinya, yang punya aktiva intelektual berlebih berusaha meng-akbar-kan capaian kerjanya dalam rangka pencitraan bahkan ada yang merasa dekat pimpinan sehingga berhak menahan informasi kunci dari pengambil keputusan bahkan tindakannya juga merasa berhak mewakili.

Atas nama prestasi berebut simpati ke atasan merupakan menu sertaan bagi tiap tugas yang ia kerjakan, mengembangkan manajemen yang bergenre disorder tanpa ada kesediaan menerima sekaligus mengelola perbedaan, dalam suasana kerja demikian jangan berharap muncul pertemenan lengkap dengan etos hospitalitas dan etika imperatifnya, seperti kejujuran, kesetiakawaanan, empatik dan akhlakul karimah. Malah nyaris yang terdengar adalah upaya pengabadikan relasi sengketa, bikin panggung kontestasi perseteruan permanen. Yang ada dari sisa persengkongkolan itu adalah bukan hujjah melainkan hujatan bukan dalil melainkan dalih dan bukan argumentasi melainkan serba transaksi.

Dalam menyikapi rivalitas tidak jarang kata sekutu dan seteru jadi rancu. Dikotomi angkatan, kelompok bahkan kesukuan sengaja diambangkan pada pusaran opini kantor. Pada tataran inilah karyawan sering digiring ekskulsivisme politik kantor, menafikan semangat kebersamaan dan sinergi yang melingkupi atmosfir kedinasan dan kehidupan keseharian. Energi ini punya ciri polos, naif dan innocent tapi ruang hati dipenuhi keserakahan inginnya, dan ada juga yang berparas arif serta bijak tapi alam pikirnya penuh keculasan dan logika back stabb sembari mengaku sebagai teman sejati.

Pengabaian terhadap nilai kebersamaan dan sinergi ini bisa menghambat kinerja aktual kantor. Karena itu unsur akomodatif yang dimiliki seorang pemimpin secara inklusif dalam ranah hubungan kedinasan sekaligus sosial menjadi hal yang wajib bagi suksesnya tujuan kelembagaan. Sebuah kepercayaan dibutuhkan dalam kaitan ini. Kepercayaan adalah dasar dari segala bentuk pengaruh selain paksaan, kesediaan mereka untuk menerima pengaruh anda, akan tergantung sebagian besar pada kualitas yang mereka lihat di diri anda, dari sisi kompetensi (tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya ) dan karakter (motif Anda baik dan Anda ingin orang-orang untuk melakukannya dengan baik).

Pada tahapan ini kepercayaan kepada anda lebih peduli tentang Anda daripada tentang isu-isu politik kantor yang dipertaruhkan. Dengan Kepercayaan- yang kami sebut – radikal ini, seorang pemimpin dengan integritas dan tujuan yang baik, dapat melibatkan diri guna menciptakan kondisi bagi keberhasilan organisasi sekaligus meredam kompetisi yang tidak sehat dan meminimalkan persepsi tentang prilaku mementingkan diri sendiri. Bukankah figur seorang pemimpin adalah konstruksi sosial dari kelompok yang dipimpinnya.

MEMOTRET PELANGI

Tidak ada pemenang dan pecundang yang ada hanya dialektika, itu berpikir positifnya. Setiap orang memang memiliki tujuan berkarier. Ada yang berupa pencapaian posisi tinggi, mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik, membangun prestasi dan nama baik, dan lainnya. Apa pun tujuan karier Anda, dan bagaimana mencapai tujuan tersebut adalah pilihan bijak yang bisa anda lakukan, jangan buang energi berlebih untuk mencari orang yang tepat, menjadilah orang yang tepat di semua ruang dan waktu karena sebaik apapun dirimu pasti tetap ada yang akan membencimu bahkan memusuhimu.

Adalah keniscayaan bagi lingkungan kantor dan heterogenitasnya memuat entitas individu dengan nilai, tujuan dan kepentingan yang beragam sehingga kondisi ini memunculkan potensi konflik dan persaingan tentang alokasi kesempatan maka segeralah menjemput momentum, persiapkan kemampuan diri dan proaktif dengan kesempatan yang ada, dan jadilah yang terdepan dalam meraihnya. Meramalkan respon orang lain sebelum kita bertindak punya tingkat kesulitan yang sama dengan meramalkan respon yang terjadi terhadap apa yang sudah kita lakukan. Karena itu tidak gampang membahagiakan semua orang, apalagi di lingkungan kerja, dimana ruang terbuka bagi interpretasi yang beragam atas apa yang dimaksud kinerja yang memuaskan atau peningkatan hasil yang optimal sering terjadi. Pertajam intuisi untuk merangkul dan mengelola perbedaan persepsi dan menjadikannya sebagai daya ungkit untuk meraih prestasi, tetapkan standar etika dan moral lalu biarkan energi kreatif anda surfing ke tempat tempat yang dapat menghargai kapasitas dan kapabilitas anda, jaga jarak dari pujian dan cepatlah netralisir hujatan, bangunlah personal branding yang berkarakter dan berintegritas serta tidak perlu bermain dua kaki untuk mengumbar ambisi.

Ego, harga diri dan gengsi Anda tidaklah lebih daripada identitas yang telah anda ciptakan untuk diri anda sendiri, maka lelahkan ego, harga diri dan gengsi Anda lalu tebarkan energi positif pada atmosfir ruang kerja dengan kejujuran sehingga suasana berkarya akan terkayakan dengan bahagia dan gembira, dalam kaitan ini Alex Pentland pernah menulis sebuah artikel dengan judul We Can Measure the Power of Charisma dalam sebuah jurnal manajemen Harvard Business Review. 2010 dia mengatakan Humans use many types of signals, but honest signals are unusual in that they cause changes in the receiver of the signal. If we’re spending time together, and I’m happy and bubbly, you’ll be more happy and bubbly. There are biological functions that transfer the signals. If I’m happy, it almost literally rubs off on you. Bahwa sinyal jujur yang tersampaikan lewat fungsi biologis yang kita punya kepada orang lain itu dapat menjadikan si penerima senang dan ceria, dan akan lebih bahagia dan ceria lagi kalau kita menyampaikannya dengan bahagia.

Saya tidak punya kapasitas untuk membenarkan apalagi meragukan Alex Pentland, tentunya dia lebih dulu melakukan riset berulang untuk bisa menyimpulkan itu, namun dalam bingkai kejujuran saya ingin mengajak anda untuk reflektif pada diri bahwa kejujuran tidak hanya mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin namun juga membuat semuanya tampak indah dan menyenangkan.

Dengan spirit yang sama saya ingin sampaikan bahwa lingkungan kerja adalah sebuah mekanisme umpan balik biologis yang memberitahukan siapa diri anda melalui kreasi dan cara tanggap anda terhadap lingkungan kerja, kalau Anda menginginkan lingkungan kerja ada suasana bahagia dan ceria atas kehadiran Anda maka tebarkanlah kejujuran, kalau anda ingin sebaliknya yang terjadi, itu adalah pilahan bijak anda.

Meminjam diksi memotret pelangi dari Gede Prama, Memotret pelangi cukup punya makna kalau bukan dengan format hitam putih, tanpa menggambarkannya pun kita sudah bisa menyampaikan pesan tentang keindahan dan beragamnya warna yang mengitarinya. Pengandaian ini sekaligus ajakan bagaimana sebuah keputusan itu ada pada masing masing pribadi untuk memaknai sekaligus meresponnya dan menyikapi pilihan hidup, apakah kita akan kabur terhadap peluang atau akan menemukan indahnya pelangi kesempatan dimana kita beraktifitas dan bekerja. Pesan moral yang ingin saya tebar sekaligus penutup dalam tulisan ini adalah, bahwa manusia adalah tindakanya. Perbuatan manusialah yang mengubah diri dan lingkungan hidupnya, bukan kata dan pikiranya, maka lebih baik tahu sedikit mengenai apa yang baik dan tidak baik, tetapi anda jalankan pada setiap kegiatan. Dan tulisan sederhana ini bisa jadi bekal, menjalankan politik di kantor atau menolaknya sebagai suatu hal yang tidak baik.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini