Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
KONSEP “MINIMUM REVENUE GUARANTEE” SEBAGAI SYARAT PENERAPAN MEKANISME “CLAWBACK” DALAM PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR
N/a
Jum'at, 28 Agustus 2015 pukul 10:08:45   |   8722 kali

KONSEP “MINIMUM REVENUE GUARANTEE” SEBAGAI SYARAT PENERAPAN MEKANISME “CLAWBACK” DALAM PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Oleh: Muhamad Nahdi

 

Pendahuluan

Salah satu perubahan besar yang membedakan antara Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah (BMN/D) dengan penggantinya yaitu PP Nomor 27 Tahun 2014 adalah dengan menambahkan bentuk pemanfaatan BMN/D yaitu berupa Kerjasama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) sesuai dengan klausul dalam pasal 27 huruf e PP Nomor 27 Tahun 2014. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang terus menggalakkan pembangunan infrastruktur sebagai syarat utama bagi tercapainya percepatan dan pemerataan pembangunan ekonomi di Indonesia.

Mengingat KSPI tersebut merupakan hal yang baru maka hal ini perlu dipelajari lebih dalam agar terdapat pemahaman dan penalaran yang sama mengenai konsep KSPI. Secara ringkas dapat Penulis sampaikan bahwa, sesuai dengan PP Nomor 27 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan BMN sebagai turunannya, dalam konsep KSPI dikenal istilah “Pembagian Kelebihan Keuntungan” atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi “Clawback”. Hal ini dimaksudkan sebagai penerimaan negara dari pemanfaatan BMN berupa KSPI sebagai pengganti dari penerimaan negara jika menggunakan skema lain seperti Sewa atau Kerjasama Pemanfaatan (KSP) karena dalam KSPI tidak dikenal penerimaan negara berupa Sewa, Kontribusi Tetap, ataupun Pembagian Keuntungan.

Dengan dilatarbelakangi oleh hal-hal tersebut di atas, maka artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai penerapan konsep “Minimum Revenue Guarantee (MRG)” sebagai syarat agar mekanisme “Clawback” bisa diterapkan dalam pemanfaatan BMN dalam bentuk KSPI.

Konsep MRG

Istilah MRG dikenal dalam penyelenggaraan proyek Public Private Partnership (PPP) utamanya jika PPP tersebut berupa pembangunan infrastruktur yang cenderung berisiko tinggi (risky infratructure PPP projects).  Pada intinya, MRG merupakan suatu bentuk insentif untuk pihak swasta (investor) agar mereka mau terlibat dalam proyek infrastruktur yang sebetulnya kurang menguntungkan dan berisiko tinggi. 

Insentif yang didapatkan oleh investor dalam konsep MRG adalah berupa hak atas jaminan pendapatan (revenue) minimum bagi pihak swasta selama kontrak PPP. Dengan adanya hak atas jaminan pendapatan maka diharapkan investor akan mau berinvestasi di proyek infrastruktur tersebut. Besaran hak atas jaminan pendapatan ini biasanya didasarkan pada jumlah penggunaan infrastruktur yang dibangun. Sebagai contoh, dalam proyek infrastruktur pembangunan jalan tol, pemerintah dapat memberikan MRG berupa jumlah minimal traffic / pengguna jalan tol sebagai dasar perhitungan pendapatan dari jalan tol tersebut. Contoh lain adalah dalam proyek pembangunan infrastruktur Mass Rapid Transit (MRT) pemerintah bisa memberikan MRG berupa jumlah penumpang minimal per bulan sebagai dasar perhitungan pendapatan dari proyek MRT tersebut.

Adapun basis perhitungan minimum sebagai benchmark MRG, dimana akan dibandingkan antara level minimum dengan data aktualnya, bisa berupa jumlah pengguna; jumlah traffic; jumlah penumpang; arus kas bersih; laba sebelum bunga, pajak, dan penyusutan / EBITDA; laba sebelum bunga dan pajak / EBIT; Internal Rate of Return (IRR); dan basis lainnya.  Hal yang akan dijadikan basis ini harus disepakati dan dituangkan dalam kontrak PPP secara jelas untuk menghindari konflik.

Jenis-Jenis MRG

Dengan mendasarkan pada pendapat Shan (2010) seperti yang termuat dalam artikel jurnalnya yang berjudul “Collar Options to Manage Revenue Risks in Real Toll Public Private Partnership Transportation Projects”, maka dapat diketahui bahwa dalam proyek PPP ada 3 jenis variasi dari MRG yaitu:

1.    Put Option untuk Pihak Swasta (Put Option only).

2.    Put Option untuk Pihak Swasta dan Call Option untuk Pemerintah (Put Option and Call Option).

3.    Put Option Terbatas untuk Pihak Swasta dan Call Option Terbatas untuk Pemerintah (Limited Put Option and Limited Call Option).

Penjelasan dari masing-masing variasi adalah sebagai berikut :

1.    Put Option untuk Pihak Swasta

Untuk variasi yang pertama ini, pihak swasta berhak mendapatkan uang sebesar selisih antara MRG sesuai kontrak dengan realisasi / data aktualnya jika realisasi / data aktualnya lebih rendah daripada MRG.  Misal: Pada tahun 2015 Pemerintah melakukan kontrak dengan PT. A untuk membangun MRT dimana ada klausul MRG di dalamnya yang menyebutkan bahwa Pemerintah menjamin jumlah penumpang MRT adalah 20 juta orang per tahun selama masa konsesi. Jika pada tahun 2016 ternyata data aktual menunjukkan bahwa jumlah penumpang MRT tersebut hanya 17 juta orang, maka PT.A berhak untuk meminta kompensasi sebesar selisih antara MRG dengan data aktual (20 juta dikurangi dengan 17 juta) yaitu 3 juta orang dikalikan dengan tarif MRT sesuai kesepakatan.

Dalam hal ini, istilah Manajemen Keuangan-nya adalah PT.A sebagai pemilik Put Option (konsesi) berhak mengeksekusi Put Option-nya di tahun 2016 dengan Strike / Exercise Price sesuai dengan besaran MRG-nya yaitu 20 juta orang karena jumlah penumpang aktualnya lebih rendah (hanya 17 juta orang) dibandingkan dengan jumlah MRG-nya.  Secara grafis, hal ini bisa digambarkan sebagai berikut: Grafik 1.

Grafik 1 tersebut menggambarkan model Put Option untuk pihak swasta dimana pemerintah menetapkan MRG sebesar 20 juta orang per tahun sedangkan realisasinya hanya 17 juta orang untuk tahun 2016 sehingga PT.A berhak mendapatkan kompensasi sebesar selisihnya.  Selain itu, grafik tersebut juga menggambarkan suatu exercisable area (yang berwarna kuning) yaitu area dimana PT.A berhak meminta kompensasi kepada pemerintah karena realisasinya di bawah MRG.

1.    Put Option untuk Pihak Swasta dan Call Option untuk Pemerintah

Dalam variasi ini, baik pihak swasta maupun pemerintah berhak mendapatkan kompensasi dari selisih antara MRG dengan data aktual. Pihak swasta mendapatkan kompensasi penuh jika data aktualnya lebih rendah dari MRG.  Sebaliknya, pemerintah mendapatkan kompensasi penuh jika data aktualnya lebih tinggi dari MRG.  Misal: Pada tahun 2015 Pemerintah melakukan kontrak dengan PT. A untuk membangun jalan tol dimana ada klausul MRG di dalamnya yang menyebutkan bahwa Pemerintah menjamin jumlah traffic jalan tol tersebut adalah rata-rata 500.000 mobil per hari selama masa konsesi. Jika pada tahun 2016 ternyata data aktual menunjukkan bahwa jumlah traffic jalan tol tersebut rata-rata 450.000 mobil perhari, maka PT.A berhak untuk meminta kompensasi sebesar selisih antara MRG dengan data aktual (500 ribu dikurangi dengan 450 ribu) yaitu 50.000 mobil per hari dikalikan dengan tarif sesuai kesepakatan.  Kemudian, jika pada tahun 2017 ternyata data aktual menunjukkan bahwa jumlah traffic jalan tol tersebut berjumlah rata-rata 600.000 mobil per hari, maka pemerintah berhak untuk mendapatkan kompensasi dari PT.A sebagai selisih lebih antara data aktual dengan MRG (600 ribu dikurangi dengan 500 ribu) yaitu 100.000 mobil per hari dikalikan dengan tarif yang telah disepakati.

Secara teori Manajemen Keuangan, PT.A sebagai pemilik Put Option berhak  untuk mengeksekusi Put Option-nya pada tahun 2016 dengan Strike Price / Exercise Price sesuai dengan besaran MRG-nya yaitu rata-rata 500.000 mobil per hari karena data aktualnya (rata-rata 450.000 mobil per hari) lebih rendah dibandingkan dengan jumlah MRG-nya.  Di sisi lain, pemerintah sebagai pemegang Call Option berhak untuk mengeksekusi Call Option-nya di tahun 2017 dengan Strike Price / Exercise Price sesuai dengan data aktualnya yaitu rata-rata 600.000 mobil per hari karena data aktualnya tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah MRG-nya (rata-rata 500.000 mobil per hari).  Hal ini bisa digambarkan sebagai berikut: Grafik 2.

Grafik 2 tersebut menggambarkan model Put Option untuk pihak swasta dimana pemerintah menetapkan MRG sebesar rata-rata 500.000 mobil per hari sedangkan realisasinya hanya rata-rata 450.000 mobil per hari untuk tahun 2016 sehingga PT.A berhak mendapatkan kompensasi sebesar selisihnya.  Selain itu, grafik tersebut juga menggambarkan suatu exercisable area (yang berwarna kuning) yaitu area dimana PT.A berhak meminta kompensasi kepada pemerintah karena realisasinya di bawah MRG. 

Di sisi lain, grafik tersebut juga menggambarkan model Call Option untuk pemerintah dimana pemerintah menetapkan MRG sebesar rata-rata 500.000 mobil per hari sedangkan realisasinya mencapai 600.000 mobil per hari untuk tahun 2017 sehingga pemerntah berhak meminta kompensasi dari PT.A sebesar selisihnya.  Selain itu, grafik tersebut juga menggambarkan suatu exercisable area (yang berwarna oranye) yaitu area dimana pemerintah berhak meminta kompensasi kepada PT.A karena realisasinya di atas MRG. 

1.    Put Option Terbatas untuk Pihak Swasta dan Call Option Terbatas untuk Pemerintah

Variasi model terakhir ini merupakan pengembangan dari model kedua dimana pihak swasta maupun pemerintah memiliki hak untuk meminta kompensasi.  Yang membedakan dengan model kedua adalah dalam model terakhir ini jumlah kompensasinya dibatasi. Hal ini berarti kompensasi yang dapat diminta oleh pihak swasta jika data aktualnya lebih rendah dari MRG akan dibatasi dan demikian juga  sebaliknya.

Sebagai contoh, pada tahun 2015 Pemerintah melakukan kontrak dengan PT. A untuk membangun jalan tol dimana ada klausul MRG di dalamnya yang menyebutkan bahwa Pemerintah menjamin jumlah traffic jalan tol tersebut adalah rata-rata 500.000 mobil per hari selama masa konsesi. Sebagai klausul tambahan dari kontrak tersebut, disebutkan juga bahwa jika data aktualnya lebih rendah dari besaran MRG maka PT.A hanya berhak menerima kompensasi dari pemerintah sebesar 50% dari selisih antara data aktual dengan besaran MRG-nya.  Selain itu, ada juga klausul tambahan bahwa jika data aktualnya lebih tinggi dari besaran MRG maka pemerintah hanya berhak meminta kompensasi dari PT.A sebesar 50% dari selisih antara data aktual dengan besaran MRG-nya.

Jika pada tahun 2016 ternyata data aktual menunjukkan bahwa jumlah traffic jalan tol tersebut rata-rata 450.000 mobil perhari, maka PT.A berhak untuk meminta kompensasi sebesar 50% dari selisih antara MRG dengan data aktual (500 ribu dikurangi dengan 450 ribu) yaitu 25.000 mobil per hari dikalikan dengan tarif sesuai kesepakatan.  Kemudian, jika pada tahun 2017 ternyata data aktual menunjukkan bahwa jumlah traffic jalan tol tersebut berjumlah rata-rata 600.000 mobil per hari, maka pemerintah berhak untuk mendapatkan kompensasi dari PT.A sebesar 50% dari selisih lebih antara data aktual dengan MRG (600 ribu dikurangi dengan 500 ribu) yaitu 50.000 mobil per hari dikalikan dengan tarif yang telah disepakati.  Secara grafis hal ini bisa digambarkan sebagai berikut: Grafik 3.

Grafik 2 tersebut menggambarkan model Put Option Terbatas untuk pihak swasta dimana pemerintah menetapkan MRG sebesar rata-rata 500.000 mobil per hari sedangkan realisasinya hanya rata-rata 450.000 mobil per hari untuk tahun 2016 sehingga PT.A berhak mendapatkan kompensasi sebesar 50% dari selisihnya.  Selain itu, grafik tersebut juga menggambarkan suatu exercisable area (yang berwarna kuning) yaitu area dimana PT.A berhak meminta kompensasi kepada pemerintah karena realisasinya di bawah MRG. 

Di sisi lain, grafik tersebut juga menggambarkan model Call Option Terbatas untuk pemerintah dimana pemerintah menetapkan MRG sebesar rata-rata 500.000 mobil per hari sedangkan realisasinya mencapai 600.000 mobil per hari untuk tahun 2017 sehingga pemerintah berhak meminta kompensasi dari PT.A sebesar 50% dari selisihnya.  Selain itu, grafik tersebut juga menggambarkan suatu exercisable area (yang berwarna oranye) yaitu area dimana pemerintah berhak meminta kompensasi kepada PT.A karena realisasinya di atas MRG.

 

Kelebihan dan Kelemahan MRG

Mekanisme MRG secara umum memiliki kelebihan berupa daya tarik yang tinggi untuk investor (pihak swasta) karena mereka akan mendapatkan jaminan pendapatan dari proyek PPP yang akan dibiayainya.  Boleh jadi proyek PPP tersebut tidak membawa keuntungan sebesar jika uang investor tersebut dialihkan ke investasi lainnya, tapi paling tidak investor tidak akan menanggung kerugian karena adanya jaminan pendapatan ini.  Hal ini akan membuat proyek PPP yang kurang peminat (karena risikonya tinggi dan pendapatannya relatif rendah) akan menjadi lebih menarik bagi para investor.

Sedangkan bagi pemerintah, kelebihan dari mekanisme MRG adalah adanya kepastian yang lebih besar secara signifikan mengenai akan berjalannya proyek PPP khususnya PPP infrastruktur sehingga pelayanan kepada masyarakat bisa berjalan sebagaimana seharusnya.

Namun, dibalik kelebihannya tersebut tersimpan potensi kelemahan yang juga harus mendapatkan perhatian.  Kelemahan paling mendasar dari MRG khususnya untuk MRG model kedua (Put Option untuk pihak swasta dan Call Option untuk pemerintah) adalah besarnya kemungkinan moral hazard yang akan dilakukan oleh pihak swasta dimana MRG akan dinegosiasikan setinggi mungkin sehingga pada kenyataannya data aktual akan selalu berada di bawah MRG selama masa konsesi.  Hal ini menyebabkan pemerintah harus terus menerus memberikan “subsidi” kepada pihak swasta selama masa konsesi berupa jaminan pendapatan. Selain itu, pihak investor juga tidak akan memaksimalkan usahanya untuk meraih keuntungan yang signifikan sampai melebihi MRG-nya guna menghindari pembayaran kelebihan keuntungan / kompensasi ke pemerintah.

Terkait dengan kelemahan tersebut, dapat Penulis sampaikan fakta menarik yang diungkapkan oleh Sfakianakis (2011) dalam artikelnya yang berjudul “Valuing Public Private Partnership Risk: a scenario analysis” yang dibawakan pada Simposium P3T3 (PPP in Transport: Trend and Theory) di Lisbon.  Fakta tersebut adalah berdasarkan studi kasus di Cili berupa kasus PPP 8 proyek jalan tol di Cili (untuk tahun 1990 – 2007) yang menggunakan mekanisme MRG  dimana pemerintah Cili menjamin pendapatan dari pihak swasta.  Sfakianakis  menemukan bahwa masing-masing proyek mengharuskan pemerintah Cili untuk membayar kompensasi ke pihak swasta karena semua proyek tersebut memiliki data aktual yang lebih rendah dari MRG-nya.  Nilai total yang harus dibayar oleh pemerintah Cili berdasarkan perhitungan Sfakianasis sebagai jaminan pendapatan mencapai CH$ 186.435 juta atau sekitar Rp 3,72 triliun. 

Solusi untuk menjembatani kelemahan tersebut adalah dengan menggunakan model ketiga MRG yaitu Put Option Terbatas dan Call Option Terbatas (Limited Put Option and Limited Call Option) sehingga pemerintah tidak harus menanggung semua selisih antara data aktual dengan MRG. Dengan solusi ini, diharapkan juga ada usaha yang lebih besar dari investor untuk memaksimalkan usahanya sehingga jika ada kelebihan data aktual dibandingkan dengan MRG-nya maka investor tidak harus memberikan kompensasi secara penuh sebesar selisihnya. Meskipun demikian, solusi inipun masih menyimpan potensi masalah yang sama yaitu moral hazard

Hubungan Konsep MRG dengan Konsep Clawback

Melalui pemahaman terhadap konsep MRG maka bisa didapatkan logika hubungan antara MRG dengan Clawback.  Dengan mendasarkan pada pengertian Clawback sebagai pembagian kelebihan keuntungan sesuai dengan PP nomor 27 tahun 2014 dan PMK nomor 78/PMK.06/2014, maka dapat dipahami bahwa konsep Clawback dimuat dalam model kedua dan model ketiga dari konsep MRG dimana jika ada kelebihan antara data aktual dengan benchmark berupa MRG maka pemerintah berhak mendapatkan kelebihannya tersebut. 

Terkait dengan konsep MRG, diketahui bahwa dalam konsep MRG hanya dikenal tiga model yaitu: (i) Put Option only, (ii) Put Option and Call Option, dan (iii) Limited Put Option and Limited Call Option.  Dalam konsep ini tidak dikenal model “Call Option Only” dimana hanya pemerintah yang berhak mendapat kompensasi saat ada kelebihan antara data aktual dengan MRG tapi investor tidak mendapat kompensasi apapun ketika data aktualnya lebih rendah dibandingkan dengan MRG.  Dengan kata lain, dalam konsep MRG harus ada perlakuan yang adil (fair) khususnya kepada investor dimana jika investor mengalami kerugian karena data aktual tidak mencapai MRG maka ada kompensasi untuk investor dan sebaliknya jika ada kelebihan keuntungan karena data aktual melebihi MRG maka pemerintah berhak menuntut kompensasi dari investor.

Untuk itu, logika hubungan antara konsep MRG dan Clawback yang paling tepat menurut Penulis adalah bersifat kausalitas yaitu: Clawback hanya ada jika ada MRG”No MRG, No Clawback. Dengan demikian, Clawback tidak dapat dituntut jika tidak ada klausul MRG dalam kontrak KSPI. 

Kesimpulan

1.    Salah satu perbedaan utama antara PP Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D dengan penggantinya yaitu PP Nomor 27 Tahun 2014 adalah dalam hal bentuk-bentuk pemanfaatan BMN dimana dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 ditambahkan bentuk baru yaitu Kerjasama Penyediaan Infrastruktur (KSPI).

2.    Dalam konsep KSPI sesuai dengan PP Nomor 27 tahun 2014 dan PMK Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Pemanfaatan BMN sebagai turunannya, dikenal istilah “Pembagian Kelebihan Keuntungan” atau “Clawback”.

3.    Konsep MRG sebagai landasan teori pelaksanaan mekanisme “Clawback” menjelaskan bahwa mekanisme MRG merupakan insentif bagi investor agar investor mau berinvestasi dalam proyek PPP infrastruktur yang kurang feasible secara finansial karena adanya jaminan pendapatan minimal dari pemerintah.

4.    Terdapat tiga jenis MRG yaitu: (i) Put Option Only, (ii) Put Option and Call Option, dan (iii) Limited Put Option and Limited Call Option.  Mekanisme Clawback terdapat dalam model (ii) dan (iii) dimana pemerintah memiliki Call Option untuk meminta kelebihan atas besaran MRG.

5.    Mekanisme Clawback hanya dapat diterapkan dalam proyek yang memiliki MRG.

===== ooooo =====

Daftar Pustaka

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah. (2014).

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara. (2014).

Real Options Consulting Ltd. (2015). Real Options Consulting Ltd. Dipetik August 11, 2015, dari Real Options Consulting Ltd. Web Site: http://www.ppp-infrastructure.com/minimum-revenue-guarantee/

Sfakianakis, M. (2011). Valuing Public-Private Partnership Risk: a Scenario Analysis. Symposium: Public Private Partnerships in Transport: Trends & Theory- Research Roadmap, (hal. 1-15). Lisbon.

Shan, L., Garvin, M. J., & Kumar, R. (2010, October). Collar Options To Manage Revenue Risks in Real Toll Public-Private Partnership Transportation Projects. Construction Management and Economics, 1057-1069.

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini