Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Wajah SDM dalam organisasi berkinerja buruk
N/a
Rabu, 25 Februari 2015 pukul 09:28:10   |   2106 kali

Dalam sebuah organisasi, Sumber Daya Manusia (SDM) bukan hanya mesin yang tidak memiliki pikiran untuk melakukan kemajuan agar lebih meningkatkan kemampuannya. Jika di sebuah pabrik kita menemui mesin-mesin lama yang dengan gampang bisa ditukar dengan mesin canggih dengan teknologi modern, tidak akan kita temui dalam manusia yang jelas-jelas  merupakan penggerak dari suksesnya suatu organisasi. SDM yang baik terus berkembang sesuai dengan kemajuan organisasi dan kompleknya pekerjaan yang dihadapi. Namun bagaimana ketika SDM itu tidak berkembang sesuai dengan pergerakan organisasi, jawabannya mudah untuk sektor swasta mereka akan dengan cepat mengganti SDM tersebut.

Sayangnya hal ini tidak berlaku di instansi pemerintahan. SDM tidak bisa seenaknya ditukar dan dipecat ketika SDM tersebut tidak lagi sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bergerak cepat. Orang-orang dengan kemampuan rendah harus tetap bertahan, mungkin dengan memanfaatkan rekan kerja dengan kemampuan yang dibutuhkan atau bisa saja diam, tidak berproduksi sesuai dengan apa yang diinginkan organisasi. Akhirnya SDM baru mempunyai pekerjaan yang lebih banyak dengan gaji yang sama bahkan dibawah dari SDM yang tidak memiliki kemampuan.

Sungguh ironis, ketika di sektor swasta setiap tenaga dan usaha SDM nya dihargai sesuai kemampuan yang dikeluarkannya, justru di intansi pemerintahan yang harusnya menggambarkan citra negara, SDM yang tidak memiliki kemampuan masih dipertahankan bahkan dengan gaji yang tidak adil, yang kalau di hitung-hitung lagi akan merugikan negara dibandingkan mempertahankan mereka.

Selain itu SDM di Instansi pemerintahan juga tidak harus menguasai satu bidang keahlian saja, kita dituntut untuk serba bisa dan mengetahui organisasi dan semua seluk beluk pekerjaan masing-masingnya, tapi pembagian pekerjaan yang tidak jelas dan detail. Ini tentunya menguntungkan dan sangat bagus bagi orang-orang yang cepat belajar, namun artinya juga “bersedia mengerjakan pekerjaan yang lebih banyak dari orang lain”. Kemudian apakah ada keadilan dalam pemberian keuntungan organisasi, baik itu dari sisi pengembangan SDM, pola mutasi dan kenaikan jabatan?

Semuanya begitu komplek ketika secara subjektif manajemen SDM tidak memperhitungkan kemampuan seseorang dalam pertanyaan tersebut. Diskriminasi akan menjadi biang kerok yang memicu suasana tidak kondusif dalam membangun semangat kebersamaan dan motivasi kerja. Produktivitas dan motivasi kerja menjadi rendah, ketika selama ini seseorang yang telah memaksimalkan kemampuannya di organisasi tidak diperhitungkan didalamnya. Pemilihan peserta pengembangan SDM yang asal pilih bahkan berdasarkan kenal atau tidaknya mereka dengan seseorang yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, pola mutasi yang tidak jelas dan kenaikan jabatan yang masih menimbang kedekatan.

Hal ini tidak akan terjadi bila organisasi memberi kesempatan seluas-luasnya bagi SDM mengenal jati diri organisasi dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Pada titik tertentu, SDM dengan sendirinya akan memiliki kesadaran bagaimana mempertahankan Organisasi sebaik mungkin. Inilah yang menjadi motor dalam membangun motivasi kerja tinggi. Karena, baik-buruknya Organisasi menjadi tanggung jawab SDM. (nr)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini