Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Tiga Tangan Plus
N/a
Rabu, 11 Juni 2014 pukul 09:48:10   |   3224 kali

Dalam obrolan ringan dengan salah satu pejabat Pusat Pendidikan dan Latihan Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan (Pusdiklat KNPK) Kementerian Keuangan memaparkan bahwa untuk bisa sukses berkarier di birokrasi setidaknya ditentukan oleh teori tiga tangan. Kalau dikatakan teori belum pas karena belum dilakuan penelitan sesuai metodologi penelitan ilmiah. Atau mungkin hanya teori di warung kopi, perbincangan yang hangat hingga bikin orang betah berlama-lama duduk namun hanya mengandung kenikmatan sesaat. Namun, yang penting pengetahuan ringan yang belum bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah ini nantinya bisa membuka wawasan bagi kita semua, lebih-lebih yang akan meniti karier lebih jauh di jalur pegawai negeri/kementerian keuangan. Paling tidak bisa menjadi bacaan menjelang kita tidur.

Tangan pertama, setiap orang hampir dipastikan memenuhi syarat ini, garis tangan. Manusia (PNS tentunya) mempunyai garis tangan. "Ya ialah wong" salah satu syaratnya harus tidak cacat kok untuk masuk seleksi CPNS. Garis tangan terkait dengan jodoh, rizki (termasuk karier tentunya) dan hidup dan mati seorang PNS. Garis tangan tiap manusia unik dan tidak ada yang menyamai. Setiap manusia bertangan dua, tapi garis tangan dapat dipastikan berbeda. Karena sudah dari sono-Nya.

Tangan yang kedua, buah tangan. Saat hari lebaran atau hari besar agama lainnya sambil silahturahmi dengan tidak lupa membawa buah tangan untuk cangkingan (baca oleh-oleh), eheem untuk atasan kita. Akibatnya, “komunikasipun” lancar. Sebetulnya, budaya bertamu sambil membawa buah tangan adalah hal yang sangat dianjurkan oleh agama apapun. Karena hadiah adalah hal yang menyenangkan bagi si penerimanya dan lumrah dalam budaya Timur. Namun, persepsi yang timbul menjadi lain. Ah itu kan kembali kepada niatnya. Adagium menyatakan, segala sesuatu kembali kepada niatnya (al umuru bima qoshidiha). Namun demikian, persepsi yang berkembang di masyarakat sudah begitu jauh berbeda dan cenderung negatif. Seperti calon presiden nomor urut 1, stigma dan persepsi masyarakat adalah tegas. Walaupun dalam debat capres dan cawapres kemaren kayaknya masih kalah tegas dalam memberikan jawaban dengan capres nomor urut 2 (yang "ngefans" dengan capres 1 jangan marah ya, hanya persepsi penulis). Kok jadi ke capres segala. Persepsi masyarakat inilah yang menjadi kontraproduktif dengan buah tangan itu sendiri. Apalagi bila si penerima sudah menentukan deal sebelumnya. Misalnya harganya, edisinya, motifnya, ukurannya dan lain sebagainya. Karena tidak jarang seorang pegawai yang biasa-biasa aja, namun karena ada buah tangan yang sering diparcelkan menjadi luar biasa dimata pimpinan. Dan pimpinan merasa harus balas jasa dengan buah tangan bawahan tersebut. Dan buah tangan menjadi semakin pelik ketika telah terpenuhi kriteria unsur gratifikasi dan suap. Dan bersiaplah terkena jerat pidana baik  pemberi maupun dan penerima buah tangan tersebut. 

Tangan yang ketiga adalah, campur tangan. Boleh dikata tangan yang satu ini adalah yang paling ampuh. Orang Jawa bilang "sakti mandra guna". Tidak jarang terjadi, seorang yang ketika sekolah tukang bolos, nilai akademis biasa, dan ketika kerjapun tidak jauh beda alias tidak berprestasi namun berkat campur tangan menjadi luar biasa. Campur tangan bisa disebabkan karena kekerabatan, kesukuan, balas budi atau karena ada buah tangan tadi. Kedua tangan masih dapat diusahakan namun masih kalah sakti dengan tangan yang ketiga. Dan sangatlah beruntung pegawai yang dapat mengumpulkan ketiga tangan tersebut.

Kalau menurut penulis masih harus ditambahkan dengan tangan yang keempat Ini khusus bagi pejabat pengambil kebijakan, yaitu tangan besi. Tentunya yang positif. Dengan tangan besinya, aturan dapat ditegakan, tekanan dapat diatur dengan baik, dan segala yang dapat merugikan hak pegawai dapat dihindarkan. Tangan besi pejabat sangat diperlukan untuk dapat menegakan peraturan (hukum) yang berlaku. Dan peraturan yang tertinggi adalah peraturan yang diciptakan oleh yang menciptakan kita, Tuhan Yang Maha Esa (dalam bahasa hukum adalah paham/aliran religiusme. Setiap kebijakan yang kita ambil akan dipertanggungJawabkan kelak di akhirat. Hati nurani menjadi hal yang tidak dapat dikesampingkan dalam pengambilan kebijakan. Tangan besi sepanjang mendukung karier seseorang sangat dibutuhkan. Bisa dibayangkan bila ada seorang pegawai yang harusnya menjadi pejabat atau harus mendekati home base (terutama bila akan pensiun) namun karena tidak ada tangan besi pejabat menjadi tertunda atapun tergeser. Para pengambil kebijakan dalam mengambil keputusan dengan tangan besinya sangat bergantung kepada ketrampilan berkomunikasi mereka dalam memperoleh informasi yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan, demikian pula untuk mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada pihak-pihak lain. Tekanan dari atasan dan teman sejawat sudah menjadi menu klasik yang tidak dapat dihindarkan dalam pengambilan keputusan, promosi dan mutasi tentu di dalamnya. Dan konflik kepentingan menjadi isu seksi yang terus akan berlanjut diperbincangkan karena menyangkut hak pegawai. Dalam hal mengatur konflik, pengambil kebijakan (baca : pejabat) selalu dihadapkan pada penentuan tuntuan pekerjaan dari setiap jabatan yang dipegang dan ditangani oleh bawahannya (role expectaties) dan resiko konflik yang timbul. Karena konflik dapat menimbulkan ketegangan yang akan berefleksi buruk kepada sikap kerja dan perilaku individual. Pejabat selaku manajer yang baik akan berusaha untuk meminimasasi konsukensi negatif ini dengan cara membuka dan mempertahankan komunikasi dua arah yang efektif kepada setiap anggota bawahannya. Disinilah manajer dituntut untuk memenuhi sisi lain dari ketrampilan interpersonalnya, yaitu kemampuan untuk menangani dan menyelesaikan konflik. Dan bagi pegawai, khususnya penulis, promosi dan mutasi yang terpola dan tetap terjaga ritmenya menjadi impian yang bisa diceritakan kelak diakhir pengabdiannya kepada anak cucu kita.

Jayapura, 11 Juni 2014 Abdul Khalim, Kasie Informasi Kanwil DJKN Papua dan Maluku

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini