Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Perjalanan ke Pulau Leti, Salah Satu Pulau Terluar di Indonesia
N/a
Senin, 15 Juli 2013 pukul 17:52:11   |   38911 kali

Menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Tim Penilai Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Papua dan Maluku melaksanakan inventarisasi dan penilaian (IP) terhadap Embung (kolam penampungan kelebihan air hujan) Tutukey dan lima embung lainnya yang berlokasi di Pulau Leti, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Pulau Leti merupakan salah satu pulau terluar Indonesia yang berbatasan langsung dengan Timor Leste.

Pada kesempatan ini, kami tidak mengulas tentang kegiatan IP. Kami berusaha mengulas sisi lain dari perjalanan dinas yang menurut kami lebih menarik untuk dikupas.

Pulau Leti adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Laut Timor. Pulau ini berada di daerah  perbatasan wilayah Provinsi Maluku dengan wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Negara Timor Leste. Pulau Leti merupakan bagian dari wilayah Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Pulau ini berada di sebelah timur laut dari negara Timor Leste dengan koordinat 8° 13′ 20″ LS, 127° 38′50″ BT. Pulau Leti termasuk dalam gugusan kepulauan Lemola (Leti Moa Lakor).  Luas Pulau Leti hanya 9.230 ha, dengan keliling Pulau sekitar 45 km.

Pulau Leti mungkin satu dari sekian pulau di Indonesia yang memiliki fasilitas sangat minimal. Ketika Anda berkunjung ke Pulau Leti, jangan berharap akan menjumpai hotel dengan segala fasilitas lengkapnya. Yang ada di pulau ini hanya sebuah penginapan sederhana yang kosong dan sudah tidak dikelola oleh pemiliknya. Rumah makan pun tidak dijumpai di sana. Jaringan komunikasi sangat terbatas, karena hanya sebagian kecil wilayah Pulau Leti yang bisa mendapatkan jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi yang ada hanya ada pada sisi timur Pulau Leti (pantai dan bukit) yang berhadapan langsung dengan pulau di seberang laut, yaitu Pulau Moa, karena jaringan komunikasi yang ada hanya di Pulau Moa.

Fasilitas listrik di Pulau Leti juga terbatas. Dalam kondisi normal, listrik hanya bisa dinikmati masyarakat selama 12 jam setiap hari yaitu mulai pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00 WIT. Namun pada saat kami berada di sana selama tiga malam, listrik hanya menyala satu malam saja karena keterbatasan/kelangkaan solar sebagai bahan bakar PLTD. 

Namun demikian, dengan segala keterbatasan fasilitas yang ada, Pulau Leti memiliki pantai-pantai pasir putih yang sangat indah. Rasa lelah selama perjalanan laut yang sangat lama terobati dengan menikmati indahnya pantai-pantai di Pulau Leti.

Dalam perjalanan dinas ke Pulau Leti, kami mengawali perjalanan dengan menaiki pesawat udara dari Jayapura ke Kota Kupang. Jalur transportasi yang terdekat adalah melalui Kota Kupang. Dari Kota Kupang tersedia beberapa kapal perintis dan kapal PELNI yang melayani jalur transportasi perbatasan Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

Sarana transportasi udara dari Kota Kupang ke Pulau Leti tidak tersedia. Sarana transportasi udara yang ada dari Kota Kupang hanya sampai ke Pulau Kisar (pulau terdekat dengan Pulau Leti). Itupun bukan merupakan penerbangan reguler, tetapi charter. Sarana transportasi yang ada hanya alat transportasi laut (kapal laut).

Pada saat berangkat, perjalanan yang kami tempuh adalah dengan menumpang Kapal Pangrango yang ditempuh melalui rute Kupang - Wetar - Kisar - Leti dengan waktu tempuh perjalanan sekitar 34 jam.

Saat perjalanan pulang, dengan pertimbangan untuk menempuh waktu perjalanan tersingkat, kami menempuh perjalanan menggunakan Kapal Perintis Asia Permai dari Pulau Leti ke Pulau Kisar dengan waktu tempuh sekitar empat jam perjalanan. Sesampai di Pulau Kisar, kami menginap terlebih dahulu karena Kapal Perintis Maumere I dari Pulau Kisar dengan tujuan ke Kota  Kupang (Nusa Tenggara Timur) baru berangkat keesokan harinya.

Pada saat transit di Pulau Kisar, kami memanfaatkan waktu untuk menikmati indahnya pantai-pantai di sekitar Pelabuhan Kisar yang tidak kalah indahnya dengan pantai-pantai di Pulau Leti.

Dari Pulau Kisar kami melanjutkan perjalanan dengan menumpang Kapal Perintis Maumere I. Waktu tempuh perjalanan dari Pulau Kisar ke Kota Kupang berkisar antara 40 - 42 jam. Dengan pertimbangan efisiensi waktu, kami memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan laut sampai ke Kota Kupang. Kami turun di Pelabuhan Wini, di Kabupaten Timor Tengah Utara (Nusa Tenggara Timur). Waktu Tempuh dari Pulau Kisar Ke Pelabuhan Wini sekitar 28 jam.

Dari Pelabuhan Wini ke Kota Kupang, kami melanjutkan perjalanan darat dengan menyewa mobil minibus dengan waktu tempuh sekitar enam jam perjalanan. Setelah sampai di Kota Kupang, kami melanjutkan perjalanan kembali ke Jayapura.

Beginilah cerita panjang tentang perjalanan dinas kami yang sangat melelahkan.  Bagi kami, ini merupakan perjalanan dinas yang sangat berat. Namun dibandingkan dengan pengalaman rekan-rekan DJKN yang bertugas di daerah kepulauan, perjalanan dinas kami tidaklah seberapa. Masih terdapat banyak kisah perjalanan dinas dari rekan-rekan DJKN yang lebih berbahaya dalam menjalankan tugas negara.  (Text : M.Riza Cahyo W, NRH)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini