Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Kepailitan PT. Dirgantara Indonesia
N/a
Selasa, 17 Februari 2009 pukul 09:11:20   |   20959 kali

PT. Dirgantara Indonesia adalah sebuah BUMN yang awalnya bernama PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio yang didirikan pada tanggal 28 April 1976 dengan akte notaris No.15 dengan direktur utamanya BJ Habibie. Dalam perjalanannya, pada tanggal 11 Oktober 1985 PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio berubah menjadi PT. Industri Pesawat Terbang Negara. Seiring dengan itu IPTN mengubah nama menjadi PT DIRGANTARA INDONESIA atau Indonesian Aerospace/IAe yang diresmikan Presiden Abdurrahman Wahid, 24 Agustus 2000 di Bandung.

Dalam menjalankan bisnisnya untuk menyesuaikan diri dalam era globalisasi, PT DI berusaha untuk terus meningkatkan kinerjanya dengan melalui perbaikan kinerja keuangan perusahaan. Proyeksi penjualan periode 2002 - 2010 menunjukkan kecenderungan meningkat secara signifikan. Sementara proyeksi laba tahun 2002 mencapai 11 milyar rupiah, kemudian turun menjadi 4 milyar dan seterusnya meningkat (lihat proyeksi laba rugi 2002 -2010). Atau setelah fase survival (2000 - 2003), antara tahun 2004 - 2010 perusahaan mampu menghasilkan laba usaha rata-rata 9,3 % dari penjualan. Pada fase survival, perusahaan berada pada tingkat kurang sehat. Namun setelah fase tersebut akan mencapai kategori sehat yang terus meningkat pada tahun 2004 - 2005, dan 2006 -2010.

 

Tanggal 4 September 2007 menjadi titik balik bagi PT. Dirgantara Indonesia. Pada tanggal itu gugatan karyawan untuk mempailitkan PT. Dirgantara di kabulkan oleh hakim pengadilan niaga karena dinilai tidak mampu membayar utang berupa kompensasi dan manfaat pensiun serta jaminan hari tua kepada mantan karyawannya yang diberhentikan sejak 2003.

 

Dalam UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 2 ayat (1) syarat untuk mengajukan kepailitan adalah termohon memiliki hutang yang sudah jatuh tempo kepada lebih dari 2 (dua) kreditor.

 

Namun,  apakah proses kepailitan yang diajukan oleh karyawan PT. DI memang sesuai ketentuan dimana perusahaan yang sehat dan mempunyai aktiva besar patut dipailitkan terhadap kreditur yang mempunyai tagihan hutang dalam jumlah yang kecil? dan apakah hak pekerja harus didahulukan dalam perkara kepailitan?

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini