Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
SAP dan Peran Penilaian
N/a
Selasa, 17 Februari 2009 pukul 09:12:04   |   8529 kali

Pengelolaan keuangan negara memasuki babak baru pada tahun 2003 dengan diundangkannya UU No. 17 tentang Keuangan Negara. Paket payung hukum reformasi keuangan negara semakin lengkap setelah UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara disahkan DPR. Reformasi pengelolaan keuangan negara ini sesungguhnya memiliki dimensi yang begitu luas. Di antara dimensi strategis yang menjadi karakter reformasi tersebut adalah bagaimana pengelolaan keuangan negara ini ditatausahakan dan dipertanggungjawabkan. Di dalam ketentuan-ketentuan tersebut diatur bahwa pemerintah diwajibkan menyusun laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara kepada DPR setelah sebelumnya diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Oleh karena itulah, dibutuhkan sebuah standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang akan menjadi acuan, baik bagi pemerintah selaku penyelenggara keuangan negara maupun BPK selaku lembaga yang memiliki kewenangan memeriksa penyelenggaraan tersebut. Kebutuhan itu terjawab setelah pemerintah menetapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005.

Pada sisi yang lain, kegiatan penilaian turut terdorong menjadi salah satu prioritas dalam reformasi keuangan negara. Dibentuknya direktorat khusus yang menangani penilaian seiring dengan perombakan organisasi di tubuh Departemen Keuangan mengkonfirmasi hal itu. Signifikansi dari penilaian ini semakin mendapatkan koridornya dengan kenyataan bahwa potensi kekayaan negeri ini sedemikian besar yang mana itu menuntut adanya instrumen untuk mengetahui nilai di dalamnya.

Salah satu sisi penting penilaian, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2 tahun 2008 tentang Penilaian BMN, adalah bahwa penilaian berfungsi untuk membantu penyajian neraca pemerintah pusat. Di sinilah kita mendapati keterkaitan erat antara penilaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Mencermati SAP, akan diperoleh gambaran tentang di mana saja peran penilaian ini dibutuhkan.

               1. Penilaian Persediaan.

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 05, ada 3 cara pengukuran terhadap akun ini, yaitu berdasarkan harga perolehan (apabila diperoleh dengan pembelian), biaya standar (diproduksi sendiri), dan nilai wajar (diperoleh dengan cara lainnya seperti hibah atau rampasan). Dengan demikian, penilaian terhadap persediaan dibutuhkan manakala persediaan tersebut diperoleh pemerintah tidak melalui pembelian atau memproduksi sendiri, dalam rangka mendapatkan nilai wajarnya (fair value). Termasuk di dalamnya adalah apabila persediaan itu ada karena dikembangbiakkan seperti hewan dan tanaman.

               

2.  Penilaian Investasi.

Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomik seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Menurut PSAP Nomor 06, investasi pemerintah terbagi menjadi investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka panjang sendiri terdiri dari investasi non permanen dan investasi permanen. Bentuk investasi dapat bervariasi, seperti investasi dalam saham, obligasi, dan deposito. Sebagaimana aset lainnya, investasi akan diukur sesuai dengan harga perolehannya. Dalam hal merupakan investasi jangka pendek non-saham (misalnya deposito), investasi tersebut diukur berdasarkan nilai nominalnya. Namun demikian, penilaian terhadap akun ini diperlukan dalam beberapa kondisi, yaitu apabila investasi diperoleh tanpa nilai perolehan atau ketika investasi tersebut tidak mempunyai pasar aktif yang dapat membentuk nilai pasarnya. Dalam keadaan yang terakhir ini, selain menggunakan nilai wajar, pengukuran investasi dapat juga menggunakan nilai nominal atau nilai tercatat (book value).

3. Penilaian Aset Tetap

Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap ini menurut PSAP Nomor 07, terdiri atas tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam pengerjaan (KDP). Dalam pengukurannya, prinsip dasar yang dipakai adalah bahwa aset tetap dinilai dengan biaya perolehannya. Namun, apabila ketentuan ini tidak dapat diberlakukan, nilai aset tetap akan didasarkan pada nilai wajar saat perolehan. Dalam hal terakhir inilah, penilaian terhadap jenis aset ini menjadi relevan.
Sebelumnya

Penyusunan Neraca Awal

            Selama bertahun-tahun, negara ini berjalan tanpa memiliki sebuah neraca keuangan yang mampu menunjukkan seberapa besar kekuatan keuangan yang dipunyainya. Reformasi pengelolaan keuangan yang dimulai tahun 2003 mensyaratkan agar pengelolaan keuangan dapat dilakukan secara transparan dan akuntabel, tak terkecuali pada sisi pelaporannya. Kebutuhan akan sebuah laporan keuangan yang komprehensif menjadi hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Hanya saja, karena sebelumnya belum mempunyai neraca, pemerintah harus menyusun neraca awal. Proses penyusunan neraca awal itu sudah dilakukan sejak 2005. Kenyataannya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih menempatkan belum adanya (sempurnanya) neraca awal tersebut sebagai faktor munculnya disclaimer opinion terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2006. LKPP 2007 sendiri sampai saat ini belum diaudit.

            Yang jelas, dalam rangka penyusunan neraca awal tersebut, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) sebagai penyusun SAP mengeluarkan pedoman berupa Buletin Teknis Nomor 01. Beberapa “penyimpangan” terhadap SAP diatur dalam bultek ini yang memang memberikan porsi tugas lebih besar kepada aktivitas penilaian.

            Telah disebutkan di atas bahwa dalam penyusunan neraca pemerintah, penilaian dibutuhkan hanya dalam kondisi terdapat aset yang diperoleh tidak melalui pembelian atau dengan kata lain ketika nilai perolehannya tidak tersedia. Bultek 01 memberi tugas lebih besar kepada penilaian karena menentukan bahwa hanya aset-aset yang diperoleh dalam setahun terakhir (yaitu setelah 31 Desember 2004 mengingat proses penyusunan neraca awal ini dilakukan sejak 2005) dinilai berdasarkan harga perolehannya, sedangkan di luar itu, aset dinilai sesuai nilai wajar, atau dengan kata lain perlu dilakukan penilaian. Ketentuan inilah yang membuat DJKN harus melakukan koreksi nilai terhadap sebagian besar aset-aset pemerintah. Kerja besar ini diharapkan tuntas pada akhir tahun 2008 sehingga kemungkinan diberikannya disclaimer opinion terhadap LKPP 2008 dapat dihindari. 

Revaluasi Aset

            Dari uraian di atas, peran penilaian dalam konteks penyusunan neraca pemerintah boleh jadi tidak terlalu besar, kecuali dalam kondisi sekarang (sampai akhir 2008) ketika aktivitas penilaian harus memperoleh nilai wajar untuk penyusunan neraca (awal) pemerintah. Kendatipun demikian, dalam rentang waktu tertentu, penilaian akan memainkan peran yang lebih signifikan dibandingkan dengan keadaan normal apabila pemerintah memutuskan untuk melakukan revaluasi aset tetap. PSAP Nomor 07 Paragraf 58 menyebutkan: Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. Artinya, ketika pemerintah menganggap bahwa revaluasi diperlukan, penilaian harus dilakukan untuk menilai ulang seluruh aset pemerintah. Hanya saja, belum jelas bagaimana dan kapan revaluasi semacam itu dilakukan. Mungkin saja itu akan merupakan siklus 5 tahunan, 10 tahunan, atau bahkan tanpa siklus yang reguler.

*Penulis adalah staf KPKNL Semarang dan Trainer SAP pada Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah Depkeu.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini