Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Bagaimana Pengurusan Piutang Daerah?
Rini Murbaningsih
Kamis, 23 Februari 2023 pukul 13:43:28   |   3511 kali

Piutang Daerah (1) adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah daerah dan/atau hak pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Piutang daerah merupakan salah satu komponen penting dalam neraca yang akan menambah aset lancar yang merupakan hak pemerintah daerah untuk menagih dan mencatatnya.

Timbulnya piutang daerah pada umumnya terjadi karena adanya tunggakan pungutan pendapatan dan pemberian pinjaman serta transaksi lainnya yang menimbulkan hak tagih dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan.

Berdasarkan pemungutan (2), piutang daerah diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Piutang pajak daerah piutang ini muncul karena pendapatan pajak daerah sebagaimana diatur dalam undang-undang perpajakan atau peraturan daerah tentang perpajakan yang belum dilunasi oleh wajib pajak sampai dengan akhir periode. Pajak daerah dibedakan antara tingkat pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

2. Piutang retribusi dipungut oleh pemerintah daerah karena pemberian izin atau jasa kepada orang pribadi atau badan. Berdasarkan undang-undang yang mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah, jenis retribusi daerah berdasarkan objeknya terdiri dari jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. Piutang retribusi timbul apabila sampai tanggal laporan keuangan ada tagihan retribusisebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan, yang belum dilunasi oleh wajib bayar retribusi.

3. Piutang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Lainnya piutang karena potensi PAD lainnya dapat terdiri dari hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan seperti bagian laba BUMD dan lain-lain PAD seperti bunga, penjualan aset yang tidak dipisahkan pengelolaannya, tuntutan ganti rugi, denda, penggunaan aset/pemberian jasa pemda dan sebagainya.

Pengelolaan piutang daerah merupakan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah daerah. Namun dalam hal penyelesaian piutang daerah tidak berhasil dan dikategorikan sebagai piutang daerah yang macet, maka pengurusannya dapat diserahkan ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Terhadap piutang yang telah dilimpahkan ini, satuan kerja yang mempunyai piutang tetap mengakui piutang tersebut sebagai asetnya di neraca satuan kerja yang bersangkutan dan harus mengungkapkan mengenai piutang yang dilimpahkan penagihannya tersebut pada Catatan atas Laporan Keuangan.

Piutang daerah yang dapat diserahkan pengurusannya pada PUPN (3) adalah piutang daerah pada pemerintah daerah, bendahara umum daerah, badan layanan umum daerah, dan piutang retribusi daerah. Namun tidak semua piutang daerah macet yang termasuk dalam kategori tersebut dapat serta merta diserahkan pengurusannya ke PUPN.

Berikut rincian piutang daerah macet yang tidak dapat diserahkan pengurusannnya ke PUPN:

1. Jumlah sisa kewajiban paling banyak Rp8.000.000,00 per penanggung utang dan tidak ada barang jaminan yang diserahkan atau barang jaminan tidak mempunyai nilai ekonomis;

2. Tidak didukung dokumen sumber yang memadai sehingga tidak dapat dibuktikan siapa subjek hukum yang harus bertanggung jawab terhadap penyelesaiannya;

3. Tidak dapat dipastikan jumlah atau besarannya karena tidak ada atau tidak jelas dokumen sumber atau bukti-bukti pendukungnya;

4. Piutang daerah yang masih menjadi objek sengketa di Lembaga Peradilan;

5. Piutang daerah yang telah diserahkan ke PUPN namun dikembalikan atau ditolak oleh PUPN berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Untuk Piutang Daerah Macet yang tidak dapat diserahkan pengurusannya ke PUPN dapat diselesaikan sendiri oleh pemerintah daerah dengan mekanisme berdasarkan PMK nomor 137/PMK.06/2022 tentang Penghapusan Piutang Daerah yang Tidak Dapat Diserahkan Pengurusannya kepada PUPN atau apabila dianggap perlu dapat Menyusun Peraturan Daerah lagi sebagai pelengkap PMK 137 selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan ditetapkannya PMK 137 ini merupakan angin segar bagi pemerintah daerah untuk dapat memperbaiki kualitas piutang daerah pada laporan keuangan pemerintah daerah dan memberikan kejelasan dalam penyelesaian piutang daerah serta menghindarkan dari temuan BPK yang terus berulang setiap tahunnya.

Referensi:

1. Undang-Undang nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

2. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 16 tentang Akuntansi Piutang Berbasis Akrual;

3. PMK nomor 137/PMK.06/2022 tentang Penghapusan Piutang Daerah yang Tidak Dapat Diserahkan Pengurusannya kepada PUPN.

(Penulis: Nurulia Rahmah Izzati Masapu-Pelaksana Bidang PN Kanwil DJKN Sumsel, Jambi, dan Babel)

Disclaimer tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini