Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Seri Artikel DDDM KPKNL Mamuju: Berapa Jumlah Pembanding yang Mencukupi dalam Suatu Proses Penilaian? (Data Mining Examples in Real Life)
Ida Kade Sukesa
Kamis, 16 Februari 2023 pukul 09:13:46   |   529 kali

Ditulis oleh: Helvita Dorojatun (Kepala KPKNL Mamuju)

(Tulisan ini merupakan artikel keempat dari seri Artikel DATA DRIVEN DECISION MAKING, KPKNL MAMUJU untuk KEMENKEU)


Beberapa praktisi antara lain Mae (2023) Luhst (1997) dan Lynn and Wang (2011) menyatakan bahwa minimal tiga pembanding paling mirip harus digunakan dalam proses penilaian dengan pendekatan perbandingan data pasar. Aturan mengenai jumlah pembanding tersebut adalah hal yang tidak asing selama pengalaman penulis menjadi penilai pemerintah. Selain jumlah pembanding beberapa rekomendasi juga memberikan saran untuk berapa tahun ke belakang data dapat digunakan yaitu satu tahun (Mae, 2023;579) hingga tiga tahun (Appraisal Institute, 2014;384) dan seberapa jauh jarak antar objek penilaian dengan pembanding (lihat Mae 2023).

Lantas darimanakah dasar aturan jumlah pembanding tersebut? Apakah diambil dari dasar ilmiah yang jelas ataukah hanya sekadar kepantasan pada lebar kertas uraian kertas kerja penilai? Inilah hal yang menarik yang akan diuraikan penulis pada artikel data mining kali ini.

Sebelumnya penulis uraikan sedikit bagaimana penilai menentukan nilai wajar dengan menggunakan pendekatan perbandingan data pasar. Salah satu dari tiga pendekatan penilaian adalah pendekatan data pasar. Pendekatan ini dilakukan dengan mengumpulkan data transaksi atau penawaran dan kemudian memilih beberapa data pembanding yang paling mirip dengan objek penilaian. Kemudian penilai melakukan penyesuaian terhadap data pembanding tersebut. Nilai wajar akan dihasilkan oleh penilai dari pembobotan data pembanding yang digunakan tersebut.

Aturan praktis dalam penilaian saat ini adalah penggunaan tiga pembanding. Sementara tidak ada yang jelas dari mana rekomendasi tersebut berasal (Luhst, 1997; 89). Meskipun demikian, sangat dipahami bahwa kuantitas adalah fungsi dari kualitas. Artinya semakin tinggi kualitas data, semakin sedikit data sebanding yang diperlukan (Luhst, 1997; 89) (Lynn and Wang, 2011; 416). Namun pasar real estate memiliki karakteristik yang sering kali berupa pasar yang tidak efisien, yang berarti properti yang setara dapat dijual dengan harga yang bervariasi. Sehingga meskipun data pembanding sangat berkualitas, jumlah data yang cukup tetap menjadi issue yang menarik?

Luhst (1997) melalui pertanyaan tegas How Many Comparables Are Enough? dalam bukunya (real estate valuation) menceritakan asal usul dari aturan tiga pembanding ini. Melalui buku tersebut Luhst (1997) bertutur bahwa terdapat dua studi yang pernah dilakukan dengan cara mengestimasi nilai wajar suatu objek dengan menggunakan satu hingga lebih dari empat pembanding. Ketika kemudian terjadi transaksi pada objek-objek penilaian yang telah diestimasi nilainya tersebut maka dilakukan pengukuran pada jumlah pembanding berapakah nilai estimasi tersebut paling mendekati nilai transaksi yang aktual. Hasilnya ditemukan bahwa akurasi penilaian, (diukur dengan perbedaan antara nilai estimasi dan nilai aktual transaksi) meningkat ketika jumlah pembanding berubah dari satu menjadi tiga atau empat, tetapi peningkatan akurasi menjadi sangat kecil ketika jumlah pembanding terus ditambah melebihi empat. Artinya tiga sampai dengan empat adalah jumlah pembanding yang optimal.

Luhst (1997) juga menyampaikan bahwa salah satu studi tersebut juga menambah tiga alternatif variable lokasi yaitu 1) pembatasan lingkungan terdekat, 2) pembatasan zoning yang sama, dan 3) tanpa pembatasan. Hasil dari studi tersebut menemukan bahwa ketika kriteria lokasi dilonggarkan maka diperlukan pembanding yang lebih banyak untuk meningkatkan keakurasian hasil penilaian yaitu menjadi tiga sampai dengan lima pembanding.

Studi yang disampaikan Luhst (1997) di atas menunjukan bahwa rule of thumb tiga pembanding dalam penilaian ditentukan berdasarkan Metode Elbow. Di dalam data mining metode elbow adalah teknik visual tertua yang digunakan untuk menentukan jumlah klaster yang paling optimal pada metode klastering (Figure 1). Metode Elbow menunjukan secara grafis selisih terkecil dari perbedaan dari nilai aktual dengan nilai prediksi atau yang sering disebut sebagai Sum Square Error (SSE). Secara bebas SSE dimaknai sebagai besarnya perbedaan antara nilai estimasi dengan nilai aktual. Artinya semakin kecil SSE nilai estimasi semakin mendekati nilai aktual.

Metode Elbow dalam Data Mining digunakan sangat luas dari algoritma pembelajaran tanpa guru (unsupervised learning) seperti K Means untuk analisis klastering sampai pembelajaran dengan guru (supervised learning) non parametric seperti K-Nearest Neighboors (KNN) untuk analisis klasifikasi. Melalui penggunaan teknik ini dapat ditentukan berapa jumlah klaster yang paling sesuai pada algoritma K Means atau jumlah K yang tepat pada KNN.

Kekurangan dari Metode Elbow adalah teknik ini dapat memberikan hasil ambigu ketika kurva yang terbentuk sangat smooth (lihat Shi et al; 2021;3). Sementara kelebihannya adalah meskipun terdapat tiga cara dalam penentuan jumlah klaster pada data mining yaitu: 1) formula estimasi tertentu; 2) metode Elbow; dan 3) cross validation, namun metode Elbow merupakan cara paling sederhana yang dapat memberikan kepastian lebih dari cara yang pertama (lihat Suyanto 2019; 352).

Ini menunjukan meskipun diskusi tentang berapa banyak pembanding yang cukup, terus berlanjut, ada metode empiris yang berasal dari pengetahuan data mining telah digunakan untuk menetapkan tiga sebagai jumlah pembanding optimal dalam penilaian. Selanjutnya kita juga perlu memahami bahwa kuantitas informasi (dari pembanding) juga berbanding terbalik dengan waktu dan biaya yang dikeluarkan. Bagaimanapun manfaat informasi yang diinginkan harus melebihi biaya dan waktu untuk menyediakannya (lihat Weygandt et al, 2013; 330). Sehingga jumlah Pembanding optimal haruslah juga berangkat dari biaya dan waktu yang efisien.

Pertanyaannya adalah bagaimana apabila data pembanding yang ditemukan terbatas dan kurang dari tiga? RICS (2019) menyampaikan bahwa sedikitnya terdapat empat hal yang menyebabkan data dan informasi dalam penilaian menjadi terbatas yaitu: a) pasar properti inaktif (sedikit transaksi); b) pasar properti berubah cepat; c) properti yang dinilai memiliki karakteristik yang tidak biasa; dan d) pasar properti tidak efisien (terbentuk informasi yang asimetris). Tentu keterbatasan ini bukan halangan untuk tetap dilakukannya proses penilaian

Berkaitan dengan keterbatasan data pembanding tersebut beberapa praktisi antara lain Mae (2023), Boston Valuation Services (2019), Appraisal Institute, (2013) dan Lynn and Wang (2011) memberikan solusi sebagai berikut: a) Penilai memperluas pencarian data yang sebanding dengan melihat di lokasi lainnya; b) Penilai mencari dari data historis yang lebih jauh yang merefleksikan perubahan kondisi pasar dan ditambahkan penjelasan mengapa pembanding tersebut digunakan; dan/atau c) menyertakan properti penjualan yang sangat berbeda dari subjeknya namun dengan penjelasan yang cukup. Selain itu RICS (2019) menyarankan agar penilai mempertimbangkan lebih banyak bukti tidak langsung: misalnya, data ekonomi lokal atau nasional yang dapat menunjukkan tren guna mamandu estimasi nilai wajar objek penilaian.

Referensi

Appraisal Institute, 2013The Appraisal of Real Estate 14 Edition, ISBN 978-1-935328-38-4

Boston Appraisal Service, 2019; Analyzing Comparable Sales: Units of Comparison

Lynn, D., and Wang,T., 2011, Real Estate Mathematics, Applied analytics and quantitative methods for private real estate investing, PEI, ISBN 978-1-904-696-93-3

Lundquist,R., 2014, 5 things to know about appraisers choosing comps

Luhst, K, M., 1997, Real Estate Valuation: Principles and Applications, Irwin Publisher, ISBN 978 0 25619 059 5

Mae; 2023, Selling Guide, Fannie Mae Single Family, Fannie Mae's Website

RICS, 2019, RICS professional standards and guidance, global Comparable evidence in real

Estate Valuation 1st Edition, October 2019, Royal Institution of Chartered Surveyors (RICS), London, ISBN 978 1 78321 373 3

Shi, C., Wei, B., Wei, S., Wang, W., Liu, H., and Liu, J., 2021, A Quantitative Discriminant Method of Elbow Point For The Optimal Number of Clusters In Clustering Algorithm, EURASIP Journal on Wireless Communications and Networking

Suyanto, 2019, Data Mining Untuk Klasifikasi dan Klasterisasi Data Edisi Revisi, Informatika Bandung, ISBN 978-602-6232-97-7.

Weygant, J.J., Kiemel, P.D, Kieso, D.E, 2013, Acounting Principle 11 Edition, John Wiley & Sons, Inc, SBN-13 978-1-118-13003-2

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini