Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Penerapan Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik dalam Pemanfaatan BMN Berdasarkan PMK 115/2020
Ayutia Nurita Sari
Rabu, 23 November 2022 pukul 09:30:36   |   1042 kali

Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Analisis PTT) atau lebih dikenal dalam dunia penilaian properti sebagai Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) merupakan suatu rangkaian kegiatan inspeksi lapangan, penelitian, analisis untuk mengetahui product development yang paling sesuai dan optimal atas suatu tanah dan atau bangunan. Sesuai dimaksudkan adalah penggunaan terbaik sementara optimal adalah yang menghasilkan keuntungan maksimal, dengan memperhitungkan semua risiko yang tersedia di pasar.

Sementara menurut SPI (Standar Penilaian Indonesia) 2007, KPUP 6.3: Penggunaan tertinggi dan terbaik (HBU) didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti (bisa tanah dan atau bangunan), yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut.

Suatu properti dikatakan memenuhi Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik bila memenuhi empat kriteria sebagai berikut (Kepdirjen KN Nomor 184/2013):

1. Physically possible, secara fisik memungkinkan;

2. Legally permissible, secara aturan diizinkan;

3. Financially feasible, secara keuangan layak; dan

4. Maximally productive, produktivitas maksimal/menghasilkan nilai tertinggi.

Untuk mengetahui pengembangan suatu tanah memenuhi kriteria tersebut, maka diperlukan suatu kajian yang komprehensif yang meliputi aspek fisik, aspek legal, aspek keuangan (pasar dan finansial) serta aspek produktivitas.

Pertanyaan yang sering terjadi pada pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN):

1. Apakah sebaiknya tanah dikembangkan atau dibiarkan kosong?

2. Jika sebaiknya dikembangkan, opsi pengembangan seperti apa yang sebaiknya dilakukan dan kapan waktunya?

3. Apakah bangunan saat ini telah memberikan produktivitas yang maksimum sehingga tetap dibiarkan atau sebaiknya dibangun bangunan lain yang lebih bernilai?

Ranah pemanfaatan BMN telah diatur teknis tentang pengaturan pemanfaatan BMN dalam pengelolaan BMN (PMK Nomor 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara). Skema yang tersedia adalah sebagai berikut:

1. Sewa

2. Pinjam Pakai

3. Kerjasama Pemanfaatan (KSP)

4. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna (BGS/BSG)

5. Kerjasama Penyediaan Infrastruktur (KSPI)

6. Kerjasama Terbatas dalam Pembiayaan Infrastruktur (Ketupi)

Skema Pemanfaatan terbagi ke dalam durasi yang berbeda, yaitu jangka pendek (lima tahunan), jangka menengah (tiga puluh tahunan), dan jangka panjang (lima puluh tahunan). Skema pemanfaatan yang bersifat jangka pendek adalah Sewa dan Pinjam Pakai, sementara yang berjangka menengah adalah KSP dan BGS/BSG serta yang berdurasi panjang adalah KSPI dan Ketupi.

Pembeda yang lain adalah terkait motif dan bisa tidaknya sebuah skema diperpanjang (PMK Nomor 115/2020). Dari semua skema pemanfaatan hanya KSP yang tidak dapat diperpanjang dan semakin mahal investasi oleh mitra pemanfaatan akan semakin lama durasi konsesi yang diberikan, serta dinilai dari ketersediaan dana APBN untuk mendanai bangunan atau infrastruktur tersebut.

Pada praktik selanjutnya perlu dipahami bahwa tanggung jawab penyediaan infrastrukur adalah tanggung jawab pemerintah berdasarkan Pasal 33 Undang Undang Dasar Tahun 1945, tetapi karena adanya unsur bisnis terkait jasa layanan infrastruktur maka dibutuhkan peran sektor swasta yang memungkinkan penggunaan lahan yang dimiliki baik Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang, maupun Pengelola Barang menggunakan berbagai skema, termasuk Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Terkait penggunaan lahan BMN terdapat prinsip yang tidak boleh dilanggar dalam PMK 115/2020, yaitu di atas lahan BMN yang akan dikerjasamakan terlarang untuk melakukan penjaminan utang dengan jaminan BMN atau menggadaikan BMN kepada pihak ketiga dan memperjualbelikan BMN kepada pihak ketiga. Selain itu juga diatur bahwa peruntukan apapun yang akan disetujui penggunaan atas lahan BMN milik Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang, atau Pengelola Barang, maka IMB atau Izin Mendirikan Bangunan di atas lahan BMN yang dikerjasamakan harus atas nama Pemerintah baik Pusat maupun Daerah.

Selain itu pemanfaatan BMN membutuhan beberapa analisis komprehensif termasuk Analisis PTT yang bertujuan agar memenuhi semua aspek pengunaan sehingga diperoleh hasil optimal tidak hanya bagi investor tapi juga pemilik BMN dalam hal ini Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang, atau Pengelola Barang.

Seringkali muncul kebingungan dari Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang, atau Pengelola Barang sebelum menyetujui peruntukan properti yang diajukan investor dengan berbagai skema pemanfaatan. Hal ini dikarenakan keawaman dari pemilik BMN yang hanya mendasarkan pemahamannya pada satu aspek namun tidak komprehensif. Investor yang memahami industri perhotelan tentu melihat potensi dari sektor perhotelan, tapi bisa jadi yang memberi tingkat pengembalian yang lebih optimal justru pusat perbelanjaan atau rumah sakit, namun karena tidak memahami karakter bisnis terkait maka tidak tertarik. Artinya ada unsur subjektivitas pada persetujuan pemanfaatan oleh investor yang berdampak pada kegagalan proyek.

Untuk menjawab pertanyaan sejenis ini diperlukan analisis yang komprehensif dan analisis yang mendalam terkait penggunaan dan pemanfaatan properti. Adapun lingkup analisisnya dapat dibedakan dalam lima tahap dengan penjelasan sebagai berikut:

Pertama, lokasi atau fungsi dari akses merupakan pertimbangan utama dalam sebuah skema pemanfaatan. Analisis lokasi merupakan alat utama untuk menjawab dua pertanyaan yang paling penting, yaitu 1) pemanfaatan jenis apa yang mungkin diwujudkan secara fisik baik dengan mempertimbangkan tapak, lokasi dan akses serta lingkungan. 2) pemanfaatan apa yang secara aturan diperkenankan. Tahapan ini sangat krusial sebagai studi awal untuk mengidentifikasikan karakteristik dan kriteria tertentu sebagai dasar pertimbangan atas opsi pengembangan yang dimungkinkan untuk dijadikan alternatif produk pengembangan selanjutnya. Analisis ini meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Lokasi

2. Karakteristik lokasi: area dan dimensi, bentuk, orientasi, topografi/kontur, pemandangan, iklim, dan lain sebagainya

3. Infrastruktur, utilitas dan fasilitas publik, sarana dan prasarana

4. Aksesibilitas, kepadatan lalu lintas dan transportasi

5. Lingkungan atau surrounding environment

6. Kepadatan penduduk serta luas area cakupan

7. Peraturan Lokal tentang Bangunan seperti Zonasi, KDB, KLB, GSJ, dan ketinggian maksimal (ada beberapa daerah seperti Bali yang tidak memperbolehkan bangunan lebih tinggi dari Pura atau di Jogja yang tidak memperbolehkan bangunan lebih tinggi dari Keraton)

8. SWOT analisis atas lokasi dan aksesibiltas.

Kedua, kondisi pasar dan marketability analysis adalah hal penting berikutnya untuk menjawab produk properti apa yang dapat diserap pasar dan memungkinkan untuk dikembangkan di atas suatu lokasi atau tapak. Beberapa penasehat investasi memberi masukan mengenai kondisi siklikal yang terjadi dalam permintaan properti di semua sektor. Analisis ini dilaksanakan atas seluruh jenis properti yang mungkin dapat dikembangkan yang meliputi potensi dan daya serap pasar, harga dan tingkat persaingan serta ceruk pasar (Kepdirjen KN Nomor 184/2013). Analisis ini antara lain meliputi hal sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi makro dan mikro beserta karakteristiknya

2. Perubahan iklim dan pemanasan global

3. Tingkat inflasi

4. Tingkat suku bunga

5. Penetrasi industri keuangan

6. Permintaan agregat atas komoditas utama

7. Karakteristik pertumbuhan penduduk

Selanjutnya melakukan analisis pasar detail per jenis properti yang mungkin dapat dikembangkan di atas tanah tersebut yang dapat dipergunakan untuk kepentingan residensial, perkantoran, kompleks perumahan atau pertokoan, apartemen, pabrik atau industri, pusat perbelanjaan, hotel,pusat rekreasi serta gedung pertemuan meliputi:

1. Permintaan dan penawaran saat ini

2. Permintaan dan penawaran masa yang akan datang

3. Analisis potensi belanja masyarakat (khusus pusat perbelanjaan)

4. Pertumbuhan agregat

5. Potensi pasar

6. Target pasar

7. Penentuan harga, tarif sewa

8. Ketersediaan infrastruktur

9. Pangsa pasar

10. Analisis persaingan usaha

Ketiga, berdasarkan kombinasi hasil analisis lokasi (tahap satu) dan analisis penyerapan pasar (tahap dua) selanjutnya ditentukan alternatif opsi yang dapat dikembangkan antara lain meliputi:

1. Jenis produk properti (klasifikasi/penggolongan, level/grade)

2. Jumlah (unit, ukuran dan dimensi)

3. Fasilitas dan Utilitas, Sarana dan Prasarana

4. Harga, Tarif sewa, Service Charge

5. Program penjualan, Tingkat hunian

6. Tingkat penyewaan

7. Kemungkinan pengembangan

8. Dan lain-lain

Keempat, pada masing-masing alternatif opsi yang dapat dikembangkan selanjutnya dilaksanakan analisis finansial yang dapat melihat tingkat kelayakan secara finansial atas masing-masing alternatif opsi pengembangan atas subyek properti. Analisis dimulai dengan analisis biaya pengembangan, biaya operasional dan administrasi, analisis penjualan dan pendapatan, proyeksi arus kas, analisa kelayakan investasi serta tingkat pengembalian atas modal (Kepdirjen KN Nomor 184/2013):

1. Total biaya proyek dan Draw Down Project Cost

2. Proyeksi penjualan dan pendapatan

3. Proyeksi biaya operasional dan administasi

4. Proyeksi arus kas

5. Analisis risiko

6. Analisis Kriteria Investasi (Net Present Value, Pay Back Period, Internal Rate of Return, Modified/Adjusted Internal Rate of Return)

7. Tingkat pengembalian atas modal

Kelima, berdasarkan keempat rangkaian analisis di atas, maka dapat direkomendasikan dan diperoleh salah satu alternatif terbaik. Rekomendasi yang terpilih dan opsi pengembangan tersebut dapat berupa peruntukan tunggal (single-use) maupun peruntukan campuran (multi-use atau mixed use). Sebagai contoh: Blok Mall, aset milik Pemda DKI yang memfungsikan basement sebagai Mall dan bagian atasnya sebagai terminal baik TransJakarta maupun Bus Damri Bandara.

Adapun konklusi atas analisis pengguna tertinggi dan terbaik adalah sebagai berikut:

1. Optimalisasi pasar yang ingin dicapai baik dari sisi kuantitas maupun kualitas

2. Ukuran, dan perpaduan harga proyek yang dibangun

3. Waktu memasuki pasar dan tahap pengembangan properti dimaksud

Selanjutnya manfaat Analisis Pengunaan Tertinggi dan Terbaik (Analisis PTT) dapat diambil oleh beberapa pihak antara lain:

1. Konsultan Pendamping Investasi (Investment arranger)

2. Konsultan Perencana

3. Pemilik Tanah (Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang atau Pengelola Barang)

4. Calon Investor

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Hasil analisis PTT ini dapat digunakan sebagai acuan bagi pemilik tanah dalam rencana pengembangan tanah tersebut dalam hal ini Pengguna Barang, Kuasa Pengguna Barang atau Pengelola Barang sebagai acuan dan pedoman dalam menawarkan kerjasama pengembangan dengan pihak investor Kerjasama.

2. Hasil analisis PTT ini dapat digunakan sebagai acuan bagi Calon Investor dalam melakukan penawaran kerjasama atas rencana pengembangan suatu tanah untuk penggunaan yang menghasilkan tingkat pengembalian yang paling optimal.

3. Hasil analisis PTT ini dapat digunakan sebagai acuan bagi Investment Arranger dalam menjalankan perannya sebagai mediator yang menjembatani rencana kerjasama pembangunan dan pengembangan suatu tanah

4. Hasil analisis PTT ini dapat digunakan sebagai acuan bagi Konsultan Perencana/Arsitek dalam perencanaan pengembangan suatu tanah beserta kemungkinan yang dapat dibangun di atas tanah dimaksud.

Selanjutnya dalam bagian terakhir akan dibahas situasi khusus dalam Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik yang terdiri dari delapan bagian dengan pembatasan kondisi tertentu. Hal ini perlu diantisipasi oleh para calon investor dan para pemilik lahan dan bangunan yang akan dikerjasamakan (Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang maupun Pengelola Barang) karena bila tidak dipahami akan berdampak pada tidak terpenuhinya Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik. Kondisi tersebut meliputi hal sebagai berikut:

1. Single-Use Situation

Kegunaan tertinggi dan terbaik mungkin tidak seperti biasanya atau unik. Penggunaan seperti museum dan gedung seni memungkinkan nilai tanahnya didasarkan atas kegunaannya tersebut dan bukan kegunaan pada umumnya. Begitu pula pembangunan aset untuk rumah ibadah, biasanya bersifat jangka panjang karena aspek budaya dan legalitas sebagai tanah wakaf.

2. Interim Use (Penggunaan Sementara)

Kegunaan sementara dari sebidang tanah kosong atau properti yang telah dikembangkan adalah kegunaan tertinggi dan terbaik yang diantisipasi untuk berubah dalam jangka pendek. Kegunaan interim ini pada dasarnya dibangun karena keterbatasan yang ada seperti sumber daya, konsep dan keuangan. Kegunaan sementara mungkin atau mungkin juga tidak memberi kontribusi terhadap nilai dan biaya-biaya pembongkaran/demolition cost harus dipertimbangkan untuk mengembangkan menjadi kegunaan-kegunaan interim. Selain itu pendapatan yang terus membesar seiring berjalannya waktu perlu juga dipertimbangkan. Sebagai contoh: penggunaan tanah kosong disekitar Stasiun KRL menjadi lahan parkir mungkin akan menjadi penggunaan permanen seiring dengan makin ramainya pengguna parkir yang membutuhkan lahan parkir.

3. Legally Nonconforming Uses

Kegunaan yang sah secara hukum untuk dibuat dan dipertahankan tetapi tidak sesuai dengan peraturan penggunaan tanah dari kawasan dimana properti tersebut berkedudukan/berlokasi. Biasanya terjadi pada penggunaan BMN akibat kebutuhan layanan umum. Kegunaan sementara ini seringkali muncul sebagai akibat dari perubahan zoning yang berdampak pada legalitas penggunaan untuk tujuan tertentu. Perubahan zoning mungkin bisa menciptakan underimproved atau overimproved terhadap suatu properti. Sebagai contoh: sebuah rumah tinggal yang berlokasi di suatu kawasan yang zoningnya berubah menjadi kawasan komersial maka akan menjadikan properti tersebut underimproved. Hal ini biasanya disiasati dengan membangun kos-kosan dalam ruko untuk menyiasati perizinan atas lokasi tersebut.

4. Uses that are not Highest and Best

Beberapa bangunan dan pengembangan lain yang ada mungkin tidak mencerminkan kegunaan tertinggi dan terbaik dari keadaan tapaknya seandainya kosong. Kegunaan tertinggi dan terbaik umumnya mempunyai kategori yang sama dengan kegunaan saat ini. Kondisi ini dipicu oleh kebutuhan kota akan taman kota dan area resapan untuk catchment area. Memang kewajiban menyediakan area publik adalah tanggung jawab dari pemerintah daerah namun seiring dengan makin terbatasnya lahan di perkotaan metropolitan, hal ini harus dipikirkan bersama. Sebagai contoh penggunaan untuk pusat jajanan harus dikombinasi dengan penutup lahan dari paving block yang memungkinkan secara berganda sebagai sumur resapan. Contoh: Kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu tapak yang telah dibangun apartemen yang telah berumur sepuluh tahun adalah bangunan apartemen baru yang lebih modern. Untuk suatu tapak tertentu, kategori umum kegunaan tertinggi dan terbaik mungkin telah berubah akibat adanya keusangan eksternal tersebut.

5. Multiple Uses

Kegunaan tertinggi dan terbaik mungkin melibatkan lebih dari satu kegunaan tertentu

untuk sebuah bidang tanah atau sebuah bangunan. Misalnya sebuah kompleks lapangan golf yang terdapat hotel, perumahan, tempat rekreasi, kondominium dan sebagainya. Suatu bidang tanah mungkin juga digunakan untuk berbagai fungsi. Sekarang sudah sangat sering dibangun utilitas yang dibangun dengan konsep campuran seperti di kota Manado Hotel Grand Puri yang dibangun satu kawasan dengan shopping mall seperti Multimart.

6. Special Purpose Uses

Kegunaan yang hanya sesuai untuk satu tujuan tertentu atau sebuah kegunaan yang sangat terbatas jumlahnya. Pembangunan rumah ibadah, kantor pemerintahan yang bersifat jemput bola menjadi salah satu contohnya. Apalagi dengan banyaknya kantor

dengan jargon layanan publik, seringkali dibangun dengan konsep mudah dijangkau oleh masyarakat yang membutuhkan jasa layanan publik tersebut. Penilai atau konsultan akan menghadapi masalah praktik dalam menentukan kegunaan tertinggi dan terbaiknya, karena dibenturkan dengan berbagai syarat kelayakan. Kegunaan yang tertinggi dan terbaik untuk properti jenis ini adalah kegunaannya yang ada pada saat ini.

7. Speculative Uses

Investasi pada kegunaan spekulatif adalah tercipta ketika pembeli mempunyai antisipasi terhadap kenaikan nilai, meskipun kegunaan tertinggi dan terbaik pada masa yang akan datang secara spesifik tidak dapat diprediksi, namun alternatif logis biasanya dipakai untuk mengidentifikasikan kegunaannya. Sebagai contoh: rumah yang dialihfungsikan sebagai toko atau kantor di masa yang akan datang dengan harapan nilainya akan berkembang pesat. Hal ini terjadi karena perkembangan kota dan pergerakan kurva permintaan dan penawaran. Ini banyak terjadi dikompleks perumahan kelas atas seperti Menteng, Kebayoran Baru, Pondok Indah, Cempaka Putih, Pulo Mas di Jakarta.

8. Excess Land

Tanah yang mungkin tidak diperlukan untuk mendukung kegunaan yang ada atau untuk mengakomodasi kegunaan tertinggi dan terbaik yang primer dari sebidang tanah kosong atau tanah yang dianggap kosong. Ini terjadi pada rumah hoek yang sering kali memiliki kelebihan tanah. Excess land ini seharusnya dapat diidentifikasikan secara jelas dengan melakukan perbandingan terhadap properti – properti sejenis yang berdekatan atau berada pada kawasan yang sama. Dalam praktiknya rumah hoek atau rumah pojok memiliki nilai yg lebih tinggi karena bisa memungkinkan penggunaan seperti rumah kebun, rumah bertumbuh dan sebagainya. Excess land juga dipengaruhi oleh ukuran dan dimensi tanah serta kontur. Ada beberapa kasus ukuran dan dimensi tanah cukup luas untuk dijual sebagai satu kavling terpisah, tapi karena bentuk yang tidak beraturan maka lebih optimal bila disatukan dengan kavling tanah terdekat (hook). Begitu pula halnya dengan kontur yang bergelombang seringkali baru bernilai jual bila dijual sebagai satu kesatuan dengan kavling terdekat.


Penulis: Arvan Carlo Djohansjah, S.E., M.Si., CSA, CRP, Cert. Assesor, MicroFin Cert. (Widyaiswara Ahli Madya - BDK Manado)

Referensi:

1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara

2. Kepdirjen Kekayaan Negara Nomor 184/2013 tentang Pedoman Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik Berupa Tanah atau Tanah berikut Bangunan

3. Bahan Ajar dan Bahan Tayang Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik oleh Arvan Carlo Djohansjah

4. Bahan Ajar dan Bahan Tayang Pemanfaatan Barang Milik Negara oleh Arvan Carlo Djohansjah

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini