Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Keterampilan Berbicara dalam Pengurusan Piutang Negara
Eva Resia
Jum'at, 07 Oktober 2022 pukul 09:17:53   |   1014 kali

Dalam melakukan tugas pengurusan piutang negara, seorang Pemeriksa atau jurusita Piutang Negara seharusnya dibekali dengan keterampilan berbicara dalam menghadapi penanggung utang. Keterampilan berbicara ini bukanlah perkara mudah. Hal ini karena berbicara tidak hanya mengeluarkan kata-kata/suara dari mulut melainkan terdapat unsur membujuk penanggung utang untuk menyelesaikan utangnya.

Menurut Henry Guntur Tarigan (1983:15), berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan 1.

Lebih tegas lagi, Henry Guntur Tarigan menyatakan bahwa berbicara bukan hanya sekadar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak 2.

Sejalan dengan pendapat ahli di atas, Pemeriksa/jurusita Piutang Negara dapat berbicara sesuai dengan tugasnya dalam menggali informasi atau bukti-bukti penanggung utang untuk menyelesaikan piutang negara. Semakin detail informasi atau bukti yang berhasil didapat oleh Pemeriksa/jurusita Piutang Negara semakin mudah dalam pengurusan piutang negara.

Berdasarkan hal tersebut di atas, timbul pertanyaan bahwa keterampilan berbicara seperti apa yang seharusnya diperhatikan oleh seorang Pemeriksa/jurusita Piutang Negara agar mampu meyakinkan penanggung utang untuk menyelesaikan utangnya? Taktik seperti apa yang digunakan pemeriksa/jurusita piutang negara?

Beberapa faktor yang dapat membuat Pemeriksa Piutang Negara berhasil meyakinkan dalam berbicara kepada penanggung utang, yaitu pembicara, pokok pembicaraan, metode, tujuan, sarana, interaksi, bahasa dan non bahasa.

Pertama, pembicara dalam hal ini pemeriksa/jurusita. Seorang pemeriksa/jurusita adalah faktor yang menimbulkan kegiatan berbicara. Pemeriksa/jurusita setidaknya menguasai berkas kasus piutang negara, profiling penanggung utang, dan tempat serta waktu yang tepat dalam menjalankan tugasnya.

Kedua, pokok pembicaraan pemeriksa/jurusita adalah bagaimana penanggung utang mengakui dan membayar utangnya. Fakta di lapangan sering ditemui, pemeriksa berhasil menemui penanggung utang tetapi penanggung utang tidak mengakui utangnya. Ada juga, pemeriksa yang berhasil menemui penanggung utang, membuat penanggung utang mengakui dan bahkan bersedia membayar utangnya.

Ketiga, metode yang digunakan oleh pemeriksa/jurusita yang berhasil ini adalah mengedepankan prinsip-prinsip kekeluargaan, tidak menyerang pribadinya, dan pendekatan keagamaan. Sampaikan kepada penanggung utang bahwa utang akan dibawa sampai mati.

Pada tahun 2022 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dalam bidang piutang negara bagi masyarakat yang terdampak Covid 19. Pemeriksa hendaknya bertujuan menyampaikan program pemerintah berupa bantuan keringanan utang kepada penananggung utang. Kata ‘bantuan’ lebih akrab dan mudah diterima melalui telinga penanggung utang dari pada kata ‘penagihan’.

Selain itu juga, pemeriksa bersedia membantu penanggung utang dalam penyelesaian administrasi ke kelurahan atau kepala desa. Terjalinnya interaksi yang positif antara pemeriksa dan penanggung utang dapat memudahkan terselesainya piutang negara.

Keempat, bahasa yang dipakai pun sama dengan bahasa yang digunakan oleh penanggung utang. Bahasa yang sama akan membuat penanggung utang lebih akrab dan tidak canggung menyampaikan keinginannya

Selain faktor bahasa, seorang pemeriksa/jurusita juga dapat menguasai faktor non-bahasa. Hal ini mencakup sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, pandangan yang diarahkan pada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat, kesediaan mengoreksi diri sendiri, keberanian mengungkapkan dan mempertahankan pendapat, gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara, kelancaran, penalaran dan relevansi, dan penguasaan topik.

Sarana yang digunakan pemeriksa/jurusita dalam meningkatkan keterampilan berbicara antara lain dengan taktik afirmasi yang terdiri dari taktik “Ya”, taktik mengulang, dan taktik sugesti. Menurut taktik “Ya”, pertanyaan dirumuskan sedemikian rupa sehingga lawan bicara hanya dapat menjawab:”Ya”, dan perlahan-lahan menuntunnya kepada kesimpulan akhir yang jelas atau mengejutkan, yang harus diterima tanpa syarat.

Untuk taktik mengulang, pemeriksa/jurusita berusaha untuk menyampaikan pikiran dan idenya secara terus-menerus. Gaya ini dapat menyebabkan lawan bicara menaruh perhatian kepada ide yang dianjurkan, dan berusaha mengolah ide itu. Sedangkan, taktik sugesti ini bermaksud mempermudah lawan bicara untuk menyetujui pikiran, anjuran dan hasil pertimbangan kita.

Kedua, taktik ofensif yang terdiri dari taktik antisipasi, taktik mengagetkan, taktik bertanya balik, taktik provokasi, taktik mencakup, dan taktik memotong. Takti antisipasi adalah sementara lawan bicara menyampaikan pendapat, kita sudah mengantisipasi kelemahannya, sesudah itu kita langsung menjatuhkan pendapatnya dengan mengemukakan argumentasi kontra.

Taktik Mengagetkan: Lawan bicara menantang dengan satu pernyataan negatif, kita mengejutkan dia dengan satu jawaban balik dari sudut pandangan yang tak diduganya. Sedangkan taktik bertanya balik melemparkan kepada lawan bicara satu pertanyaan balik yang menyebabkan dia menerima kekeliruannya sendiri.

Taktik Provokasi ini memaksa lawan bicara untuk berbicara terus terang. Ini adalah satu model pertanyaan agresif, yang sering dipergunakan oleh para wartawan. Sedangkan taktik mencakup adalah melihat argumentasi lawan satu pengamatan yang mencakup dan lebih tinggi, sehingga dengan argumentasi itu sendiri dilemahkan dan tidak berlaku untuk dirinya sendiri. Sedangkan, taktik Memotong dipergunakan untuk mengontrol pembicara yang berbicara terlalu banyak, pembicaraannya dipotong dengan tiba-tiba dengan alasan untuk menyampaikan sesuatu yang penting.

Ketiga, taktik negasi yang terdiri dari taktik “Tidak” dan taktik kontradiksi. Taktik “Tidak” ini menyangkal pendapat lawan bicara secara langsung, karena menuntut penjelasan yang tuntas sedangkan taktik kontradiksi mengemukakan pernyataan kontradiktoris (pertentangan secara esensial) atas apa yang dikatakan lawan bicara.

Dengan mengetahui faktor-faktor keberhasilan berbicara dan taktik berbicara tersebut, diharapkan pemeriksa/jurusita piutang negara berhasil juga dalam menjalankan tugasnya membantu piutang yang tidak tertagih.

***

Ditulis oleh : Mulyadi, Kepala Seksi Piutang Negara KPKNL Pekanbaru


[1] Henry Guntur Tarigan, Berbicara Serbagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung, Angkasa, 1981):15

[2] Henry Guntur Tarigan, Berbicara Serbagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung, Angkasa, 1981):16

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini