Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
FOKUS, ASET MENTAL YANG LANGKA DI ERA BOMBARDIR INFORMASI
Ratih Prihatina
Selasa, 16 Agustus 2022 pukul 16:07:17   |   12486 kali

Ketika ada seseorang yang produktif menghasilkan output-output pekerjaan, sedangkan kita terkadang untuk dapat fokus beberapa saat saja terasa sulit. Sebetulnya apa yang sedang terjadi?

LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

Pada tahun 1997, seorang ekonom bernama Herbert A. Simon telah memprediksi bahwa kedatangan era informasi yaitu era dimana sumber daya informasi itu sangat kaya dan dapat diakses dengan mudah melalui internet ataupun sosial media akan menciptakan suatu kemiskinan atau bahkan kelangkaan terhadap atensi manusia.

Atensi seseorang dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana kita sedang menuangkan energi kognitif kita untuk satu objek atau kegiatan tertentu. Nilai atensi seseorang dapat diukur dengan melihat seberapa lama orang tersebut mampu menuangkan waktunya untuk hanya fokus dalam suatu objek atau kegiatan tertentu. Dengan begitu, untuk dapat fokus dalam waktu yang lama kita juga perlu kemampuan untuk dapat menolak distraksi/gangguan. Kita perlu yang namanya “self control”.

Self control merupakan kemampuan yang sangat penting agar kita dapat sukses di bidang apapun. Sebuah riset yang dilakukan oleh The Dunedin Study (Dunedin Multidisciplinary Health and Development Study is a detailed study of human health, development and behaviour), menganalisa 4000 anak dari usia balita hingga menuju usia dewasa. Hasil riset ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan anak tersebut untuk bisa mengontrol dirinya, maka semakin tinggi kecenderungan anak tersebut untuk sehat secara fisik dan sukses secara finansial, bahkan studi ini menunjukkan bahwa kemampuan untuk mengontrol diri menjadi hal yang sama pentingnya dengan latar belakang finansial seseorang ataupun nilai IQ. Pada tahun 1990-an, seorang fisikawan bernama Michael Goldhaber juga memberikan peringatan bahwa ekonomi dunia telah mengalami suatu pergeseran dari ekonomi berbasis materi menjadi ekonomi berbasis atensi.

Jaman sekarang atensi manusia merupakan sumber daya yang paling dicari oleh perusahaan-perusahaan besar untuk mendapatkan keuntungan. Padahal hari ini kita semakin sulit untuk fokus mengerjakan sesuatu atau belajar dengan tenang. Semua ini dikarenakan kebutuhan kita yang semakin besar akan cheap dopamine mengikuti trend-trend yang selalu berubah dengan sangat cepat. Ada riset yang menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan manusia untuk fokus atau rentang perhatian kita semakin lama semakin menurun dari angka 12 detik di tahun 2000 menjadi 8,25 detik saja di tahun 2015. 1500 (seribu limaratus) kali dalam seminggu merupakan rata-rata pengguna sosial media mengecek sosmednya, minimal 3 jam dalam sehari mereka menggunakan platform tersebut.

Sumber daya atensi manusia semakin menipis dan terbatas yang pada akhirnya karena saking mudahnya mengakses apapun melalui internet yang pada akhirnya hidup kita yang sangat berharga akan termakan oleh waktu itu sendiri. Atensi kita yang sebetulnya bisa kita gunakan untuk fokus pada suatu keinginan atau pencapaian semakin susah kita dapatkan.

INNER FOCUS

Ketika kita ingin fokus untuk mengerjakan suatu project atau kegiatan tertentu, seringnya kita hanya mengandalkan pikiran logika kita, sama seperti robot dan mesin yang mengolah sesuatu hanya berdasarkan suatu perhitungan dan angka. Namun dalam riset neuropsychology, emosi justru memegang peranan yang penting dalam menentukan aksi atau tindakan kita. Maka yang kita perlukan untuk fokus mengerjakan sesuatu itu bukan hanya dengan mengandalkan pikiran logika kita namun juga harus pintar memanipulasi emosi kita sendiri.

Seorang ilmuan mencoba menjelaskan kaitan antara emosi dan fokus seseorang dengan membuat sebuah model skematik. Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa performa fokus tertinggi seseorang adalah ketika berada dalam keadaan state of flow yakni dimana seseorang dapat 100 persen fokus dengan apa yang ia kerjakan tanpa terganggu atau teralihkan oleh hal lain di sekitarnya. Kondisi state of flow ini hanya bisa kita dapatkan jika kita berada di titik tengah antara emosi stress yang tidak terlalu rendah tetapi tidak juga terlalu tinggi. Ketika kita berada dalam kondisi stress yang terlalu rendah disebut kita berada dalam kondisi state of disengage (kekurangan motivasi). Mungkin karena pekerjaan yang terlalu membosankan atau pekerjaan sehari-hari tidak memiliki arti yang mendalam. Kondisi ini sering terjadi ketika kita duduk di depan meja komputer atau sedang bekerja, dan kita dengan mudah terganggu oleh distraksi yang menghambat pekerjaan kita seperti bermain medsos dan sebagainya. Saat itu terjadi, kita sedang tidak terhubung oleh kesadaran penuh kita sendiri. Kita perlu kembali terhubung dengan diri kita dengan mencari tujuan yang kuat dan alasan mengapa kita bersedia menyelesaikan pekerjaan yang kita kerjakan. Semakin suatu pekerjaan memiliki tujuan dan arti yang mendalam, maka semakin mudah pula kita untuk berfokus, memanipulasi emosi dan menolak distraksi/gangguan untuk menuju kondisi state of flow.

“Kita tidak akan pernah bisa mengerjakan sesuatu secara maksimal jika kita tidak memiliki ikatan emosional dengan pekerjaan tersebut”

Seorang neurolog bernama Anthonio De Marco (Neuropsychologist in Union, NJ and has over 12 years of experience in the healthcare field) berkata segala keputusan yang kita perbuat mulai dari apa yang harus kita lakukan untuk masa depan, pekerjaan apa yang harus dipilih dan lain sebagainya merupakan keputusan yang kita buat dengan menggambar ulang memori pembelajaran dan pengalaman hidup yang pernah kita dapatkan. Proses penggambaran memori dalam otak kita tersebut ternyata hanya sedikit memiliki konektifitas pada otak kita yang mengolah logika maupun penyusunan kata, dan justru memiliki konektifitas yang sangat kaya terhadap bagian sel tubuh kita yang bernama “Gastrointestinal Tract” yaitu perut.

Ketika George Lucas mencoba membuat film Star Wars, secara logika ini merupakan suatu hal yang tidak masuk akal untuk dilakukan, dimana ia memutuskan untuk mengelola seluruh kegiatan dalam filmnya mulai dari pencarian dana sampai pembuatan film tanpa campur tangan dari pihak studio yang telah mengelola seluruh kegiatan produksi di film-film Lucas sebelumnya. Alasan Lucas adalah ia tidak suka cara pihak studio mengelola filmnya. Saat itu Lucas mempertaruhkan seluruh uang dan karirnya untuk dapat membuat film tersebut, namun ia tetap percaya pada firasatnya bahwa ia harus menyelesaikan film Star Wars dengan caranya sendiri. Ikatan emosional tersebut menumbuhkan motivasi dan bahan bakar yang sangat efektif bagi Lucas untuk mengerjakan film tersebut (Star Wars).

“Emosilah yeng membuat kita dapat menilai bahwa suatu pekerjaan itu baik, buruk atau biasa saja. Tanpa adanya emosi dalam suatu pekerjaan, pekerjaan yang kita lakukan akan terasa hampa.”

MENJELAJAHI KEBOSANAN

Sebaliknya, ketika kita mengerjakan sesuatu dalam kondisi stress yang terlalu tinggi (state of frazzle) maka artinya kita sedang berada dalam tekanan yang membuat kita frustasi. Mungkin karena tuntutan pekerjaan yang terlalu banyak, masalah baru yang sulit untuk dipecahkan atau kurangnya dukungan dari sisi finansial ataupun emosional. Ketika berada dalam situasi ini, otak akan terus-menerus memikirkan hal negatif yang berada diluar kontrol kita. Hal ini membuat kita sulit fokus dan tentu berdampak pada performa kerja. Jika tidak segera diatasi maka kita akan mencap dunia ini sebagai tempat yang kelam dan negatif, dan perhatian kita akan mudah teralihkan ke kesenangan jangka pendek. Saat berada dalam kondisi seperti ini, ada baiknya berhenti sejenak dan beristirahat untuk mengurangi stimuli yang sudah terlalu banyak diberikan pada otak.

PEMBAGIAN JENIS ATENSI MENJADI DUA KELOMPOK BESAR

Atensi pikiran kita dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni :

  1. Selective attention : saat otak kita hanya fokus pada satu hal saja. Selective fokus inilah yang dapat membawa kita ke kondisi state of flow.
  2. Open Awareness : kondisi dimana otak tidak hanya fokus pada satu objek tertentu tetapi secara sadar kita juga dapat mengobservasi keadaan sekeliling kita. Kondisi ini dibutuhkan ketika kita sedang beristirahat. Open awareness juga biasa disebut scatter focus, yakni sebuah kondisi dimana otak kita sedang memikirkan hal-hal random tanpa adanya fokus yang dikontrol oleh kemauan kita sendiri. Kondisi ini ternyata membuat kita dapat menyelesaikan banyak masalah, melahirkan ide-ide yang baik dan mendorong kreatifitas. Saat sedang berada dalam kondisi scatter focus, otak kita akan membuat sebuah konektifitas secara acak tentang sudut pandang dan perspektif yang berbeda mengenai hal-hal yang kita pikirkan. Otak akan menerbitkan solusi dan ide yang out of the box. Kondisi ini hanya dapat terjadi ketika kita sedang melakukan aktifitas simpel yang mudah, yang tidak memerlukan pemikiran kompleks seperti mandi, melipat baju, menyapu dan lain sebagainya.

CARA MENINGKATKAN FOKUS SAAT BEKERJA

  1. Buat daftar tugas yang harus dikerjakan

Sebelum mulai melakukan pekerjaan, akan lebih baik kalau kita memiliki daftar tugas yang harus dikerjakan. Tentukan prioritas dari tugas-tugas tersebut dengan cara mengurutkan tugas apa yang paling penting untuk diselesaikan terlebih dahulu sampai pada bagian terakhir yaitu tugas yang bisa ditunda pengerjaannya.

Dengan memiliki daftar tugas, kita bisa lebih cermat dan teliti selama bekerja. Selain itu, kita juga bisa meminimalisir kemungkinan ada tugas yang terlupa untuk dikerjakan.

  1. Memberikan jeda teknologi

Seseorang memiliki rentang waktu tertentu sebelum perhatiannya teralihkan dari satu aktivitas ke aktivitas lain. Pengalih perhatian yang umum terjadi adalah gangguan teknologi seperti getaran telepon, tanda pesan masuk atau notifikasi dari sosial media.

Mengutip dari American Psychologycal Associaton, Larry Rosen, seorang profesor emeritus psikologi di California State University memberikan solusi untuk mengembalikan fokus kerja yaitu berupa technology break atau jeda teknologi. Caranya adalah dengan mengambil rehat sejenak untuk membuka ponsel setelah 15 menit bekerja tanpa gangguan.

Agar terhindar dari gangguan selama waktu bekerja, Anda dapat mematikan, menyetel ponsel dalam mode senyap atau membalik layar ponsel menghadap ke bawah. Setelah berhasil fokus kerja selama 15 menit, Anda bisa menambah rentang perhatian lebih lama sebelum melakukan jeda teknologi.

Umumnya konsentrasi kerja dapat berkurang setelah sekitar 30 menit. Maka penting untuk beristirahat sejenak agar tetap bisa fokus kerja. Terlebih lagi, tidak jarang jeda teknologi hanya dibutuhkan selama beberapa detik atau menit saja untuk bisa tetap fokus kerja.

  1. Terapkan mindfulness selama bekerja

Mindfulness dikenal sebagai suatu pikiran dan perasaan yang hidup sepenuhnya saat ini juga. Melalui cara ini, kita dapat mengarahkan fokus diri hanya pada pekerjaan, tidak bercabang ke banyak hal lain yang tidak memiliki kaitan dengan tugas yang sedang dikerjakan. Dengan begitu, pekerjaan akan cepat selesai karena kita tidak membagi pikiran dan perasaan ke hal lain yang tidak begitu penting.

  1. Banyak minum air mineral agar tidak dehidrasi

Bukan rahasia lagi jika dehidrasi bisa membuat hilangnya konsentrasi dan tidak fokus. Itulah alasannya kenapa minum air mineral menjadi sangat penting, sebab sebanyak 60 persen tubuh manusia mengandung cairan. Faktanya kehilangan sedikit saja cairan di dalam tubuh akan memengaruhi kinerja otak seperti gangguan konsentrasi dan suasana hati, bahkan dapat memicu munculnya sakit kepala.

  1. Idealnya hindari multitasking, kerjakan tugas satu per satu

Ada istilah monotasking dan multitasking dalam bekerja. Monotasking berarti fokus mengerjakan tugas satu per satu dengan konsentrasi penuh, sedangkan multitasking adalah mengerjakan banyak tugas di saat yang bersamaan.

Melakukan monotasking dipercaya bekerja bisa lebih fokus, menumbuhkan disiplin diri, menguatkan kemampuan konsentrasi, dan dapat memberikan rasa tenang saat mengerjakan sesuatu. Berbeda dengan multitasking yang bisa menurunkan konsentrasi, merusak memori serta fungsi otak, bisa memberikan rasa lelah berlebihan, dan akibatnya membuat kita jadi kurang detail saat mengerjakan tugas. Maka, hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah dengan mengerjakan tugas satu per satu.

Dengan meningkatkan fokus kerja, maka selain produktivitas bisa membaik, kita juga jadi lebih mudah mempelajari hal-hal baru, mencapai tujuan, dan beradaptasi dengan baik di berbagai situasi.

Penyusun : Ratih Prihatina, Pelaksana Pada Seksi Hukum dan Informasi

Sumber :

(1) https://www.sehatq.com/artikel/cara-agar-fokus-kerja

(2) https://www.ruangkerja.id/blog/fokus-bekerja-di-kantor-tanpa-distraksi-yakin-bisa

(3) https://youtu.be/LTCbrTsIFb8, Kevin Tanjaya, “Aset Mental Yang Langka”

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini