Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Hindari Fraud di Sektor Publik, Tingkatkan Pelayanan kepada Stakeholders
Angger Dewantara
Kamis, 30 Juni 2022 pukul 19:26:10   |   18553 kali

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sebagai instrument pelayanan publik siap hindari fraud untuk meningkatkan mutu pelayanan publik. Pelayanan publik merupakan pelayanan dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan. Fraud yang terjadi di sektor publik seperti penyuapan, penyalahgunaan kewenangan, penggelapan aset negara, pemerasan hingga memperdagangkan pengaruh (trading influence) merupakan tindakan kriminal yang bersifat luar biasa. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam kasus korupsi yang terjadi dalam berbagai bentuk di sektor pemerintah telah menimbulkan kerugian keuangan negara yang sangat besar. Tidak hanya itu, kasus fraud seperti korupsi juga dapat melemahkan tingkat kepercayaan publik terhadap rezim yang berkuasa. Fraud pada dasarnya merupakan serangkaian kegiatan atau perbuatan yang mengandung ketidakberesan (irregularities) dan perbuatan melawan hukum (illegal act) yang dilakukan oleh orang dalam yang bekerja sama dengan orang luar atau sebaliknya orang luar bekerja sama dengan pihak-pihak dalam, yang didorong untuk keuntungan individu atau kelompok yang mengakibatkan kerugian materil maupun imaterial terhadap negara.

Menjadi pertanyaan masyarakat bila kasus fraud tersebut terjadi. Penulis mencoba menjelaskan, apa penyebabnya, mengapa oknum pejabat atau pegawai dengan penghasilan yang cukup terlibat melakukan tindakan fraud? Bukankah mereka berada di garis terdepan dalam pencegahan korupsi? Dan mengapa pejabat atau pegawai yang seharusnya punya misi untuk mencegah korupsi justru terlibat dalam tindak pidana korupsi?

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, memberikan definisi pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelengara pelayanan publik. Bentuk pemberian pelayanan yang diberikan oleh aparatur pelayanan kepada masyarakat sebagai pengguna pelayanan adalah bagian dari pelayanan publik. Pelayanan yang diterima oleh masyarakat menjadi penilaian tersendiri atas apa yang telah diberikan oleh aparatur pelayanan melalui pelayanannya. Setiap pelayanan yang diberikan adalah bagian dari tugas dan tanggung jawabnya serta sudah menjadi kewajiban penyelenggara pelayan untuk memberikan pelayanan yang terbaik.

Sifat dan bentuk kinerja pelayanan publik, kinerja pelayanan publik sejatinya memang harus berjalan sesuai dengan sifat dan bentuknya. Secara prinsip sifat kinerja pelayanan publik adalah membantu masyarakat dalam menerima hak dan kewajibannya yaitu menerima pelayanan yang dibutuhkan secara baik. Sementara itu, bentuk pelayanan publik didasari pada ruang lingkup pelayanan publik, sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25/2009 tentang pelayanan publik yang meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administrasi.

Kualitas pelayanan publik merupakan inti dari sebuah kinerja pelayanan. Kinerja pelayanan menjadi poin penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik karena menjadi indikator keberhasilan pelayanan yang diberikan. Indikator kinerja menjadi bagian dari kontrol terhadap kinerja yang dilakukan oleh aparatur. Apakah kinerja yang dilakukan sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh pimpinan dan masyarakat.

A. Pengertian Fraud dan Fraud pada Lingkungan Pemerintahan

Sebelum membahas lebih jauh, kita perlu menyamakan persepsi mengenai pengertian apa itu fraud. Definisi Fraud menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 2016) merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain.

Fraud yang terjadi di sektor lembaga pemerintahan telah menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat. Fraud yang terjadi di sektor publik seperti penyuapan, penyalahgunaan kewenangan, penggelapan aset negara, hingga pemerasan merupakan tindakan kriminal yang bersifat luar biasa. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam kasus korupsi yang terjadi dalam berbagai bentuk di sektor pemerintah telah menimbulkan kerugian keuangan negara yang sangat besar dan benar-benar merugikan masyarakat. Situasi ini menjadikan tindakan korupsi menjadi sorotan yang hampir tidak bisa lepas dari berbagai persoalan di Negeri ini. Dengan demikian, diperlukan sistem tertentu agar dapat memberantas korupsi. Perlu diketahui alasan-alasan dan faktor apa saja yang menyebabkan seseorang melakukan fraud atau korupsi.

Terdapat banyak teori yang mendorong seseorang untuk melakukan fraud atau korupsi. Selain itu, perlu diketahui seperti apa psikologi seseorang yang menyebabkan dirinya melakukan fraud, berbagai macam tipologi individu serta alur pikir pelaku fraud. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran yang lengkap mengenai mengapa seseorang melakukan Fraud, dari aspek psikologi. Mengenai behavioral symptoms of fraud, yaitu perilaku-perilaku para pelaku fraud yang dapat diobservasi. Perilaku tersebut dapat berupa tanda-tanda verbal, tanda-tanda paralinguistik maupun tanda-tanda non verbal. Harus diketahui bahwa salah satu sifat dasar manusia adalah menghindari kecemasan. Untuk menghilangkan kecemasan yang ada, maka pelaku fraud akan melakukan berbagai macam tanda-tanda perilaku tertentu. Dengan memahami tanda-tanda ini dengan baik, maka investigator (unit kepatuhan internal) dapat melakukan pemeriksaan dengan lebih efektif dan efisien. Good governance dalam rangka peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien dan bebas dari korupsi. Untuk mewujudkan good governance, maka diperlukan implementasi konsep reinventing government, atau yang di Indonesia dikenal dengan nama reformasi birokrasi.

Reformasi pada dasarnya adalah sebuah gerakan untuk mengubah cara kerja dan perilaku di dalam sebuah organisasi karena cara kerja tersebut tidak lagi efektif dan penuh dengan penyimpangan. Tujuan utama reformasi birokrasi adalah untuk menciptakan tata kelola organisasi dalam pemerintahan yang baik, transparan, akuntabel dan bebas dari praktek korupsi serta menghasilkan aparatur negara yang profesional, produktif dan memiliki kinerja yang baik. Melalui reformasi birokrasi maka akan tercipta aparatur negara yang memiliki profesionalisme tinggi dan tidak menyalahgunakan kewenangannya. Apabila unsur-unsur reformasi birokrasi dapat diterapkan dengan baik di seluruh lembaga dan instansi pemerintah maka tingkat korupsi di sektor publik akan dapat ditekan dan dihilangkan.

Integritas menjadi kunci utama untuk memberantas korupsi. Karakter integritas pada dasarnya meliputi keberanian, pengendalian diri, kejujuran dan bijaksana. Karakter-karakter inilah yang harus dimiliki agar seseorang dapat bebas dari korupsi. Tanpa adanya integritas dalam diri seseorang, hampir mustahil korupsi dapat diberantas. Sebaik dan sesempurna apapun sebuah sistem akan menjadi sistem yang korup apabila dijalankan oleh orang-orang yang korup dan tidak berintegritas. Oleh karena itu, aspek integritas dalam organisasi sektor publik harus menjadi perhatian utama sehingga dapat menghasilkan organisasi sektor publik yang bebas dari praktek korupsi.

Membahas mengenai dua sistem utama berkaitan dengan bagaimana menegakkan integritas di lembaga pemerintah. Sistem yang pertama adalah Sistem Integritas Nasional yaitu sebuah sistem yang melibatkan seluruh lembaga-lembaga negara dalam sebuah jejaring yang dinamis dan saling menguatkan agar dapat tercipta kerja sama antara lembaga-lembaga negara tersebut dalam upaya pemberantasan korupsi.

Sistem yang kedua adalah Zona Integritas yang merupakan perwujudan komitmen sebuah lembaga dan instansi pemerintah untuk mencegah korupsi. Sebagai lampiran buku ini, dicantumkan Kertas Kerja Evaluasi Zona Integritas, dokumen-dokumen yang diperlukan dalam mewujudkan Zona Integritas dan cara menghitung dan menjawab masing-masing sub indikator Zona Integritas.

Memang benar, fraud yang terjadi di sektor publik atau lembaga pemerintahan telah menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat. Rekomendasi hukuman disiplin terkait Fraud yang dilakukan pejabat atau pegawai dari jenis fraud yang berupa, gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang atau kombinasi penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi. Kemudian pegawai yang terlibat, dalam kenyataannya fraud dapat merugikan keuangan entitas ataupun keuangan negara, biasanya fraud dilakukan oleh pimpinan entitas atau pejabat tinggi instansi negara, pegawai staff dalam entitas maupun instansi pemerintahan bahkan fraud juga bisa dilakukan oleh SDM yang menjalankan sistem pengendalian intern. Padahal di dalam organisasi sudah ada manajemen risiko yaitu, pemilik risiko, pengawas risiko, dan pemeriksa risiko, dengan penjelasan sebagai berikut:


1) Pemilik risiko

Pimpinan dan semua pegawai atau jajaran manajemen sebagai first line ini semua pihak yang sehari-hari bekerja terlibat dalam operasional harian, setiap individu di masing - masing unit fungsi dan jajaran manajemen, bertanggung jawab mengelola risiko dalam menjalankan proses bisnis secara efektif dan efisien sesuai dengan strategi dan peraturan yang telah ditetapkan oleh pimpinan organisasi. Salah satu penerapan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat dan menjalankan kebijakan (Policy) dan Standard Operating Procedure (SOP) yang berisi alur proses serta kontrol untuk memitigasi risiko.

2) Pengawas risiko

Pada lini kedua lini ini, lini pertama bisa berdiskusi mengenai berbagai hal sehubungan dengan identifikasi dan pengelolaan risiko Perusahaan. Departemen Risk Management akan berperan terhadap monitoring pengelolaan risiko secara keseluruhan dan juga review kebijakan (Policy) dan Standard Operating Procedure (SOP) yang dibuat oleh lini pertama. Departemen Compliance (unit kepatuhan internal) memiliki peranan monitoring penerapan regulasi pemerintah dan badan pengawas terkait, sedangkan Departemen Legal (Seksi Hukum dan Informasi) terkait dengan monitoring risiko hukum adanya gugatan proses bisnis lelang atau permintaan informasi yang diperlukan oleh penyelidik/penyidik dan memberikan advis legal terkait dengan strategi organisasi dalam penanganan gugatan-gugatan lelang dari kuasa penggugat.

3) Pemeriksa risiko

Sebagai lini ketiga dari Three Line of Defense, Departemen Internal Audit bertindak sebagai penilai independen terhadap tingkat efektivitas manajemen risiko di dalam Perusahaan. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan penilaian terhadap kecukupan desain kontrol dan implementasi kontrol baik di first line maupun di second line dalam mengelola risiko – risiko yang penting terhadap pencapaian tujuan bisnis Perusahaan di sektor publik atau pemerintahan pemeriksaan dilakukan oleh inspektorat jenderal. Mengapa masih terjadi perbuatan atau tindakan Fraud yang dilakukan seorang oknum pejabat atau pegawai di sektor publik pemerintahan.

B. Area rawan Fraud di sektor publik yang harus dihindari di Kanwil DJKN/KPKNL

Perhatian sangat besar biasanya ditujukan ke spot area rawan fraud merupakan wilayah tugas pada suatu organisasi yang rawan terjadi kecurangan atau penyimpangan, yang dampaknya akan memicu perilaku korupsi yang dilakukan oleh pegawai. Pada dasarnya fraud dapat dikendalikan melalui pengelolaan risiko yang tepat agar pegawai tidak melakukan Fraud atau korupsi pada masing-masing unit terutama yang mempunyai proses bisnis organisasi maupun pemilik risiko. Kemudian area rawan Fraud yang harus di hindari potensi pelanggarannya, antara lain:


1. Pengelolaan Mesin Presensi dan Lembur

Menghindari manipulasi presensi dalam bentuk apapun, mengingat sejak masa pandemi banyak presensi yang diselenggarakan hanya menggunakan tombol klik, hal tersebut tentu membutuhkan integritas dari masing-masing pegawai.

2. Pengadaan Barang/Jasa

Menghindari benturan kepentingan dalam pengadaan, Penerimaan/kickback dari diskon pengadaan, Penerimaan gratifikasi/pungli terkait pelaksanaan pengadaan, Manipulasi atas bukti belanja, Pembebanan belanja untuk kepentingan pribadi

3. Pengelolaan Uang Persediaan dan Barang Milik Negara (BMN)

Menghindari penggunaan uang persediaan untuk keperluan pribadi/pihak tertentu, dan Penggunaan BMN untuk kepentingan pribadi/di luar tugas kedinasan.

4. Perjalanan Dinas

Menghindari perjalanan dinas fiktif/tidak sesuai dengan waktu penugasan, pembiayaan ganda dalam perjalanan dinas (terdapat biaya dari kantor dan dari pihak pemohon/pihak yang berkepentingan lainnya), pembiayaan perjalanan dinas dari pihak lain di atas SBM (Standar Biaya Masukan) Kementerian Keuangan, manipulasi bukti pengeluaran dalam perjalanan dinas, pemotongan secara paksa/sepihak atas uang perjalanan dinas.

5. Penugasan sebagai Narasumber

Menghindari penerimaan honorarium narasumber terkait tugas dan fungsi unit kerja, Penerimaan honorarium narasumber atas penugasan yang tidak benar-benar diikuti, Penerimaan honorarium tanpa penugasan resmi dari kantor, dan penerimaan gratifikasi terkait penugasan sebagai narasumber.

6. Pelayanan Pengelolaan Kekayaan Negara (PKN)

Menghindari penerimaan gratifikasi/pungli terkait pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) dan penyalahgunaan wewenang terkait pengelolaan BMN.

7. Pelayanan Penilaian

Menghindari penerimaan gratifikasi/pungli terkait pelaksanaan penilaian, penyalahgunaan wewenang dalam menetapkan nilai wajar/likuidasi, manipulasi kondisi objek penilaian untuk menurunkan nilai, sengaja mencari data pembanding yang nilainya rendah/tidak sebanding dengan objek penilaian, penerimaan uang yang besarnya di atas SBM terkait pelaksanaan penilaian yang biayanya dibebankan kepada pemohon.

8. Pelayanan Lelang dan Penggalian Potensi Lelang

Menghindari penerimaan gratifikasi/pungli terkait layanan lelang pada saat pra, pelaksanaan, dan pasca lelang serta penggalian potensi lelang, penetapan jadwal lelang atas dokumen persyaratan yang belum lengkap, penyalahgunaan wewenang pejabat lelang dalam e-auction, wewenang atas kertas sekuriti, pembelian objek lelang oleh pihak yang terkait langsung dengan proses lelang secara langsung atau melalui perantara orang lain, penerimaan uang terkait pengurusan pengumuman lelang dan/atau Surat Keterangan Tanah (SKT), Manipulasi data minuta/kutipan Risalah Lelang (RL) yang dibuat setelah lelang untuk mengubah nama pemenang lelang.

9. Pengelolaan Uang Jaminan dan Hasil Bersih Lelang

Menghindari penerimaan gratifikasi/pungli terkait pengelolaan uang jaminan dan uang hasil lelang, Penggunaan uang jaminan/hasil lelang untuk keperluan pribadi.

10. Pengurusan Piutang Negara

Menghindari penerimaan gratifikasi/pungli terkait pengurusan piutang negara dan Penyalahgunaan setoran debitur untuk keperluan pribadi.

10. Pengawasan Balai Lelang/ Pejabat Lelang Kelas II

Menghindari penerimaan gratifikasi/pungli terkait tugas pengawasan Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Kanwil DJKN).

C. Konsep Tiga Lini Pertahanan di Kementerian Keuangan

Tiga Lini Pertahanan (Three Lines of Defense) merupakan bentuk penerapan dari Manajemen Risiko yang berperan sebagai model pertahanan terhadap risiko yang timbul dalam organisasi. Jika dijalankan dengan baik, manajemen risiko dapat membuat aktivitas proses bisnis dalam organisasi berjalan efektif dan efisien dengan tujuan meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan, terlebih dengan menerapkan kebijakan dan Standard Operating Procedure (SOP) yang berlaku. Dengan contoh penerapannya di Kementerian Keuangan, dengan penjelasan ketiga lini tersebut adalah sebagai berikut :

1. Lini pertama, yaitu di jajaran manajemen yang berfungsi untuk mencegah kesalahan, mendeteksi kecurangan, serta mengidentifikasi kelemahan dan kerentanan pengendalian (manajemen dan seluruh pegawai).

2. Lini kedua, dilaksanakan oleh unit Kepatuhan Internal. Unit inilah yang melakukan pemantauan atas pengendalian di setiap tingkatan manajemen yang ada di setiap unit organisasi yang ada di Kementerian. Unit ini jugalah yang akan memperingatkan lini pertahanan pertama apabila menemukan kelemahan-kelemahan di dalam rancangan atau di dalam pelaksanaan pengendalian intern (fungsi pemantauan UKI). bertugas untuk membantu lini pertama dengan memonitor implementasi manajemen risiko.

3. Lini ketiga, yakni Inspektorat Jenderal yang akan memberikan fungsi konsultansi dan assurance atas penerapan pengendalian intern (fungsi auditor internal).

D. Teori Penyebab Terjadinya Fraud

Perlu diketahui alasan dan faktor apa saja yang menyebabkan seseorang melakukan fraud atau korupsi, berdasarkan teori Fraud crowe pentagon adalah perubahan dari awal Cressey mencetuskan teori Fraud Triangle dengan tiga hal yang mendukung terjadinya Fraud, kemudian menjadi Fraud Diamond dengan ditambah satu faktor lagi yaitu capability dan yang terbaru dewasa ini adalah “Fraud Crowe Pentagon”. Kondisi perusahaan atau organisasi yang kini semakin berkembang dan kompleks dibanding dulu, serta para pelaku Fraud yang kini lebih cerdik dan mampu mengakses berbagai informasi perusahaan atau organisasi. Hal ini menyebabkan teori Fraud perlu dikembangkan dari Fraud triangle menjadi Fraud pentagon, antara lain:


1) Pressure (tekanan)

Pressure (tekanan) adalah sebuah dorongan atau tekanan yang dimana seseorang melakukan Fraud pada perusahaan atau organisasi seperti tekanan hutang, gaya hidup yang sangat glamour, judi, tuntutan dari keluarga dan ketidakpuasan terhadap perusahaan atau organisasi.

2) Opportunity

Opportunity adalah peluang atau kesempatan yang dimana seseorang dapat melakukan Fraud dikarenakan adanya kelemahan di SOP, Jabatan, kurangnya atau lemahnya control ataupun pengawasan internal disuatu perusahaan atau organasasi

3) Rationalization

Rasionalisasi (Rationalization) adalah upaya untuk mengubah alur kerja yang sudah ada menjadi alur kerja yang didasarkan pada seperangkat aturan baru. Sehingga seseorang yang telah melakukan Fraud biasanya timbul dalam rangka pembelaan diri, seperti Gaji yang tidak sesuai dengan keuntungan yang didapat pihak perusahaan, pelaku Fraud beralibi bahawa uang yang diambil hanya pinjam saja untuk sementara waktu dan akan dikembalikan segera.

4) Capability/Competency

Kemampuan atau Kompetensi dalam hal fraud yaitu seseorang pelaku yang mempunyai kemampuan atau kompetensi peluang dalam melakukan Fraud di perusahaan/organisasi, contoh seseorang auditor/pemimpin perusahaan yang mempunyai kemampuan untuk melakukam proses rekayasa dengan melakukan penambahan, pensembunyian, penghilangan atau pengkaburan terhadap bagian atau keseluruhan sebuah realitas, kenyataan, fakta-fakta yang dilakukan berdasarkan sistem perancangan sebuah tata sistem nilai.

5) Arrogance

Arrogance adalah sikap sombong, superioritas dan keserakahan bahwa dirinyalah yang paling baik dan benar pelaku fraud merasa sanksi yang ada tidak akan menimpa dirinya (Aprilia, 2017). Pelaku fraud percaya bahwa pengendalian internal yang diterapkan tidak dapat menimpa dirinya sehingga pelaku biasanya berpikir bebas tanpa takut adanya sanksi yang akan menjeratnya.


E. Jenis-jenis Fraud

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), asosiasi penyedia jasa pendidikan dan pelatihan anti-fraud, yang mempunyai misi untuk mengurangi kejahatan kerah putih dan Fraud, serta membantu anggotanya untuk mencegah dan mendeteksi Fraud. Internal Fraud (tindakan penyelewengan di dalam perusahaan atau lembaga) dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:


1. Fraud Terhadap Aset (Asset Misappropriation)

Penyalahgunaan aset perusahaan/lembaga, entah itu dicuri atau digunakan untuk keperluan pribadi—tanpa ijin dari perusahaan/lembaga. Seperti kita ketahui, aset perusahaan/lembaga bisa berbentuk kas (uang tunai) dan non-kas. Sehingga, asset misappropriation dikelompokan menjadi 2 macam:

a. Cash Misappropriation adalah penyelewengan terhadap aset yang berupa kas (misalnya: penggelapan kas, nilep cek dari pelanggan, menahan cek pembayaran untuk vendor)

b. Non-cash Misappropriation adalah penyelewengan terhadap aset yang berupa non-kas (misalnya: menggunakan fasilitas perusahaan/lembaga untuk kepentingan pribadi).

2. Fraud Terhadap Laporan Keuangan (Fraudulent Statements)

Membagi jenis fraud ini menjadi 2 macam, yaitu: (a) financial; dan (b) non-financial. Saya lebih suka mengatakan: segala tindakan yang membuat Laporan Keuangan menjadi tidak seperti yang seharusnya (tidak mewakili kenyataan), tergolong kelompok Fraud terhadap laporan keuangan. seperti: Memalsukan bukti transaksi, Mengakui suatu transaksi lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya, Menerapkan metode akuntansi tertentu secara tidak konsisten untuk menaikan atau menurunkan laba, Menerapkan metode pangakuan aset sedemikian rupa sehingga aset menjadi nampak lebih besar dibandingkan yang seharusnya, Menerapkan metode pangakuan liabilitas sedemikian rupa sehingga liabiliats menjadi nampak lebih kecil dibandingkan yang seharusnya.

3. Korupsi (Corruption)

membagi jenis tindakan korupsi menjadi 2 kelompok, yaitu:

a) Konflik kepentingan (conflict of interest) sehingga mengakibatkan kerugian bagi perusahaan/lembaga, maka ini termasuk tindakan Fraud. Kita di Indonesia menyebut ini dengan istilah: kolusi dan nepotisme.

b) Menyuap atau Menerima Suap, Imbal-Balik (briberies and excoriation) adalah suap, apapun jenisnya dan kepada siapapun, adalah tindakan Fraud. Menyuap dan menerima suap, merupakan tindakan Fraud. Tindakan lain yang masuk dalam kelompok Fraud ini adalah: menerima komisi, membocorkan rahasia perusahaan/lembaga (baik berupa data atau dokumen) apapun bentuknya, kolusi dalam tender tertentu.

F. Skema Mitigasi Risiko Fraud

i. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan dalam organisasi menjadi ujung tombak keberhasilan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini menunjukkan, bahwa keberadaan pemimpin harus juga menjadi motivasi bagi pegawai bawahannya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Pemimpin juga harus mampu mentransformasikan kebaikan-kebaikan dalam organisasi dan menanggalkan kebiasaan-kebiasaan bruk dalam suatu organisasi. Misalnya Tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam organisasi harus diminimalisir, jika memungkinkan kejadian Fraud dihilangkan.

ii. Budaya Organisasi

Budaya organisasi mencerminkan prinsip pelayanan publik menjadi rentetan birokrasi dalam pelaksanaannya. Pelayanan publik tergantung seperti apa budaya organisasi yang dibangun di dalam organisasi itu sendiri. Budaya organisasi bukanlah struktur yang membingkai organisasi, tetapi kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Budaya organisasi berjalan seiring dengan sistem yang dibangun dengan visi, misi, tujuan atau strategi yang ada, sehingga membentuk karakter organisasi.

iii. Good Governance

Pelayanan yang good governance menjadi harapan masyarakat Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan yang harus didukung secara penuh dari semua stakeholders yang bekerja sama dalam tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Dari pimpinan sampai bawahan berkolaborasi membangunan organisasi melalui peran masing-masing. Begitu pula partisipasi masyarakat dalam menciptakan dan mendukung pelayanan publik juga menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen dan proses bisnis organisasi. Good governance sebuah rangka peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien dan bebas dari korupsi, untuk mewujudkan good governance maka diperlukan implementasi reformasi birokrasi.

iv. Reformasi

Reformasi pada dasarnya adalah sebuah gerakan untuk mengubah cara kerja dan perilaku di dalam sebuah organisasi karena cara kerja tersebut tidak lagi efektif dan penuh dengan penyimpangan. Tujuan utama reformasi birokrasi adalah untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, transparan, akuntabel dan bebas dari praktek korupsi serta menghasilkan aparatur negara yang profesional, produktif dan memiliki kinerja yang baik.

Melalui reformasi birokrasi maka akan tercipta aparatur negara yang memiliki profesionalisme tinggi dan tidak menyalahgunakan kewenangannya. Apabila unsur-unsur reformasi birokrasi dapat diterapkan dengan baik di seluruh lembaga dan instansi pemerintah maka tingkat korupsi di sektor publik akan dapat ditekan dan dihilangkan.

Integritas. Inilah kunci utama untuk memberantas korupsi. Karakter integritas pada dasarnya meliputi keberanian, pengendalian diri, kejujuran dan bijaksana. Karakter-karakter inilah yang harus dimiliki agar seseorang dapat bebas dari korupsi. Tanpa adanya integritas dalam diri seseorang, hampir mustahil korupsi dapat diberantas.

Sesempurna apapun sebuah sistem akan menjadi sistem yang korup apabila dijalankan oleh orang-orang yang korup dan tidak berintegritas. Oleh karena itu, aspek integritas dalam organisasi sektor publik harus menjadi perhatian utama sehingga dapat menghasilkan organisasi sektor publik yang bebas dari praktek korupsi.

Maka diperlukan dukungan dari semua pihak dan masyarakat terhadap pencegahan fraud dapat dilakukan dengan cara semua lini yang ada di jajaran pemerintahan untuk menjunjung tinggi integritas, kejujuran, kedisiplinan dan tidak menyalahgunakan jabatan yang dimilikinya baik untuk kepentingan pribadi yang bisa mengakibatkan kerugian pada negara baik secara financial maupun non financial. Disisi lain perlu adanya pengauditan berkala dengan mekanisme pemeriksaan random. Karena fraud adalah tindalah dengan dampak pada orang lain dan hal ini hanya menimbulkan kerugian maka sebaiknya tindakan Fraud dicegah sedini mungkin. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan terhadap terjadinya fraud, antara lain:

1. Pencegahan

Komitmen dan keteladanan para pimpinan, Penyempurnaan proses bisnis, Penempatan dan promosi memperhatikan aspek integritas pegawai, Pencanangan Zona Integritas, Pemantauan pengendalian intern atas proses bisnis dan pelaporan keuangan, Sosialisasi dan pemantauan kode etik, Program pengendalian gratifikasi, Clearance promosi/mutasi pegawai, Saluran pengaduan masyarakat, Profilling pegawai, Pemantauan risiko Fraud, Pembinaan/bimbingan kerohanian

2. Koordinasi dan monitoring

Menjalin hubungan dan komunikasi dengan Inspektorat Jenderal, Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman RI, Kemenpan RB, Penegak hukum, Lembaga Independen (Transparency International Indonesia, dsb)

3. Penindakan,

dengan penjatuhan hukuman disiplin dan penjatuhan sanksi kode etik bagi pejabat atau pegawai yang terlibat.

G. Peran Pengawas Unit Kepatuhan Internal

Melakukan Pencanangan Zona Integritas, Pemantauan pengendalian intern atas proses bisnis dan pelaporan keuangan, Pemantauan kode etik, Program pengendalian gratifikasi, Clearance promosi/mutasi pegawai dengan Unit Kepatuhan Internal Eselon I (UKI E-1), Koordinasi dengan Inspektorat Jenderal, KPK, dan pihak lain yang terkait, Penanganan pengaduan masyarakat, Pengawalan tindak lanjut rekomendasi hukuman disiplin, Pengawalan tindak lanjut rekomendasi penjatuhan sanksi kode etik, Pengawalan tindak lanjut temuan aparat pengawas fungsional, Profilling pegawai, Pemantauan indikasi fraud.

H. Dampak Fraud terhadap Proses Bisnis Organisasi

Tindakan Fraud dapat berdampak buruk pada proses bisnis sebuah organisasi dan dapat menyebabkan kerugian yang sangat berarti pada financial maupun non financial, antara lain:

Kerugian materiel akibat fraud atas penyelewengan terhadap aset yang berupa financial/kas, dan penyelewengan terhadap aset yang berupa non-kas milik perusahaan atau organisasi kantor. Penyimpangan atas aset yang meliputi seluruh tindakan berkaitan dengan pencurian atau penyalahgunaan aset dan harta perusahaan.

Kerugian immaterial dari tindakan fraud adalah beban moral bagi pegawai yang lain karena nama baik suatu kantor di masyarakat menjadi jelek apalagi sudah tersebar di media pemberitaan sehingga membuat masyarakat ingin mengetahui. Tanggapan negatif cenderung lebih memiliki 'minat' untuk membaca berita yang buruk, manusia langsung bertanya 5W dan 1H yaitu: Who (siapa), What (Apa), Why (kenapa), Where (dimana), When (kapan) dan How (bagaimana).

Berdasarkan beberapa hal yang dibahas terkait fraud yang dibahas oleh penulis, penulis hendak menarik kesimpulan fraud sangat bertentangan dengan semangat pelayanan publik, karena bentuk kecurangan adalah untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun lembaga/organisasi secara tidak benar. Kecurangan yang bersifat lembaga lebih kompleks dibandingkan dengan kecurangan yang dilakukan oleh pribadi. Kecurangan atau Fraud mengakibatkan kerugian yang besar dalam pemerintahan, kerugian yang diterima bukan hanya kehilangan atau kebocoran uang negara, namun juga berakibat pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta khususnya menurunnya tingkat kepercayaan pelayanan kepada stakeholders.

Penulis : Tim Seksi Hukum dan Informasi, Unit Kepatuhan Internal KPKNL Palu

Referensi :

1. https://accounting.binus.ac.id/2015/09/16/jenis-jenis-Fraud/ [diakses pada 29 Juni 2022]

2. https://birokratmenulis.org/Fraud-di-sektor-publik-dan-integritas-nasional/ [diakses pada 29 Juni 2022]

3. https://accounting.binus.ac.id/2015/09/16/jenis-jenis-Fraud/ [diakses pada 29 Juni 2022]

4. https://www.bpkp.go.id/puslitbangwas/konten/578/04.10-Etika-dan-Kewaspadaan-Terhadap-Fraud-Dalam-Pemerintahan [diakses pada 29 Juni 2022]

5. https://birokratmenulis.org/Fraud-di-sektor-publik-dan-integritas-nasional/ [diakses pada 29 Juni 2022]

6. Paparan area rawan Fraud di Kanwil/KPKNL, dipaparkan dalam rangka program pembangunan ZI-WBBM DI KPKNL Palu, oleh Unit Kepatuhan Internal. [diakses pada 29 Juni 2022]

7. Hayat, Manajemen Pelayanan Publik, Jakarta: Rajawali Pers, 2017 [diakses pada 29 Juni 2022]

8. Undang Nomor 25/2009 tentang Ppelayanan Publik [diakses pada 29 Juni 2022]

9. Supomo, R, Pengantar Manajemen Mutu, penerbit Yrama Widya. [diakses pada 29 Juni 2022]

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini