Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Artikel Serial ZI Menuju WBK/WBBM: Standar ZI Memang Seharusnya Tidak Standar
Ida Kade Sukesa
Selasa, 28 Juni 2022 pukul 08:27:57   |   519 kali

Kriteria penentuan suatu unit kerja untuk layak disemati predikat Zona Intergritas (ZI) Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)/ Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), khususnya pada tahapan field evaluation tampaknya menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak, terlebih lagi berdasarkan data 2021 jumlah unit kerja yang gagal pada tahapan ini merupakan yang terbesar (58 persen dari keseluruhan yang gugur) dibanding tahapan lainnya (sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1). Merespon hal ini, beberapa pihak berpendapat bahwa tidak ada kriteria yang jelas mengenai unit kerja yang bagaimana yang layak menyandang predikat ZI. Mereka mempertanyakan standar yang tidak sama dengan tahun sebelumnya, ternyata dengan mengikuti jejak unit kerja yang telah berhasil saja tidak cukup. Menurut hemat penulis kendati banyak pihak beranggapan bahwa ini tidak adil, ketiadaan standar justru merupakan bagian penting dari reformasi birokrasi, dan artikel ini berusaha untuk menjelaskannya.

Tabel 1 Data Hasil Penilaian ZI Menuju WBK/WBBM 2021

Tahapan Seleksi/Penilaian

Peserta

Lolos

Gagal

Jumlah

Persen

1. Jumlah usulan ZI 2020

3.691

2. Seleksi administrasi

3.691

3.374

317

11

3. Survey

3.374

2.570

804

27

4. Evaluasi dan verifikasi lapangan (langsung atau virtual)

2.570

867

1.703

58

5. Tahap penilaian akhir (clearence/panel)

867

765

102

3

ZI Menuju WBK/WBBM

765

ZI Menuju WBK

693

ZI Menuju WBBM

72

Jumlah yang Gugur

2.926

Sumber: Direkapitulasi dari penyampaian KEMENPAN RB pada acara penganugrahan predikat ZI Menuju WBK/WBBM tahun 2021.

Di era disrupsi ini, perubahan lingkungan birokrasi (situasi dan tempat dimana birokrasi berada) terjadi dengan sangat cepat, seperti perubahan teknologi, perkembangan ekonomi, perkembangan isu-isu sosial, perkembangan politik, permasalahan di dunia kesehatan dan lain-lain. Perubahan-perubahan itu menuntut penyesuaian-penyesuaian di dalam organisasi birokrasi yang salah satunya diwujudkan dalam inovasi-inovasi dalam pemberian layanan. Sebagai contoh, perkembangan teknologi digital yang sangat pesat juga mendorong transformasi digital yang terjadi di dalam birokrasi. Contoh lainnya, pandemi COVID-19 juga memiliki dampak yang sangat kuat pada tuntutan percepatan digitalisasi layanan, sebagai bagian dari memastikan pelayanan masyarakat tetap berlangsung di tengah batasan-batasan protokol kesehatan.

Seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan tempat birokrasi berada tersebut, tuntutan pengguna jasa layanan atas kualitas layanan yang semakin baik juga muncul. Sebagai contoh, dengan kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan teknologi digital yang semakin tinggi, dibutuhkan suatu layanan yang dapat di-delivery melalui jaringan online. Tuntutan keterbukaan atas informasi juga semakin tinggi, sehingga dibutuhkan inovasi-inovasi baru dalam penyampaian informasi kepada pengguna jasa.

Selanjutnya, inovasi-inovasi yang sudah dilakukan sebelumnya, dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama akan berubah menjadi normal baru. Pada akhir 2019 sampai dengan awal 2020 aplikasi persuratan Nadine, merupakan sebuah inovasi yang luar biasa yang mengubah cara kerja Kementerian Keuangan. Namun demikian, segera setelah Nadine digunakan di seluruh unit Kementerian Keuangan, aplikasi itu telah bertransformasi dari inovasi menjadi standar normal pemerintahan yang biasa, yang juga (terkait atau tidak) dikembangkan di Kementerian lainnya. Contoh lainnya, inovasi lelang online dengan dikembangkannya lelang.go.id sejak akhir 2018, saat ini telah menjadi prosedur standar pelaksanaan lelang.

Dengan melihat setidaknya ketiga hal tersebut (tentu ada banyak penjelasan lainnya), dapat dikatakan sangat beralasan jika isu-isu penting yang relevan dengan reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan hendaknya selalu mengalami penyesuaian. Hal ini sejalan dengan organisasi birokrasi yang diharapkan terbentuk dalam pembangunan ZI yaitu organisasi yang memiliki ciri berdaya saing, agile (adaptif dan resilien), berorientasi pada hasil, dan making delivered (harapan presiden yang disampaikan oleh Menteri PAN dan RB pada acara penganugrahan predikat ZI Menuju WBK/WBBM tahun 2021).

Lantas, sebagai bagian dari adaptasi atas perubahan itu, sudah seharusnya standar penilaian dalam field evaluation di tahun lalu dilakukan penyesuaian di tahun ini, dan standar di tahun ini, besar kemungkinan sudah tidak relevan lagi di tahun depan (terlepas dari siapa yang bertindak sebagai Tim Penilai Nasional). Sebagai contoh, di 2020 ketika awal pandemi COVID-19 merebak, layanan online barangkali merupakan inovasi yang sangat relevan, namun di 2021 hal ini sudah menjadi biasa karena sudah menjadi standar layanan di mana-mana. Selanjutnya, apakah kolaborasi yang menjadi salah satu isu kunci di 2021, yang kemungkinan besar akan menjadi hal normal di 2022, akan tetap menjadi isu utama pembangunan ZI, atau tetap relevan? Atau, inovasi/program kegiatan apa yang relevan pada 2022? Unit kerja yang layak meraih predikat ZI dan dianggap memahami reformasi birokrasi seharusnya mampu menjawab ini dan menerjemahkannya dalam program pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM (termasuk menentukan apa yang perlu dan tidak perlu dilakukan).

Penulis: Ida Kade Sukesa (Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Mamuju)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini