Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Milenial dan Investasi (Part III): Memahami Psikologi Pembentukan Harga
Mateus Putra Dinata
Selasa, 31 Mei 2022 pukul 23:16:17   |   1386 kali

Pada awal tahun 2020, ketika pandemi Covid-19 pertama kali mengejutkan dunia, pasar saham di seluruh belahan dunia mengalami kejatuhan yang dramatis. Sebut saja pasar saham Indonesia yang diwakili oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), mengalami depresiasi ekstrim sebesar 31,6% sejak tanggal 5 Maret 2020 hingga 24 Maret 2020. Penurunan tersebut terjadi bersamaan dengan ketakutan investor karena Covid-19 telah memasuki Indonesia.

Di sisi yang lain, setelah mengalami kejatuhan yang signifikan, IHSG kembali mengalami pemulihan. Jumlah investor yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) melonjak dan sosial media pun dipenuhi dengan kisah-kisah orang yang mendapatkan keuntungan. Bagaimana sebenarnya hubungan antara naik-turunnya harga dengan psikologi kolektif para investor di dalam bursa?

Psikologi investor di dalam Bullish Market dan Bearish Market

Bullish dan bearish merupakan terminologi yang digunakan untuk menunjukkan tren harga pada bursa. Bullish artinya tren mengalami kecenderungan naik, terjadi karena tekanan beli lebih besar dibandingkan tekanan jual. Sebaliknya, bearish artinya tren memiliki kecenderungan untuk turun sebagai akibat dari besarnya tekanan jual dibandingkan tekanan beli.

John Templeton, investor sekaligus pendiri Templeton Growth Fund, pernah mengatakan “Bull markets are born on pessimism, grow on skepticism, mature on optimism and die on euphoria.” Diawali dengan perasaan yang pesimistis setelah mengalami kejatuhan atau kerugian di dalam bursa, investor akan cenderung takut untuk berinvestasi atau sekadar menambah modal investasi. Hal tersebut biasa membuat harga memasuki fase tanpa tren (sideways).

Setelah beberapa lama di dalam pesimismenya, investor kemudian akan melihat harga yang mulai merangkak naik. Namu, pada fase ini investor masih sangat skeptis dengan segala kemungkinan di masa depan, apakah harga akan naik atau turun. Investor akan mulai optimis di dalam investasinya jika mereka melihat kenaikan harga yang cukup konsisten. Optimisme tersebut membuat partisipasi investor di dalam bursa semakin besar dan harga bergerak semakin tinggi.

Kenaikan harga hingga menuju puncaknya dapat membuat para investor menjadi terlalu percaya diri. Pada fase ini, investor berada di dalam euphoria kemenangan dan sangat yakin bahwa harga yang sudah naik akan terus melanjutkan kenaikan. Dengan kepercayaan diri yang berlebihan tersebut, tidak sedikit pula investor yang mengambil banyak risiko dengan terus menambah modal investasinya di bursa.

Denial (penyangkalan) menuju panik pada bearish market

Ketika para investor mengalami euforia di dalam bursa, sebagian investor lainnya akan mengambil kesempatan untuk melakukan penjualan untuk merealisasikan keuntungan. Sebagian investor tersebut biasanya memiliki kapitalisasi investasi yang sangat besar hingga sering disebut sebagai big fund. Para Big fund tersebut, yang biasanya merupakan institusi-institusi pengelola dana investasi, memiliki daya yang cukup besar untuk menggerakkan sebuah bursa. Ketika big fund melakukan distribusi/penjualan aset investasinya di bursa, harga akan mengalami penurunan dimana penurunan tersebut cenderung direspon dengan penyangkalan investor retail (investor non-institusi).

Penyangkalan, yang diikuti oleh perasaan cemas apakah penurunan harga akan berlangsung singkat atau tidak, akan menghasilkan perasaan takut yang semakin kuat bagi para investor ketika menyaksikan investasinya terdepresiasi semakin dalam. Rasa takut itu kemudian meyakinkan investor untuk beralih ke investasi minim risiko, sehingga tekanan jual dan penurunan harga semakin tidak terelakkan. Rasa takut yang diiringi penurunan harga akan membuat para investor panik dan menyerah dengan melakukan penjualan meskipun dalam keadaan rugi.

Pada dasarnya, siklus harga di dalam bursa berhubungan erat dengan emosi dan psikologi setiap investor di dalamnya. Oleh karena itu, memahami siklus harga akan memberikan perspektif yang lebih luas mengenai arah dan pergerakan harga di dalam bursa. Pemahaman itu pula yang akan menghindarkan investor dari jebakan ketamakan, sehingga kerugian akibat FOMO (fear of missing out) dapat diminimalisir dengan baik.

Penulis/Foto: Mateus
Illustrasi: https://prosperion.us/commentary/timeless-truths-cycle-market-emotions/

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini