Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Kecerdasan Finansial
Jarwa Susila
Kamis, 19 Mei 2022 pukul 09:41:13   |   18610 kali

Kecerdasan Finansial

Kecerdasan finansial adalah kemampuan seseorang dalam memahami pentingnya perencanaan dan penerapan tata kelola keuangan yang baik yang pada akhirnya membawa dia mampu mewujudkan impian dan harapannya. Tolok ukurnya bisa bermacam-macam, mulai dari tingkat penghasilan, kemampuan seseorang dalam menyisihkan penghasilannya untuk diinvestasikan, sampai dengan kemampuan seseorang dalam memilih investasi yang tepat yang memberikan passive income yang besar baginya.

Semakin tinggi penghasilan yang disisihkan, semakin tinggi tingkat penghasilannya, semakin tinggi penghasilan yang dia dapat dari investasinya maka boleh dikatakan semakin tinggi pula tingkat kecerdasan finansial seseorang. Kalau diukur dari hasil akhirnya, semakin tinggi seseorang mampu memenuhi standard/gaya hidupnya tanpa harus menukarkan waktu dan tenaganya dengan bekerja secara fisik (passive income) maka semakin tinggi pula tingkat kecerdasan finansialnya. Bahkan itulah end goal (tujuan akhir) dari kecerdasan finansial, menghasilkan passive income yang bisa memenuhi kebutuhan bahkan gaya hidupnya tanpa harus bekerja secara fisik, yang disebut sebagai financial freedom (kebebasan finansial). Enak kan kalau bisa menjalani hidup seperti ini?

Seperti dalam penggalan berita yang termuat dalam Detik.com-2018: Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menyebut, 1% warga kaya menguasai 50,3% asset atau kekayaan nasional.

Global Wealth Report 2018 yang dirilis Credit Suisse: 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 46,6% total kekayaan penduduk dewasa di tanah air. Sementara 10% orang terkaya menguasai 75,3% total kekayaan penduduk Indonesia.

Di kawasan Asia, perbedaan kekayaan Indonesia berasa di urutan ketiga setelah Thailand dan India. Di negeri Gajah Putih, 1% orang terkaya menguasai hampir 70% total kekayaan penduduk dewasa. Sementara di India, 1% orang terkaya menguasai separuh total kekayaan penduduk dewasa. Sedangkan 1% orang terkaya di Jepang hanya menguasai 18% total kekayaan penduduk dewasa. Ini mengindikasikan meratanya kekayaan penduduk di Negeri Matahari Terbit.

Salah satu faktor yang membedakan diantara mereka yang memiliki kekayaan melebihi yang lain adalah kecerdasan mereka dalam mengelola keuangannya. Semakin tinggi kecerdasan seseorang dalam mengelola keuangannya menunjukkan semakin tinggi pula tingkat kecerdasan finansialnya, semakin tinggi penghasilannya yang didapat melalui passive income berarti semakin tinggi pula potensi orang itu untuk bisa memiliki kekayaan yang melebihi orang pada umumnya.

Tingkatan Keberhasilan Kecerdasan Finansial

Tingkatan keberhasilan dari penerapan/praktik kecerdasan finansial adalah sebagai berikut:

Ø Financial protection adalah suatu kondisi keuangan dimana kita mempunyai cukup uang untuk memenuhi pengeluaran bulanan minimum, untuk 2 bulan sampai 24 bulan tanpa harus bekerja secara fisik.

Ø Financial security adalah suatu kondisi keuangan dimana kita mempunyai investasi cukup banyak yang relatif aman dan hasilnya dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, angsuran rumah, biaya operasional keluarga (masak, makan, minum, listrik, transport, dan kesehatan) tanpa perlu bekerja, kecuali bila memang memilih untuk bekerja.

Ø Financial independence adalah suatu kondisi keuangan dimana kita mencapai investasi cukup banyak yang relatif aman dan hasilnya mencukupi kebutuhan hidup kita serta sebagian kecil gaya hidup yang tercukupi tanpa harus bekerja lagi secara fisik. Dengan kata lain, kita bebas tidak bekerja tapi kebutuhan dan sebagian kecil gaya hidup terpenuhi.

Ø Financial freedom adalah suatu kondisi keuangan dimana kita mencapai investasi cukup banyak yang relatif aman dan hasilnya mencukupi kebutuhan kita untuk hidup dengan gaya hidup yang kita inginkan di atas standard umum.

Dengan mempelajari dan secara konsisten mempraktikan kecerdasan finansial, insya Alloh akan mampu membawa kita menuju kebebasan finansial (financial freedom) sehingga semakin berumur kita tidak lebih sibuk urusan dunia tapi bisa membarokahkan waktu, tenaga, dan hartanya untuk beribadah kepada Alloh.

Apakah kecerdasan finansial lebih merupakan sebuat bakat atau pembawaan sejak lahir?

Kecerdasan finansial bukanlah sebuah bakat. Kecerdasan finansial bisa dipelajari, bisa diasah, disempurnakan, dipertajam terus-menerus. Artinya, siapapun selama dia berkehendak, mempunyai kesempatan dan kemampuan untuk meningkatkan kecerdasan finansialnya.

Apakah kecerdasan finansial semata-mata hanya berfokus pada uang/kekayaan? Jawabnya tidak. Kecerdasan finansial bukanlah fokus di asset dan kekayaannya tapi sesungguhnya berfokus pada manusianya. Artinya, manusianya dulu yang harus ditata pola pikirnya/mindset nya baru kemudian yang bersangkutan mampu menata kondisi finansialnya.

Salah satu yang bisa merubah mindset dan perilaku seseorang adalah adanya fokus dan tujuan akhir dari hidup yang diinginkan oleh seseorang. Fokus pada sebuah tujuan yang jelas, tujuan dan cita-cita yang tinggi menjadi salah satu kunci keberhasilan seseorang sebelum dia menempa diri menjadi cerdas secara finansial. Contoh cita-cita yang baik dan pantas dimiliki oleh siapapun yang ingin membangun kecerdasan finansialnya antara lain:

1. Ingin menikmati masa tua yang mudah, penghasilan berkecukupan tanpa harus bekerja secara fisik serta tidak membebani anak cucu dan ibadahnya lancar.

2. Ingin bebas secara finansial (bisa memenuhi kebutuhan hidup normal atau bahkan berlebih tanpa harus bekerja secara fisik atau mempunyai passive income yang mencukupi).

3. Menjadi kaya (memiliki banyak asset yang produktif) melalui passive income.

4. Bisa membantu orang tua dan menolong orang lain dengan cara sodaqoh secara rutin.

5. Ingin membahagiakan keluarga, memberi mereka kehidupan yang berkecukupan dan menyekolahkan anak-anak bahkan sampai di luar negeri.

6. Ingin umroh setiap saat/secara rutin, termasuk setelah memasuki usia pensiun dan lain-lain.

Di atas adalah contoh-contoh tujuan yang jelas dan cukup spesifik yang akan memberikan motivasi yang kuat bagi siapa saja yang ingin meningkatkan kecerdasan finansialnya.

Metode dalam Mempelajari Kecerdasan Finansial

Ada pendapat yang menyatakan bahwa sistem pendidikan sekolah kita saat ini tidak mengajari kita cerdas dalam finansial. Ada beberapa jurusan sekolah yang mengajarkan masalah finansial, tapi sebetulnya kita belajar akunting disana, belajar untuk melakukan pembukuan atas aset perusahaan. Kita diajari untuk menjadi tenaga akunting/keuangan yang handal bagi perusahaan atau tempat dimana kita bekerja. Sangat minim atau bahkan nyaris tidak diajari begaimana mengembangkan aset sendiri/pribadi. Secara sekilas sistem sekolah kita masih lebih fokus mengajari kita bekerja untuk mencari uang, bukan menghasilkan uang atau mengembangkan uang kita sendiri. Lantas apakah sekarang kita terlambat untuk belajar? Tentu saja tidak karena ilmu/pengetahuan mengenai kecerdasan finansial bisa dipelajari kapan saja dan tidak kenal kata terlambat. Berikut beberapa metode dalam belajar kecerdasan finansial:

1. Belajar dari pengalaman sendiri (learning by doing).

Banyak orang cerdas secara finansial setelah bertahun-tahun berkecimpung di alam nyata, mereka tahu nikmatnya passive income, lantas terus mencoba meningkatkan asset produktif untuk memperbesar pipa saluran kekayaan. Mungkin awalnya tidak sengaja, tetapi setelah berhasil menemukan polanya, mereka menjadi ketagihan. Memang, tidak semua pengalaman itu manis. Ada yang harus lebih dulu jatuh bangun dan babak belur, sebelum akhirnya bisa membalik kegagalan menjadi kesuksesan. Walaupun harus jatuh bangun terlebih dahulu, mereka masih lebih mendingan dibandingkan mereka yang tidak mengalaminya.

Para pemilik bisnis dari berbagai perusahaan yang arus kasnya positif, pemilik properti yang disewakan, pemilik mobil atau barang-barang lain yang disewakan, mungkin saja merupakan orang-orang yang mempelajari kecerdasan finansial dari tindakan nyata mereka sehari-hari. Mereka bertransaksi, menjual, membeli, dan melakukan dealing setiap saat. Kadang-kadang rugi, itu biasa. Asalkan saja secara keseluruhan arus kasnya masih positif. Merekapun akhirnya mampu mengkompensasi kerugian di satu transaksi dengan keuntungan pada transaksi lain.

Mereka menggunakan trial and error, learning by doing, untuk membangun kecerdasan finansial mereka. Nilai plus-nya, mereka benar-benar bisa merasakan dan menghayati proses yang sedang dilakukan. Negatifnya, tentu saja, harus menanggung learning cost (biaya belajar) yang sangat mahal.

Mereka yang ada disini adalah mereka yang karena satu dan lain hal memilih untuk melakukan secara langsung tanpa menggunakan bimbingan langsung oleh orang lain. Melakukan sendiri, melakukan kesalahan, belajar dari kesalahan, memperbaiki kesalahan yang pada akhirnya membuat mereka menjadi mengerti aoa yang perlu, bisa, dan baik untuk dilakukan dan mana yang tidak.

2. Belajar dari mentor.

Para mentor secara konseptual sudah memahami prinsip-prinsip kecerdasan finansial. Mereka sudah mempunyai contoh dan pengalaman baik dari diri sendiri maupun orang lain. Belajar dari mentor insya Alloh bisa mengurangi kemungkinan gagal. Setidaknya, ada yang bisa diajak ngomong kalau mau bermanuver, kalau mau menjual atau mengembangkan dan membeli asset. Ada yang memberi petunjuk-petunjuk berdasarkan teori ataupun pengalaman.

Namun disisi lain, belajar langsung dari mentor juga ada potensi negatifnya. Belajar dari mentor ini tetap tidak boleh ditelan mentah-mentah mengikuti teori dan pengalaman sang mentor. Apalagi kalau mentornya itu mempraktikan beberapa etika yang kurang bagus dalam berbisnis, seperti kurang bisa menjaga pergaulan, praktik-praktik yang kurang sesuai dengan tuntunan Alloh dan Rosul-Nya. Maka memilih mentor harus tetap berhati-hati, memilih mereka yang benar-benar berpengalaman namun juga tidak melanggar etika dan kaidah dalam berbisnis dan dalam beragama.

3. Belajar dari narasumber melalui seminar, pelatihan, dll.

Kita bisa belajar dari kursus-kursus singkat mengenai kecerdasan finansial. Kita bisa mengikuti short course (kursus singkat), training atau seminar mengenai bagaimana meningatkan kecerdasan finansial dan meraih kebebasan finansial dalam waktu relatif singkat. Kita bisa berinteraksi langsung dengan sang pembicara, yang mungkin saja seorang motivator terkenal atau pakar dibidang ilmu mengenai kecerdasan finansial yang di era sekarang ini sudah relative mudah untuk didapatkan.

Keuntungannya, kita bisa berdialog langsung dengan mereka, kita bisa menyerap ilmunya. Kita bisa tertular motivasinya yang meledak-ledak kemudian tergerak untuk melakukan hal yang sama persis seperti yang disarankan oleh pembicara atau motivator. Ruginya, sang pembicara tidak focus pada diri kita. Ada puluhan bahkan sampai ratusan peserta seminar lainnya. Sang ahli hanya akan mencoba merumuskan resep yang bersifat generic. Padahal, penerapan berbagai strategi finansial harus mempertimbangkan karakter khusus masing-masing orang dan jenis usahanya. Jadi belum tentu apa yang dibicarakan sang pembicara secara berapi-api itu bisa kita lakukan secara sempurna.

4. Belajar dari buku dan video.

Kita juga bisa belajar kecerdasan finansial dari buku dan video. Belakangan ini cukup banyak buku dan video yang beredar baik off-line maupun on-line mengenai kecerdasan finansial. Para penulis dan pemateri menyajikan berbagai resep, rumus, dan kiat praktis, baik dengan gaya bahasa simple praktis dan mudah dicerna, sampai kalimat-kalimat akademis yang sulit dimengerti. Dari uraian dengan kosakata sehari-hari yang mudah ditelaah, sampai rumus-rumus dan angka yang rumit.

Seperti halnya ikut training atau seminar tentang kecerdasan finansial, belajar dari buku juga banyak kelemahannya. Teori dan trik yang ada di buku, kadang-kadang tidak realistis. Apalagi jika ditulis oleh penulis asing, yang memiliki pengalamannya di luar negeri. Sebab dunia bisnis dan perekonomian di Indonesia memiliki corak yang berbeda dengan negara lain. Ekonominya berbeda, inflasi dan praktik perbankannya beda, dan perilaku masyarakatnya (konsumen) juga jelas sangat berbeda.

Yang terpenting bagi kita adalah bagaimana kita belajar dan mempraktikan ilmu kecerdasan finansial yang sesungguhnya akan sangat bermanfaat buat masa depan kita. Metode boleh dilakukan dari berbagai macam pendekatan seperti yang disampaikan di atas, tinggal mencari mana yang bisa kita lakukan, mencari mana yang cocok buat kita. Jangan menunda-nunda untuk mempelajarinya, semakin awal mempelajari ilmu kecerdasan finansial ini maka akan semakin baik buat masa depan kita.


Penulis : Jarwa Susila

Sumber referensi:

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4056625/hipmi-sebut-1-orang-kaya-ri-kuasai-50-kekayaan-nasional

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/10/30/1-orang-terkaya-indonesia-menguasai-46-kekayaan-penduduk

https://www.antaranews.com/berita/474284/apa-itu-kecerdasan-finansial

https://investasi.kontan.co.id/news/lima-jenis-kecerdasan-finansial

https://economy.okezone.com/read/2011/02/20/315/426662/meraih-kecerdasan-finansial

https://www.allianz.co.id/explore/membangun-kecerdasan-finansial-anak.html

https://media.neliti.com/media/publications/158946-ID-membangun-kecerdasan-finansial-dengan-ma.pdf

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini