Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Urgensi Perubahan Tarif Sewa Pemanfaatan BMN PKP2B Pada Masa IUPK Sebagai Pelaksanaan Amanat UU No. 3 Tahun 2020
Anton Wibisono
Jum'at, 01 April 2022 pukul 15:20:34   |   1084 kali

Urgensi Perubahan Tarif Sewa Pemanfaatan BMN PKP2B Pada Masa IUPK

Sebagai Pelaksanaan Amanat UU No. 3 Tahun 2020 Dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Penerimaan Negara


I. Latar belakang

Sewa adalah pemanfaatan BMN/D oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan tunai. Hal ini sesuai dengan Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dimana sewa bertujuan mengoptimalkan Pemanfaatan BMN yang belum/tidak digunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Penyewaan BMN dilakukan sepanjang memberikan manfaat ekonomi bagi Pemerintah dan masyarakat.

Dalam penyelenggaran pertambangan batubara, pemerintah melaksanakan perjanjian dengan badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara, baik dalam rangka penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang disebut dengan kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Sesuai PP 27 Tahun 2014 jo. PP 28 Tahun 2020 bahwa salah satu jenis BMN adalah barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah antara lain barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak, maka barang yang dimiliki kontraktor selama masa PKP2B menjadi BMN PKP2B. Salah satu pertimbangan pemanfaatan BMN PKP2B adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dimana pemanfaatan tersebut tidak mengubah status kepemilikan objek pemanfaatan sebagai BMN PKP2B melalui sewa.

Sebagai bentuk jawaban atas perkembangan, permasalahan dan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan pertambangan mineral dan batubara, Pemerintah dalam aturan perundang-undangan baru merubah kontrak PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang-undang tersebut merupakan bentuk kepastian hukum dan investasi bagi pemegang PKP2B yang kontraknya akan berakhir dan dilakukan pemberian perpanjangan izin dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak sepanjang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Sesuai Pasal 169 A Ayat 3 UU Nomor 3 Tahun 2020 disebutkan bahwa dalam pelaksanaan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, seluruh barang yang diperoleh selama masa pelaksanaan PKP2B yang ditetapkan menjadi barang milik negara tetap dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengusahaan Pertambangan Batubara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dimana BMN tersebut akan dikenakan sewa berupa tarif pemanfaatan BMN. Hal ini menjadi salah satu akibat yang ditimbulkan dari perubahan status tersebut dimana ada konsekuensi peningkatan penerimaan negara bukan pajak atas penjualan batubara. Adapun barang dan peralatan yang diperoleh dan/atau dibeli pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian tidak lagi menjadi BMN PKP2B.

PT Kaltim Prima Coal sebagai salah satu pemegang PKP2B telah berakhir masa kontraknya pada tanggal 31 Desember 2021, telah diberikan IUPK sebagai kelanjutan operasi. Adapun dengan perubahan dimaksud, perlu ditindaklanjuti atas pemanfaatan BMN yang diperoleh selama masa pelaksanaan PKP2B yang dikenakan sewa berupa tarif pemanfaatan BMN. Melalui karya tulis ini, tim akan melakukan analisis dan pembahasan penerapan IUPK sebagai kelanjutan operasi terhadap perubahan tarif sewa BMN PKP2B sebagai pelaksanaan amanat UU Nomor 3 Tahun 2020 dalam rangka meningkatkan pendapatan negara.

II. Rumusan masalah

a. Apa manfaat dari prosedur pemanfaatan sewa BMN pada era IUPK jika dibandingkan dengan prosedur pemanfaatan sewa BMN pada umumnya?

b. Bagaimana urgensi perubahan tarif sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK sebagai pelaksanaan amanat UU No. 3 tahun 2020 dalam rangka meningkatkan pendapatan penerimaan negara.

III. Tujuan dan Manfaat

A. Tujuan

1. Untuk mengetahui prosedur pengajuan pemanfaatan BMN pada umumnya dan prosedur pemanfaatan BMN pada era IUPK.

2. Untuk mengetahui manfaat dari prosedur pemanfaatan BMN pada era IUPK jika dibandingkan dengan prosedur pemanfaatan BMN pada umumnya.

3. Untuk membahas urgensi perubahan tarif sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK sebagai pelaksanaan amanat UU No. 3 tahun 2020 dalam rangka meningkatkan pendapatan penerimaan negara.

B. Manfaat

1. Mengetahui prosedur pengajuan pemanfaatan sewa BMN pada umumnya dan prosedur pemanfaatan sewa BMN pada era IUPK.

2. Mengetahui manfaat dari prosedur pemanfaatan sewa BMN pada era IUPK jika dibandingkan dengan prosedur pemanfaatan sewa BMN pada umumnya.

3. Mengetahui urgensi perubahan tarif sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK sebagai pelaksanaan amanat UU No. 3 tahun 2020 dalam rangka meningkatkan pendapatan penerimaan negara.


ISI DAN PEMBAHASAN

I. Tinjauan Pustaka

Artikel dari Suryani Suyanto & Associates yang berjudul PKP2B jadi IUPK, risiko dari beban perpajakan semakin besar mengungkapkan bahwa Perubahan status dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Kelanjutan Operasi membawa konsekuensi adanya peningkatan penerimaan negara. Rezim perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk IUPK eks PKP2B pun bakal berubah. Selain terjadi kenaikan tarif pada sejumlah komponen pajak dan PNBP, perubahan ini pun membawa risiko beban perpajakan yang lebih tinggi.

Feldha Shastiana Putri dan Lilis Ardini dalam Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Volume 9 No. 1 tahun 2020 yang berjudul Optimalisasi Pemanfaatan Sewa Barang Milik Negara Untuk Meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak menyatakan bahwa pemanfaatan kekayaan negara dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Surabaya belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya Satker yang cenderung memiliki ego sektoral (self-belonging). Selain itu, masih terdapat aset yang tidak terpakai (idle), tidak digunakan sesuai peruntukannya (under used), dan tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya (tertinggi dan terbaik), tarif sewa yang dinilai tinggi, database yang kurang. efisien, dan belum ada undang-undang tentang kekayaan negara.

Evie Sompie dalam jurnal Hukum Unsrat Vol 23 No. 9 bulan April 2017 yang berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Penghentian Sementara Izin Usaha Pertambangan Dan Izin Usaha Pertambangan Khusus menyatakan bahwa Pemegang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi yang ingin menjual mineral atau batubara wajib mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan Izin sementara yang diberikan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati / Walikota sesuai dengan kewenangannya. Mineral atau batubara yang tergali dalam hal kegiatan ekpolorasi dan kegiatan study kelayakan, pemegang Izin Usaha Pertambangan Ekplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepeda pemberi Izin Usaha Pertambangan dikenai iuran produksi.

Annisa Thurfah Asilah, Heru Sugiyono dalam National Conference on Law tahun 2020 yang berjudul Kepastian Hukum Pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus/IUPK (Studi: IUPK sebagai Kelanjutan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam UU Minerba) menyatakan bahwa frasa “diberikan jaminan” dalam penambahan Pasal 169A UU Minerba bagi pemegang KK dan PKP2B untuk memperoleh perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara menimbulkan kekaburan norma yang menyebabkan tidak adanya kepastian hukum bagi pemegang KK dan PKP2B untuk memperoleh perpanjangan melalui IUPK itu sendiri.

Alifian Setya Utama, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Tangerang I pada artikel nya yang di posting di website DJKN yang berjudul Menghindari Potential Loss Dalam Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara berpendapat bahwa Penatausahaan dan Pengelolaan Barang Milik Negara bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan kolaborasi tentang pandangan dan wawasan agar pekerjaan tersebut berjalan dengan baik. Salah satunya sinergi dan keterbukaan pada saat pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian BMN. Berbagai tindakan pasti memiliki konsekuensi hukum, begitu juga dengan pelaksanaan perjanjian pemanfaatan BMN berupa sewa. Konsekuensi yang ditimbulkan tidak hanya memberikan kontribusi positif bagi penerimaan negara tetapi juga mengandung potential loss apabila para pihak kurang cermat dalam mengartikan dan melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian. Sekilas sewa merupakan suatu perbuatan hukum yang sudah sering kita temui dan akrab di dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi sebagai bentuk kehati-hatian dan juga meminimalisir potensi risiko yang terjadi akibat konsekuensi yang ditimbulkan, kita harus memiliki ilmu pengetahuan yang cukup atau melibatkan pihak lain yang lebih memahami legal drafting sebelum melaksanakan suatu perikatan, sehingga tujuan kita untuk menambah pundi-pundi rupiah untuk penerimaan negara dapat tercapai dengan maksimal.

II. Gambaran Objek Penelitian

  • Gambaran tentang PT Kaltim Prima Coal

PT Kaltim Prima Coal (PT KPC) merupakan perusahaan pertambangan batubara yang berlokasi di Sangatta, Kalimantan Timur, Indonesia dan mengelola salah satu pertambangan open-pit terbesar di dunia. Perusahaan ini bergerak dalam bidang pertambangan dan pemasaran batubara untuk pelanggan industri baik pasar ekspor maupun domestik.

Perusahaan ini berkantor pusat di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur dan mempunyai kantor perwakilan di Jakarta, Samarinda, dan Balikpapan. PT KPC mengelola area konsesi pertambangan dengan luas mencapai 84,938 hektar (PKP2B) yang setelah menjadi IUPK mencapai 61.543 hektar dan didukung oleh lebih dari 4.499 orang karyawan dan 21.000 personel dari kontraktor dan perusahaan terkait. Perusahaan ini mempunyai kapasitas produksi batubara sebesar 70 juta ton per tahun.

PT KPC mempunyai visi, yaitu produsen batubara terkemuka Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dunia, yang memberikan nilai optimal bagi semua pemangku kepentingan. Untuk mewujudkan visi tersebut, PT KPC mempunyai misi antara lain: memupuk budaya yang mengutamakan keselamatan, kesehatan, dan lingkungan dalam segala tindakan, memelihara tata kelola perusahaan yang baik dan mempromosikan perusahaan sebagai warga yang baik, menyediakan lingkungan belajar untuk mencapai keunggulan dan meningkatkan kesejahteraan, mengoptimalkan nilai bagi semua pemangku kepentingan, menyelenggarakan praktik pengelolaan dan operasi terbaik untuk menghasilkan produk dan kinerja berkualitas tinggi secara konsisten.

  • Sejarah PKP2B pada PT Kaltim Prima Coal

PT Kaltim Prima Coal (KPC) menandatangani Perjanjian Karya Pengusahaan Batu Bara (PKP2B) dengan Perum Tambang Batu Bara, yang sekarang dikenal dengan PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (PTBA), mewakili pemerintah Indonesia. Perjanjian tersebut meliputi kegiatan eksplorasi, produksi, dan pemasaran. Pada 1982 hingga 1986 KPC melaksanakan kegiatan eksplorasi kompehensif di wilayah yang dikuasakan.

Pada tahun 1989, Kegiatan konstruksi dimulai dengan total nilai investasi sebesar US$ 570 juta. Kegiatan penambangan dimulai pada bulan Juni 1990. Pada tahun 1991, pelaksanaan commissioning untuk proyek-proyek utama seperti crusher, coal preparation plant, overland conveyor, stacker, reclaimer dan shiploader. Pada tahun yang sama, KPC mulai melakukan pengapalan untuk lebih dari 2,1 juta ton batu bara.

Pada tahun 1992, kapasitas operasi KPC yang awalnya dirancang untuk 7 juta ton per tahun berhasil terlampaui. KPC juga mengapalkan lebih dari 7,3 juta ton batu bara. Pada tahun 2000-2018, PT. Bumi Resources Tbk mengakusisi saham KPC pada tahun 2003. KPC terus berkembang di mana pada tahun 2003, produksi KPC mencapai 16,4 juta ton batu bara, dan pada tahun 2018 mencapai 56,97 juta ton. Pada tahun 2017 KPC juga telah mengoperasikan PLTU 3×18 MW dimana 1×18 MW untuk mendukung penyediaan listrik masyarakat Kutai Timur.

III. Analisis dan Pembahasan

A. Prosedur Pengajuan Pemanfaatan Sewa BMN

Sesuai dengan PMK Nomor 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara, telah ditetapkan tata cara pelaksanaan sewa BMN dengan rincian sebagai berikut.

1. Tata Cara Pelaksanaan Sewa BMN yang Berada Pada Pengelola Barang

a. Pelaksanaan Sewa atas inisiasi Pengelola Barang.

1) Pengelola Barang melakukan pendataan dan penelitian BMN.

2) Pengelola Barang menugaskan Penilai untuk melakukan penilaian BMN yang akan disewakan.

3) Hasil pelaksanaan Penilaian digunakan oleh Pengelola Barang dalam melakukan kajian kelayakan BMN yang akan disewakan berikut perhitungan besaran Sewa;

4) Pengelola Barang menerbitkan keputusan Sewa dengan mempertimbangkan hasil penelitian, kajian kelayakan, dan penilaian atau daftar tarif pokok Sewa.

b. Pelaksanaan Sewa atas permohonan calon penyewa.

1) Permohonan, calon penyewa mengajukan permohonan sewa kepada pengelola barang disertai syarat-syaratnya.

2) Penelitian dan Penilaian, Pengelola Barang menugaskan Penilai untuk melakukan penilaian objek Sewa guna memperoleh nilai wajar atas Sewa sebagai tarif pokok Sewa. Hasil pelaksanaan Penilaian digunakan oleh Pengelola Barang dalam melakukan kajian kelayakan penyewaan dan perhitungan besaran Sewa.

3) Persetujuan, Pengelola Barang memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Sewa yang diajukan dengan mempertimbangkan hasil penelitian dan penilaian.

c. Pemilihan penyewa

d. Penerapan faktor penyesuai dan penambahan jangka waktu karena kondisi tertentu

e. Perjanjian sewa

Perjanjian Sewa ditandatangani oleh Pengelola Barang dan penyewa dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya keputusan Sewa

2. Tata Cara Pelaksanaan Sewa BMN yang Berada Pada Pengguna Barang

Sebelum mengajukan permohonan persetujuan Sewa BMN kepada Pengelola Barang, Pengguna Barang telah memiliki perencanaan atas BMN yang akan disewakan antara lain tetapi tidak terbatas pada:

a. jangka waktu Sewa BMN;

b. penentuan jenis kegiatan usaha yang akan dilakukan pada BMN yang disewakan;

c. pihak yang dapat menyewa BMN.

Tahapan pelaksanaan Sewa atas BMN yang berada pada Pengguna Barang meliputi:

1) Permohonan

Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan Sewa kepada Pengelola Barang

2) Penelitian dan Penilaian

Pengelola Barang melakukan penelitian atas kelayakan penyewaan terkait permohonan dari Pengguna Barang. Pengelola Barang menugaskan Penilai untuk melakukan Penilaian objek Sewa guna memperoleh nilai wajar atas Sewa sebagai tarif pokok Sewa.

3) Persetujuan

Pengelola Barang memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Sewa yang diajukan dengan mempertimbangkan hasil penelitian dan penilaian; Besaran Sewa yang dicantumkan dalam surat persetujuan merupakan nilai hasil perhitungan tarif pokok Sewa dikalikan faktor penyesuai Sewa, dalam hal terdapat usulan besaran Sewa dari Pengguna Barang yang lebih besar dari hasil penilaian, maka besaran Sewa yang ditetapkan oleh Pengelola Barang adalah sebesar usulan besaran Sewa dari Pengguna Barang.

4) Pemilihan penyewa

Pengguna Barang dapat melakukan pemilihan penyewa secara langsung atau melalui mekanisme lelang

5) Penerapan faktor penyesuaian dan penambahan jangka waktu karena kondisi tertentu.

6) Perjanjian sewa

Perjanjian Sewa ditandatangani oleh Pengguna Barang dan penyewa dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya surat persetujuan Sewa oleh Pengelola Barang.

Sebagai salah satu bentuk BMN yang diperoleh berdasarkan perjanjian/kontrak, BMN PKP2B juga dapat dilakukan pemanfaatan dalam bentuk sewa sebagai wujud optimalisasi pengelolaan kekayaan negara yang menjadi bagian dari penerimaan negara. Selama masa PKP2B pada PT Kaltim Prima Coal, hanya terdapat 1 (satu) perjanjian atas optimalisasi BMN PKP2B pemanfaatan BMN dalam bentuk sewa berupa jalan (Road-1 Wharf Mine) seluas 37.100 m2 dan lahan seluas 125.000 m2 dalam area Pelabuhan Khusus Batubara. Adapun besaran sewa yang ditetapkan dan menjadi penerimaan negara yaitu sebesar Rp. 9.383.325.000,00 (sembilan miliar tiga ratus delaan puluh tiga juta tiga ratus dua puluh lima ribu rupiah.

B. Prosedur pemanfaatan sewa BMN pada era IUPK

Pasal 169 A UU Nomor 3 Tahun 2020 menyebutkan kontraktor PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian setelah memenuhi persyaratan dengan pertimbangan adanya upaya peningkatan penerimaan negara yang salah satunya dilakukan melalui pengaturan kembali pengenaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Menindaklanjuti hal tersebut, berdasarkan kajian yang dilaksanakan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara bahwa salah satu hal yang diatur kembali terkait pengenaan PNBP adalah pengenaan sewa berupa tarif pemanfaatan BMN sebagai tindak lanjut ketentuan dalam pelaksanaan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yaitu seluruh barang yang diperoleh selama masa pelaksanaan PKP2B yang ditetapkan menjadi BMN tetap dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengusahaan Pertambangan Batubara.

Hasil kajian disebut telah dituangkan dalam draf rancangan peraturan perundang-undangan sebagai tindak lanjut atas diterbitkannya UU Nomor 3 Tahun 2020. Dalam rancangan tersebut, ditentukan tarif pemanfaatan sewa BMN sebesar 0,21% dari total penjualan batubara. Setiap perusahaan yang memiliki IUPK, akan dikenakan tarif sewa BMN dimaksud baik memanfaatkan atau tidak memanfaatkan BMN, sehingga akan memberikan kepastian dalam penerimaan negara khususnya PNBP Sewa BMN.

A. Manfaat dari Prosedur Pemanfaatan Sewa BMN pada Era IUPK jika Dibandingkan dengan Prosedur Pemanfaatan Sewa BMN

1. Prosedur Pemanfaatan BMN khususnya sewa atas BMN PKP2B menjadi lebih ringkas dan mudah dibandingkan dengan prosedur pemanfaatan sewa BMN pada umumnya.

2. Adanya kepastian tarif tunggal yang ditetapkan atas pemanfaatan sewa BMN sehingga tidak diperlukan proses penilaian BMN sebagai dasar penerapan tarif sewa.

3. Potensi penerimaan negara menjadi lebih besar mengingat adanya kepastian penerimaan PNBP dari Sewa BMN yang diperoleh berdasarkan penjualan batubara.

B. Urgensi Perubahan Tarif Sewa Pemanfaatan BMN PKP2B pada Masa IUPK sebagai Pelaksanaan Amanat UU No. 3 Tahun 2020 dalam rangka Meningkatkan Pendapatan Penerimaan Negara.

Perubahan tarif sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK memiliki urgensi yang tinggi untuk meningkatkan pendapatan penerimaan negara sebagai pelaksanaan amanat UU Nomor 3 Tahun 2020. Hal ini dapat terlihat dari perbandingan pemanfaatan BMN PKP2B dalam bentuk sewa sebelum dan sesudah masa IUPK. Pemanfaatan BMN dalam bentuk sewa sebelum masa IUPK hanya menghasilkan penerimaan negara sebesar Rp 9.383.325.000,00 selama masa PKP2B. Dengan adanya tarif tunggal atas sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK akan meningkatkan penerimaan negara secara signifikan karena adanya PNBP atas sewa BMN setiap tahunnya atas penjualan batubara.

Penerapan tarif sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK akan memberikan dampak berupa simplifikasi prosedur dalam pemanfaatan sewa BMN, sehingga memudahkan perusahaan untuk melakukan inventaris kembali atas BMN yang dimanfaatkan. Selain itu, penerapan tarif tersebut menjadi kesatuan hukum yang padu dalam hal pengelolaan BMN PKP2B pada masa IUPK yang tentunya memberikan manfaat bersama baik Pemerintah dan perusahaan pertambangan batubara.


PENUTUP

I. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, simpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. PT Kaltim Prima Coal akan semakin lebih mudah dalam Pemanfaatan BMN dalam bentuk sewa pada masa IUPK secara administrasi daripada sewa BMN pada umumnya dengan adanya simplifikasi prosedur.

2. Pengenaan tarif 0,21% tidak memandang perusahaan memanfaatkan BMN atau tidak karena pengenaan tarif sewa dimaksud berdasarkan penjualan batubara, sehingga dapat meningkatkan penerimaan negara secara signifikan.

3. Kepastian tarif atas sewa BMN PKP2B akan menjadi daya tarik investor untuk berinvestasi di PT Kaltim Prima Coal yang telah memperoleh IUPK Kelanjutan Operasi sebagai wujud adanya kepastian hukum dan kesederhanaan administrasi dalam pengelolaan aset sehingga menciptakan iklim usaha pertambangan yang terjamin.

II. Saran

1. Rancangan Peraturan Perundang-undangan terkait Pemanfaatan BMN PKP2B pada Masa IUPK dapat didorong untuk segera diterapkan sehingga ada kepastian hukum atas implementasi IUPK.

2. BMN yang tidak dimanfaatkan oleh PT Kaltim Prima Coal agar diapat diinventaris dan dilakukan pemindahtangan dalam bentuk penjualan dan penerusan sewa kepada pihak lain dengan persetujuan Pengelola Barang dan Pengguna Barang sesuai Pasal 9 ayat (3) PMK Nomor 115 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan BMN sehingga dapat menurunkan biaya operasional perusahaan dan meningkatkan PNBP.


Tim Penulis :1. Mulyadi - KPKNL Pekanbaru
2. Aditya Dharmawan - Kanwil DJKN Aceh3. Desy Agustin - KPKNL Dumai4. Dio Graha Putra Pangestu - KPKNL Sorong

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU 1/2004)

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 (PP 28/2020)

Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berikut turunannya

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 213/KM.6/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan BMN

PP No. 23 tahun 2010 jo.PP No.8 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba

PP No.9 tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yg berlaku pafa KemenESDM

Permen ESDM No.25 tahun 2018 tentang Penguasaan Pertambangan Mineral dan Batubara

PP Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara Pasal 14.1

Keppres Nomor 75 tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara

Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 680.K/29/M.PE/1997 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara

PMK Nomor 225/2021 tentang Pengelolaan BMN yang berasal dari PKP2B

PMK Nomor 233/PMK.05/2016 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Aset Berupa BMN Yang Berasal dari PKP2B

KMK Nomor 573/KMK.06/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tindak Lanjut Hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN Yang Berasal Dari PKP2B Generasi I

Suyanto, Suryani. (11 Februari 2021). PKP2B Jadi IUPK, Risiko Dari Beban Perpajakan Semakin Besar. ssas.co.id. https://www.ssas.co.id/pkp2b-jadi-iupk-risiko-dari-beban-perpajakan-semakin-besar/ (diakses pada tanggal 28 Maret 2022 pukul 14.15 WIB)

Anugrah, Syam. (15 September 2021). Menghindari Potential Loss Dalam Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara. djkn.kemenkeu.go.id. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/14223/Menghindari-Potential-Loss-Dalam-Pelaksanaan-Pemanfaatan-Barang-Milik-Negara.html (diakses pada tanggal 29 Maret 2022 pukul 10.25 WIB)

Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum. (2017). Tata Cara Pemanfaatan Barang Milik Negara Berupa Sewa Dan Pinjam Pakai Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan. bpk.go.id. https://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2017/01/TH-Pemanfaatan-BMN-sewa-dan-pinjam-pakai.pdf (diakses pada tanggal 29 Maret 2022 pukul 16.20 WIB)
Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini