Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Memahami Piutang Negara Melalui PMK 163/PMK.06/2020
Ferawati Anggraeni
Selasa, 29 Maret 2022 pukul 09:56:11   |   1019 kali

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang Barang Milik Negara, Kekayaan Negara yang Dipisahkan, Kekayaan Negara Lain-lain, Penilaian, Piutang Negara, dan Lelang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang perlu dioptimalkan dari sektor bisnis pada DJKN yaitu PNBP yang berasal dari pengurusan Piutang Negara.

Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun. Adapun penyerah piutang Negara berasal dari Instansi Pemerintah termasuk Badan Layanan Umum (BLU)/Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Lembaga Negara, Komisi Negara, Badan Hukum lainnya yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang menyalurkan dana yang berasal dari Instansi Pemerintah melalui pola channeling atau risk sharing. Aset yang diurus pada Piutang Negara adalah Aset Kredit yang tidak didukung Dokumen Pengalihan Aset dari Bank Asal kepada BPPN, yang dokumennya berada dalam pengelolaan Menteri Keuangan.

Dilansir dari kemenkeu.go.id, dijelaskan bahwa Panitia Pengurusan Piutang Negara (PUPN) mencatat jumlah Piutang Negara/Daerah hingga 11 November 2021 yang diurus PUPN sebanyak 50.769 Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) dengan jumlah nilai outstanding sebesar Rp76,89 triliun. BKPN dimaksud merupakan berkas piutang Negara macet yang diserahkan kepengurusannya oleh Kementerian/Lembaga (K/L). Dikarenakan outsanding piutang Negara yang besar, maka diperlukan penanganan yang tepat agar potensi tertagih dapat dioptimalkan.

Dalam melakukan tugasnya mengoptimalkan PNBP, DJKN melakukan berbagai inovasi, salah satunya adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Piutang Negara Pada Kementerian/Lembaga, Bendahara Umum Negara Dan Pengurusan Sederhana oleh Panitia Urusan Piutang Negara. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bagaimana mengelola Piutang Negara pada Kementerian/Lembaga serta mekanisme penagihan.

Mekanisme penagihan piutang Negara dilakukan dengan mengeluarkan surat tagihan secara tertulis. Selain itu, dalam rangka optimalisasi Piutang Negara pada Kementerian/Lembaga guna mempercepat penyelesaian piutang, DJKN juga mengeluarkan beberapa kebijakan penagihan, yang meliputi:

a. Restrukturisasi merupakan penjadwalan kembali tunggakan pokok yang disertai dengan penghapusan atas seluruh tunggakan non pokok atau kombinasi keduanya dan debt swap;

b. Kerjasama penagihan dengan pihak ketiga yang dituangkan dalam nota kesepahaman/perjanjian kerjasama;

c. Pelaksanaan parate executie jaminan kebendaan yaitu mengajukan permohonan Lelang langsung kepada kantor pelayanan lelang terhadap Barang Jaminan yang telah diikat sempurna sesuai dengan peraturan perundang­undangan;

d. Crash program penyelesaian Piutang Negara yaitu optimalisasi penyelesaian Piutang Negara yang dilakukan secara terpadu dalam bentuk pemberian keringanan utang kepada Penanggung Utang yang diatur lebih lanjut pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.06/2022;

e. Gugatan melalui lembaga peradilan dilakukan jika terdapat sengketa terhadap jumlah Piutang Negara atau adanya masalah hukum lainnya;

f. Penghentian layanan kepada Penanggung Utang dalam hal Penanggung Utang mengajukan permohonan layanan kepada Kementerian/Lembaga.

Piutang Negara yang dikategorikan sebagai Piutang Negara macet (telah dilakukan penagihan tertulis atau penagihan secara optimalisasi pada tingkat pertama tidak berhasil), wajib diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), kecuali telah diatur dalam undang-undang tersendiri dan tidak dapat diserahkan kepada PUPN berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Adapun Piutang Negara pada Kementerian/Lembaga yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN meliputi:

1. Piutang Negara yang sisa kewajiban paling banyak sampai dengan Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) per penanggung utang dan tidak ada barang jaminan yang diserahkan/tidak memiliki nilai ekonomis.

2. Piutang Negara yang jumlah/besarannya tidak dapat dipastikan secara hukum dikarenakan tidak didukung dokumen sumber yang memadai, tidak terdapat kejelasan informasi dokumen sumber atau bukti-bukti pendukungnya, masih menjadi sengketa di lembaga peradilan, serta Piutang Negara yang telah diserahkan ke PUPN namun dikembalikan atau ditolak PUPN berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pengurusan oleh unit di lingkungan Kementerian/Lembaga dapat dilakukan terhadap piutang Negara dengan jumlah sisa kewajiban paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) per penanggung utang dan tidak terdapat barang jaminan yang diserahkan atau tidak memiliki nilai ekonomis. Dari pengurusan tersebut, Unit di lingkungan Kementerian/Lembaga terkait dapat menerbitkan surat Pernyataan Piutang Negara Telah Optimal (PPNTO). PPNTO sendiri dapat diterbitkan apabila telah memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Telah disampaikan surat penagihan sesuai ketentuan;

b. Kualitas Piutang Negara telah macet;

c. Usia pencatatan Piutang Negara telah lebih dari 5 (lima) tahun dan tidak terdapat angsuran atau terdapat angsuran kurang dari 10% (sepuluh persen);

d. Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang yang dibuktikan dengan paling sedikit dokumen berupa:

1) Kartu keluarga miskin

2) Putusan pailit

3) Surat keterangan dari Lurah/Kepala Desa/Kepala Lingkungan/Instansi yang berwenang yang menyatakan Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang atau tidak diketahui tempat tinggalnya

4) Bukti penerimaan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin; dan/atau

5) Bukti kunjungan penagihan oleh petugas unit di lingkungan Kementerian/Lembaga yang mengelola Piutang Negara dalam bentuk surat kunjungan atau berita acara atau bukti lain yang menyimpulkan bahwa Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang

e. Terdapat reviu dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Kementerian/Lembaga bahwa proses pengelolaan Piutang Negara telah dilakukan secara optimal.

f. Apabila sisa kewajiban paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), dan Penanggung Hutang memiliki bukti bahwa tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang dapat berupa surat pernyataan pimpinan unit di lingkungan Kementerian/Lembaga yang mengelola Piutang Negara.

Dengan berbagai inovasi yang diberikan dalam penyelesaian Piutang Negara diharapkan Kementerian/Lembaga dapat mengurus Piutang Negara tanpa harus diserahkan kepada Panitian Urusan Piutang Negara dan menjadi solusi pengembalian uang negara secara optimal. Sehingga DJKN akan lebih fokus dalam membuat regulasi dan kebijakan terkait pengurusan Piutang Negara, yang pada akhirnya Kebijakan-kebijakan tersebut mampu meringankan beban masyarakat dalam penyelesaian utangnya.

Penulis: Mardianti Pangestu, Pegawai KPKNL Pontianak

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini