Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Kenali dan Cegah Pelecehan Seksual di Tempat Kerja
Wagino
Minggu, 27 Maret 2022 pukul 17:34:49   |   38543 kali

Kasus pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja, di ruang publik seperti di jalan, pasar, mall, di dalam kendaraan umum, di sekolah atau universitas, dan di tempat kerja, baik swasta maupun instansi pemerintah. Bahkan pernah pula diberitakan adanya kasus pelecehan yang terjadi di tempat ibadah. Dus, di dalam rumah yang seharusnya semua anggota keluarga merasa aman dan nyaman, seringkali kita dengar terjadi kasus pelecehan seksual sampai dengan pemerkosaan terhadap anak. Pada era keterbukaan informasi dan teknologi saat ini, dimana kita semua bisa terhubung dengan orang lain melalui telepon pintar setiap saat, maka tindakan pelecehan seksual juga bisa terjadi melalui jaringan internet pada sarana tersebut.

Korban pelecehan seksual kebanyakan adalah perempuan dan sebagian adalah anak-anak. Tetapi ada juga laki-laki yang menjadi korban pelecehan seksual, baik itu dilakukan oleh perempuan maupun dilakukan oleh laki-laki lainnya (homoseks). Pelakunya pun berasal dari beragam kalangan, dari orang terdekat, seperti keluarga, kerabat, tetangga, pegawai rendahan maupun pejabat eksekutif, orang yang tidak berpendidikan maupun orang yang berpendidikan tinggi, bahkan orang yang kita anggap religius pun ternyata ada yang menjadi pelaku pelecehan seksual.

Kasus pelecehan seksual bisa dilakukan oleh orang-orang yang sejajar kedudukannya (horizontal) seperti sesama pekerja atau pegawai, atau sesama pengunjung suatu pertunjukan, atau sesama penumpang di kendaraan umum. Bisa juga dilakukan oleh orang-orang yang berbeda kedudukannya, misalnya antara atasan dengan bawahan (vertikal), antara pemberi kerja dengan pekerja, atau antara guru terhadap muridnya. Oleh karena itu, kita perlu untuk selalu waspada, peduli, dan berupaya meminimalisir kemungkinan pelecehan seksual tersebut terjadi atau menimpa diri kita, teman atau anggota keluarga kita. Maluku Utara termasuk salah satu daerah yang tinggi kasus kekerasan seksualnya. Sepanjang tahun 2020 terdapat 144 korban kekerasan seksual di Maluku Utara, ungkap Musrifah Alhadar Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Maluku Utara sebagaimana diberitakan oleh www.tandaseru.com.

Menurut buku Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja yang diterbitkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerjasama dengan Organisasi Buruh Internasional, pengertian pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan atau fisik atau isyarat yang bersifat seksual, atau perilaku lain apapun yang bersifat seksual, yang membuat seseorang merasa tersinggung, dipermalukan dan/atau terintimidasi dimana reaksi seperti itu adalah masuk akal dalam situasi dan kondisi yang ada, dan tindakan tersebut mengganggu kerja, dijadikan persyaratan kerja atau menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi, bermusuhan atau tidak sopan. Dengan kata lain pelecehan seksual adalah :

1. penyalahgunaan perilaku seksual,

2. permintaan untuk bantuan seksual, dan

3. pernyataan lisan atau fisik melakukan atau gerakan menggambarkan perbuatan seksual, atau

4. tindakan kearah seksual yang tidak diinginkan:

a. penerima telah menyatakan bahwa perilaku itu tidak diinginkan;

b. penerima merasa dihina, tersinggung dan/atau tertekan oleh perbuatan itu; atau

c. pelaku seharusnya sudah dapat merasakan bahwa yang menjadi sasarannya (korban) akan tersinggung, merasa terhina dan/atau tertekan oleh perbuatan itu

Adapun bentuk-bentuk pelecehan seksual menurut buku tersebut adalah :

1. Pelecehan fisik termasuk sentuhan yang tidak diinginkan mengarah ke perbuatan seksual seperti mencium, menepuk, mencubit, melirik atau menatap penuh nafsu.

2. Pelecehan lisan termasuk ucapan verbal/ komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau penampilan seseorang, lelucon dan komentar bernada seksual

3. Pelecehan isyarat termasuk bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan berulang-ulang, isyarat dengan jari, dan menjilat bibir

4. Pelecehan tertulis atau gambar termasuk menampilkan bahan pornografi , gambar, screensaver atau poster seksual, atau pelecehan lewat email dan moda komunikasi elektronik lainnya

5. Pelecehan psikologis/emosional terdiri atas permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus-menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan pelecehan seksual dapat dikategorikan sebagai tindak kejahatan terhadap kesusilaan, tindakan perkosaan, dan perbuatan cabul yang menyerang kehormatan dan kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 281 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Perbuatan tersebut diancam hukuman pidana dari dua tahun delapan bulan sampai dengan lima belas tahun penjara (bila sampai mengakibatkan kematian). Perbuatan pelecehan seksual apabila dilakukan melalui jaringan internet berupa gambar atau video cabul juga termasuk transaksi yang dilarang dan diancam pidana dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.

Dengan demikian, dari segi undang-undang sebenarnya perbuatan pelecehan seksual merupakan tindakan kriminal yang diancam pidana bagi pelakunya. Hanya saja tindak pidana tersebut termasuk dalam kategori delik aduan, yaitu harus ada pihak yang melaporkan atau mengadukan perkara tersebut kepada kepolisian agar perkara tersebut dapat diperiksa dan diadili di pengadilan. Masyarakat kita sebagian masih tidak tahu harus mengadu kemana, atau masih enggan dan merasa malu untuk melaporkan kepada aparat (terutama apabila pelecehan tersebut tidak sampai kepada perkosaan).

Disisi lain dari pihak aparat sendiri mungkin masih ada yang menganggap remeh terhadap laporan pelecehan seksual, karena dianggap wajar dan hanya candaan. Hal ini sangat disayangkan. Padahal peristiwa tersebut tentu akan membuat korban merasa terhina, tidak merasa aman dan nyaman berada dalam lingkungan tempat kejadian tersebut. Dapat mengganggu psikologis dan mental dari korban, dan akan berdampak pada menurunnya produktifitas kerja, serta bisa berdampak pada performa terhadap kantor atau perusahaan tempatnya bekerja. Kebutuhan akan rasa aman dan nyaman dalam hidup dan bekerja, bebas dari rasa takut, perlakuan yang sama dan bebas dari diskriminasi atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, dan lainnya merupakan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh Undang-Undang.

Upaya Pencegahan Pelecehan Seksual

Berkaca dari fenomena kasus pelecehan seksual yang masih banyak terjadi di sekitar kita, tentu harus membuat kita lebih peduli dan waspada, agar jangan sampai hal tersebut terjadi.

Upaya pencegahan pelecehan seksual harus dilakukan oleh semua pihak, baik oleh pekerja itu sendiri maupun oleh institusi/kantor atau perusahaan pemberi kerja. Para pekerja perlu melakukan edukasi dan sosialisasi terhadap rekan-rekannya terkait kebijakan perusahaan, tata tertib, peraturan dan kode etik yang berlaku di perusahaan tersebut. Pembekalan mengenai cara menolak tindakan pelecehan seksual dan bagaimana cara melaporkan atau mengadukan peristiwa tersebut juga penting diberikan kepada setiap pekerja.

Perusahaan/pemberi kerja atau institusi kantor harus membuat aturan atau kebijakan terkait pelecehan seksual dan mengesahkan atau mengumukan peraturan tersebut sejak penerimaan pegawai. Membuat langkah-langkah penyelesaian, perbaikan dan pemulihan bagi korban apabila terjadi kasus pelecehan seksual, serta sanksi yang dikenakan kepada pelaku.

Pernyataan Kebijakan

Selanjutnya dalam buku Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja tersebut dijelaskan bahwa unsur utama dalam kesuksesan penerapan pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja adalah adanya komitmen yang kuat dari seluruh perangkat dalam organisasi tersebut, dimulai dari tingkat eksekutif, manajer, penyelia sampai pelaksana. Suatu pernyataan kebijakan mengenai pelecehan seksual merupakan pesan yang terdokumentasi dari manajemen bagi para pekerja/buruh yang menyatakan kebijakan, filosofi dan komitmen perusahaan untuk mencegah dan menangani pelecehan seksual agar terwujud lingkungan kerja yang kondusif. Pernyataan kebijakan harus datang dari manajemen tingkat atas untuk memastikan kebijakan tersebut diterima dan dipatuhi oleh pekerja, penyelia dan manajer di seluruh organisasi. Pernyataan kebijakan sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Penegasan bahwa semua pekerja, pelamar pekerjaan, dan pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan berhak untuk diperlakuan secara bermartabat dan tanpa perbedaan;

2. Penjelasan lengkap tentang perbuatan-perbuatan yang merupakan pelecehan seksual;

3. Pernyataan bahwa pelecehan seksual tidak dibenarkan atau tidak dapat dimaafkan dalam perusahaan dengan ketentuan toleransi nol;

4. Kepastian bahwa semua orang yang menjadi korban pelecehan seksual di tempat kerja berhak untuk mengajukan keluh-kesah dan tindakan yang sesuai ketentuan di perusahaan;

5. Penjelasan tentang tatacara dan mekanisme bagi pekerja yang menjadi korban pelecehan seksual, pimpinan dan para pekerja yang bertugas menangani keluhan;

6. Penegasan bahwa pelecehan seksual merupakan pelanggaran kebijakan perusahaan dan dapat dikenakan tindakan disiplin sesuai dengan kesepakatan di perusahaan;

7. Petunjuk yang menyatakan bahwa para atasan dan manajer memikul tugas penting dan memberi contoh kepemimpinan;

Lebih lanjut, pencegahan pelecehan seksual ditempat kerja dapat dilakukan dengan :

1. Komunikasi

Dilakukan dengan sosialisasi tentang pelecehan seksual melalui seminar, media sosial berbagai media cetak dan elektronik.

2. Edukasi

Dilakukan melalui program orientasi dan pengenalan kepada staff baru, ceramah agama, atau kegiatan-kegiatan tertentu seperti yang terprogram.

3. Pelatihan

Menyediakan pelatihan khusus di tingkat penyelia dan managerial dan pelatih untuk mengenali masalah-masalah pelecehan dan pencegahan, pelatihan bagi Tim Penanggulangan Pelecahan Seksual.

4. Mendorong perusahaan untuk membangun komitmen pelaksanaan pencegahan pelecehan Seksual di lingkungan kerja termasuk pemberian sanksi dan tindakan disiplin lainnya dengan kebijakan (peraturan/tata tertib atau kode etik perusahaan) dan perjanjian kerja.

Penyebar luasan informasi mengenai kebijakan dan mekanisme pencegahan pelecehan seksual kepada pekerja dan penyelia merupakan hal yang penting. Selain itu, pengusaha diharapkan menyediakan suatu program untuk pekerja/buruh dan penyelia agar dapat diberi edukasi mengenai pelecehan seksual. Untuk itu, semua pihak harus mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap cara-cara untuk menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan bebas dari pelecehan seksual.

Pada Kementerian Keuangan, upaya pencegahan pelecehan seksual telah diatur dalam Surat Edaran Meneteri Keuangan Nomor 36/MK.1/2020 tentang Pencegahan dan Dukungan Penanganan Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja Dalam Rangka Meningkatkan Keadilan dan Kesetaraan Gender Lingkup Kementerian Keuangan. Upaya pencegahan pelecehan seksual pada Kementerian Keuangan pada Surat Edaran tersebut dikaitkan dengan implementasi pengarusutamaan gender, serta penegakan kode etik dan disiplin di lingkup Kementerian Keuangan. Jenis-jenis perbuatan yang termasuk perbuatan pelecehan seksual, pada Surat Edaran tersebut yaitu :

1. Menggunakan siulan;

2. Main mata;

3. Ucapan, candaan, atau komentar bernuansa seksual, termasuk yang terkait penampilan seseorang;

4. Menunjukkan materi pornografi dan/atau keinginan seksual;

5. Colekan dan/atau sentuhan pada bagian tubuh;

6. Gerakan tubuh atau isyarat yang bernuansa seksual; dan/atau

7. Bentuk perbuatan pemaksaan seksual lainnya, baik fisik maupun non fisik, termasuk pelecehan yang dilakukan melalui media sosial, dan/atau media komunikasi dalam bentuk apa pun sehingga mengakibatkan rasa tidak aman dan tidak nyaman, tersinggung, takut, terintimidasi, merasa direndahkan martabatnya dan menyebabkan masalah keselamatan serta kesehatan, baik secara fisik maupun mental.

Dalam Surat Edaran tersebut, juga telah disebutkan mengenai pencegahan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan terhadap kasus pelecehan seksual di tempat kerja. Perlu terus digaungkan penerapan sikap saling menghormati, kesadaran akan kebebasan dan persamaan hak sesama manusia untuk hidup merdeka, berusaha, bebas dari rasa takut, dan tanpa diskriminasi, karena perbedaan warna kulit, jenis kelamin, suku, ras, agama, maupun karena perbedaan fisik, karena itu adalah hak asasi manusia yang telah dijamin oleh undang-undang. Dengan demikian, akan memperkecil peluang adanya pelecehan seksual atau bentuk penindasan sesama mausia lainnya.

Sumber Referensi :

1. Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, diterbitkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerjasama dengan Organisasi Buruh Internasional;

2. https://www.tandaseru.com/2021/01/14/ternate-peringkat-pertama-kasus-kekerasan-seksual-di-maluku-utara/?

3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016;

5. Surat Edaran Meneteri Keuangan Nomor 36/MK.1/2020 tentang Pencegahan dan Dukungan Penanganan Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja Dalam Rangka Meningkatkan Keadilan dan Kesetaraan Gender Lingkup Kementerian Keuangan

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini