Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
   150 991      Login Pegawai
Artikel DJKN
Berlaku Sopan di Pengadilan Ringankan Hukuman, Ini Faktanya

Berlaku Sopan di Pengadilan Ringankan Hukuman, Ini Faktanya

AYUTIA NURITA SARI
Kamis, 24 Maret 2022 pukul 14:25:09 |   80455 kali

Masih ingatkah dengan kasus hukum seorang selebgram Indonesia di akhir tahun 2021 yang mendapatkan pengurangan hukuman dikarenakan berlaku sopan? Selebgram yang terjerat kasus kabur dari karantina tersebut disebut-sebut oleh beberapa headline berita, bahwa ia tidak dikenakan pidana karena dinilai bersikap sopan selama proses menjalani pengadilan meskipun telah divonis empat bulan penjara dengan denda lima puluh juta rupiah. Sontak hal tersebut banyak membuat masyarakat Indonesia geram, terlebih lagi dengan banyaknya headline berita yang mempermasalahkan alasan sopan tersebut.

Alasan sopan di persidangan juga menjadi peringan selebgram yang menyetir dalam keadaan mabuk yang menyebabkan kekasihnya mengalami kelumpuhan. Dengan tuntutan 4,5 tahun penjara dan denda Rp10 juta, Jaksa Penuntut Umum menjelaskan bahwa hal yang meringankan tuntutan pada terdakwa adalah bersikap sopan di persidangan, menyadari, menyesali perbuatannya, dan belum pernah dihukum di kasus pidana lain.

Ternyata pertimbangan berlaku sopan di persidangan tidak terjadi baru-baru ini. Dalam kasus korupsi, tidak sedikit koruptor yang mendapatkan pertimbangan hukum yang meringankan karena berlaku sopan dalam persidangan. Lantas apakah benar, dengan cukup berperilaku sopan kita bisa bebas dari hukuman pidana?

Menurut Kitab Hukum Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ada beberapa hal keadaan/kondisi yang dapat menjadi pengurang hukuman pidana, di antaranya yaitu:

1.    Pelaku Percobaan

Jika memperhatikan Pasal 53 KUHP, terdapat 3 (tiga) unsur/syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dinyatakan melakukan percobaan kejahatan, yaitu: (a) ada niat/kehendak dari pelaku; (b) ada permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak itu; dan (c) pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan dari kehendak dari pelaku. Dengan kata lain, percobaan untuk melakukan kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai akan tetapi ternyata tidak selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang telah diwujudkan di dalam suatu permulaan pelaksanaan. (Lamintang, 1984:511)

Meskipun dapat dipidana, Pasal 53 ayat (2) dan (3) KUHP mengatur maksimum pidana bagi pelaku percobaan tindak pidana dapat dikurangi dengan ketentuan:

a.    Maksimum pidana pokok bagi percobaan tindak pidana dikurangi sepertiga; atau

b.    Jika kejahatan diancam pidana mati dan pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara maksimal 15 tahun.

2.    Pelaku Pembantu Tindak Pidana

Tindak pidana Pembantuan (medeplichtige) merupakan tindak pidana perbuatan yang mempermudah terjadinya suatu delik atau memperlancar terlaksananya suatu delik. Adapun hal ini telah diatur dalam Pasal 56 KUHP yang mengatur bahwa seseorang dapat dipidana sebagai pembantu kejahatan apabila mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan atau mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Sama halnya dengan percobaan tindak pidana, hukuman bagi orang yang membantu melakukan tindak pidana dapat dikenakan pengurangan dengan ketentuan:

a.    Maksimum pidana pokok bagi percobaan tindak pidana dikurangi sepertiga; atau

b.    Jika kejahatan diancam pidana mati dan pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara maksimal 15 tahun.

3.    Ibu yang Meninggalkan Anaknya Sesudah Melahirkan

Terkait dengan kondisi ini telah diatur pada Pasal 305 KUHP dan Pasal 306 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa

Pasal 305 KUHP

Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri padanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”.

Pasal 306 ayat (1) dan (2) KUHP

(1)  Jika salah satu perbuatan berdasarkan Pasal 304 dan 305 mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun enam bulan.”

(2)  Jika mengakibatkan kematian, pidana penjara paling lama sembilan tahun.”

Namun terkait dengan kondisi ini, dapat dilakukan pengurangan apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh seorang ibu karena takut diketahui orang tentang kelahiran anaknya sesudah melahirkan anak tersebut. Kepada Ibu yang melakukan tindak pidana ini, maksimum pidana pada Pasal 305 dan Pasal 306 dikurangi setengahnya, sebagaimana diatur pada Pasal 308 KUHP yang menyatakan bahwa:

Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang lahiran anaknya, tidak lama setelah melahirkan, menempatkan anaknya untuk ditemukan atau meninggalkannya, dengan maksud untuk melepaskan diri darinya, maka maksimum pidana tersebut dalam Pasal 305 dan 306 dikurangi separuh.”

Lalu apakah sikap sopan selama persidangan dapat menjadi pengurang/peringan hukuman pidana? Dalam praktiknya, Majelis Hakim dalam menjatuhkan Putusan terlebih dahulu akan mempertimbangkan alasan-alasan yang meringankan sekaligus yang memberatkan terdakwa. Di Indonesia, salah satu alasan yang kerap digunakan sebagai peringan pidana adalah “terdakwa berlaku sopan di persidangan”. Hal ini merupakan suatu yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/PID/2006 Tahun 2006. Dalam pertimbangan hukum yang diberikan pada Putusan tersebut, Majelis Hakim memaparkan hal-hal yang meringkan pidana terdakwa yaitu:

1.    Terdakwa berlaku sopan di persidangan;

2.    Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya;

3.    Terdakwa belum pernah dihukum;

4.    Terdakwa menyesali perbuatannya.

Adapun Putusan Mahkamah Agung yang menggunakan alasan sopan sebagai peringan pidana terdapat pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2658 K/PID.SUS/2015, hal-hal yang menjadi pertimbangan Hakim sebagai hal yang meringankan terdakwa yaitu:

1.    Terdakwa belum pernah dihukum;

2.    Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan.

Terdapat beberapa anggapan yang tidak setuju terkait kesponanan dalam persidangan yang dijadikan sebagai pengurang pidana. Salah satunya adalah Dwi Hananta dalam Jurnal Hukum berjudul Pertimbangan Keadaan-Keadaan Meringankan dan Memberatkan dalam Penjatuhann Pidana yang menyebutkan anggapannya bahwa bersikap sopan di persidangan tidak dapat dianggap sebagai pengurang pidana karena hal tersebut merupakan kewajiban dari setiap orang.

Tetapi ada juga yang beranggapan bahwa bersikap sopan selama persidangan memang bisa mempengaruhi suatu Putusan. Hal ini dinyatakan oleh Guru Besar Hukum Pidana dan Pengajar Program Pascasarjana Bidang Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji dalam wawancaranya (12/12/2021),

Dalam perspektif justitia court, keadaan seperti bersikap sopan, jujur, dan lain-lain di hadapan sidang, menjadi pertimbangan yang dapat mempengaruhi Hakim untuk menentukan pemberatan atau peringanan hukuman yang memang menjadi otoritas kebijakan bebas Hakim.”

Pertimbangan hukum dalam suatu Putusan merupakan bentuk pertanggungjawaban Majelis Hakim atas apa yang diputuskannya dalam Amar Putusan, sehingga segala sesuatu yang diputuskan di dalam Amar Putusan harus dipertimbangkan dengan baik, termasuk hal-hal yang peringan atau pemberat pidana.

Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa “dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, Hakim wajib memperhatikan sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”. Lebih lanjut terkait dengan pengurangan pada kondisi-kondisi di atas, perlu juga memperhatikan Pasal 58 KUHP yang menegaskan,

Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi seseorang, yang menghapuskan, mengurangkan, atau memberatkan pengenaan pidana, hanya diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri.”

 Melihat dari hal tersebut, memang benar pemberian peringanan maupun pemberatan pidana merupakan kewenangan dari Majelis Hakim, dan hal tersebut harus dicantumkan dalam pertimbangan hukum dalam Putusan sebagai bentuk pertanggungjawaban Majelis Hakim. Pertimbangan pemberian keringanan karena telah berlaku sopan di persidangan juga merupakan kewenangan dari Majelis Hakim. Oleh karenanya memang benar bersikap sopan di persidangan dapat menjadi bahan pertimbangan pemberian keringanan pidana oleh Majelis Hakim, tetapi perlu diingat bahwa hal tersebut tidak membebaskan kita sepenuhnya dari hukuman pidana.

Mengingat banyaknya headline berita yang menggiring opini seolah-olah para terdakwa cukup dengan bersikap sopan saja dapat bebas dari hukuman pidana, terkait dengan hal ini perlu diberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa bersikap sopan di persidangan tidak serta merta membebaskan dari hukuman pidana, tetapi hal tersebut memang benar dapat menjadi suatu pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam pemberian keringanan pidana.


Penulis: Dhita Amanda Sari (Seksi Hukum, Bidang Kepatuhan Internal, Hukum, dan Informasi, Kanwil DJKN Suluttenggomalut)

 

Dasar Hukum:

Kita Undang-Undang Hukum Pidana

Daftar Pustaka:

Lamintang, P.A.F. dan C. Djisman Samosir, 1983, “Hukum Pidana Indonesia”, Bandung: Sinar Baru;

Hananta, Dwi. 2018. “Pertimbangan Keadaan-Keadaan Meringankan dan Memberatkan dalam Penjatuhan Pidana”. Jurnal Hukum dan Peradilan Vol 7 Nomor 1 Maret 2018. Pengadilan Negeri Kediri;

Saptoyo, Rosy Dewi Arianti. 2021, Desember 12. “Apakah Bersikap Sopan Bisa Meringankan Vonis? Ini Kata Dosen Hukum”. Diakses dari https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/12/211500665/apakah-bersikap-sopan-bisa-meringankan-vonis-ini-kata-dosen-hukum?page=all

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Floating Icon