Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Aset Negara dan Pemulihan Ekonomi
Andar Ristabet Hesda
Rabu, 17 November 2021 pukul 07:34:15   |   4853 kali


Pandemi COVID-19 telah dan sedang menghantam seluruh sendi kehidupan masyarakat, baik dari aspek ekonomi maupun sosial, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Hal ini mendorong pemerintah untuk responsif dalam menjaga stabilitas ekonomi dengan memberikan stimulus fiskal berupa bantuan sosial serta insentif usaha dan pajak. Namun demikian, tulisan ini akan mencoba mengulas sisi lain dari salah satu produk pemerintah yang tidak terlalu populer namun mungkin cukup berpotensi dalam mendukung pemulihan ekonomi, yaitu pengelolaan aset negara.

Utang, Aset Tetap, dan Pandemi

Lebih dari 90% utang pemerintah didominasi oleh utang dengan skema jangka panjang. Hal ini mengindikasikan bahwa utang tersebut memang diproyeksikan untuk program yang sifat manfaatnya jangka panjang, seperti perlindungan sosial dan pembangunan infrastruktur. Khusus untuk infrastruktur, kita bisa langsung membandingkan bagaimana tren pertumbuhan utang dan aset tetap yang tercatat dalam LKPP untuk menggambarkan seberapa besar utang dalam mengungkit pertumbuhan aset tetap.


Sumber: LKPP 2010-2020

Gambar 1 menunjukkan bahwa tren kenaikan utang pada tahun 2010-2018 memang seiring dengan kebijakan pemerintah dalam melakukan eskpansi fiskal dan meletakkan pondasi pertumbuhan dengan pembangunan infrastruktur. Sementara itu, tren utang pada tahun 2019-2020 sangat dipengaruhi oleh adanya pandemic COVID-19. Di sisi lain, tren nilai aset juga mengalami pergerakan, namun nilai yang tercatat pada LKPP tahun 2010-2018 masih menggunakan nilai valuasi tahun 2007-2009 atau nilai perolehan. Pada tahun 2018-2020 pemerintah melakukan program revaluasi aset tetap untuk tanah dan bangunan. Melalui program ini, nilai aset tetap yang tercatat menjadi lebih wajar dan mutakhir sehingga dari aspek nilai menjadi lebih comparable dengan nilai utang pemerintah. Secara kasar, rasio antara aset tetap dan utang pada tahun 2020 mencapai 1,15. Rasio ini berarti setiap satu rupiah utang didukung oleh atau berkorelasi dengan kurang lebih satu rupiah aset tetap. Nilai ini belum memasukkan efek multiplier atas pengadaan aset tetap. Jika kita asumsikan setiap satu rupiah nilai aset menghasilkan multiplier 1,5 kali, maka dengan rasio tersebut produktifitas utang kita juga akan senilai 1,5 kali.

Komposisi aset pemerintah pada tahun 2020 didominasi oleh tanah (76%); jalan, irigasi, dan jaringan (10,34); gedung dan bangunan (5,58%). Aset berupa jalan, irigasi, dan jaringan menunjukkan bagaimana ekspansi pemerintah dalam membangun konektivitas dan memperkuat sektor pertanian sebagai sektor ketiga terbesar penyumbang GDP. Sementara itu, aset tetap berupa tanah, gedung, dan bangunan juga dapat berfungsi lindung nilai atas utang, salah satunya dalam penerbitan surat utang negara berbasis syariah (SUKUK). Berdasarkan Laporan Barang Milik Negara, nilai nominal penerbitan SUKUK pada tahun 2020 telah mencapai Rp1.038 triliun dengan underlying aset tetap sebesar Rp425 triliun.


Sumber: LKPP 2010-2020

Konsentrasi alokasi utang pada tahun 2019-2020 memang terbagi menjadi dua, yaitu untuk program yang telah direncanakan dan penanganan pandemi. Meskipun demikian, nilai aset tetap masih mampu melampui kenaikan nilai utang yang terjadi pada periode 2019-2020. Berdasarkan data ini, pemerintah bisa memberikan kontra-argumen bahwa pada dasarnya alokasi utang telah diarahkan untuk program produktif sehingga hasilnya meningkat dalam jangka panjang serta komposisi neraca masih dalam kategori sehat.

Oleh karena itu, kekhawatiran para agen ekonomi terhadap utang di masa pandemi pada dasarnya bisa dijawab dengan menjelaskan bagaimana posisinya di dalam laporan keuangan. Informasi ini mungkin bisa mengangkat kembali kepercayaan publik, memperbaiki sentimen pasar dan investor, serta mondorong optimisme pemulihan ekonomi.

Aset Negara mulai Bergeliat

Krisis akibat pandemi membuat sumber penerimaan pajak menjadi menurun. Kondisi ini menuntut pemerintah untuk semakin kreatif dalam mencari sumber penerimaan. Aset tetap pemerintah yang senilai Rp5.976 triliun tentunya tidak bisa didiamkan begitu saja. Dari aspek jumlah, nilai, dan lokasi, aset-aset pemerintah memiliki potensi yang besar sebagai alternatif sumber penerimaan negara, misal melalui pemanfaatan atau kerja sama dengan sektor privat. Saat ini pemerintah sedang mengevaluasi kembali apakah aset telah digunakan sesuai dengan potensi terbaiknya dan apakah alokasi okupansinya sesuai dengan standar kebutuhan. Dilihat dari dari data historis, tren penerimaan negara bukan pajak yang bersumber dari pengelolaan BMN menunjukkan peningkatan yang cukup progresif (Gambar 3).


Sumber: LKPP 2010-2020

Tren ini mengindikasikan adanya potensi sisa okupansi dari suatu aset yang bisa diutilisasi untuk memenuhi permintaan pasar, baik yang bersumber dari kebutuhan instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun sektor swasta. Pendirian Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara pada tahun 2016 (lihat tren garis hijau pada Gambar 3) juga semakin mendorong performa aset negara sebagai revenue generator. Jika diasumsikan nilai return on asset mencapai 5%, maka PNBP dari sektor ini akan mencapai kurang lebih 250 triliun. Namun demikian, Gambar 4 menunjukkan bahwa return on asset tahun 2020 masih sangat kecil, yaitu 0,030%. Oleh karena itu, upaya optimalisasi aset sebagai alternatif penerimaan negara masih perlu untuk terus didorong.


Sumber: LKPP 2010-2020

Aset Negara dan Performa Ekonomi

Selama terjadinya krisis, pemerintah harus menjaga stabilitas sisi permintaan dan penawaran. Sisi permintaan dilakukan dengan menstimulus daya beli, sementara dari sisi penawaran dilakukan dengan memberikan insentif usaha (baik penambahan modal maupun pengurangan pajak). Namun demikian, salah satu pondasi dasar yang perlu dipastikan ketersediaannya sehingga dapat menjaga stabilitas permintaan dan penawaran dalam jangka panjang adalah infrastruktur. Sebagai contoh, pembangunan bendungan dan irigasi tentu akan menjadi penopang sektor pertanian di saat periode kerentanan datang. Faktor inilah yang kemudian bisa mendongkrak sisi penawaran di saat bantuan pemerintah juga semakin terbatas.

Untuk menunjukkan apakah memang infrastrukur itu memiliki peran dalam menopang kondisi ekonomi, Gambar 5 berikut ini mengilustrasikan bahwa daerah dengan eksposure infrastruktur pertanian yang tinggi ternyata cenderung memiliki tingkat kesenjangan pendapatan yang menurun. Menurunnya gap kesenjangan merupakan salah satu indikator dimana sektor dengan performa rendah, seperti pertanian, mengalami peningkatan produktifitas setelah adanya pembangunan infrastruktur, seperti bendungan dan irigasi.


Gambar 5 Korelasi Eksposure Infrastruktur Pertanian dengan Tingkat Kesenjangan Kabupaten/Kota


Sumber: Susenas 2015 dan Podes 2014

Aset Negara dan Modal Sosial

Modal sosial menjadi salah satu pertahanan informal selama pandemi yang tentunya turut mendorong pemulihan. Tingginya modal sosial di Indonesia sangat membantu terbatasnya kemampuan fiskal pemerintah. Modal sosial ini tidak begitu saja muncul di tengah masyarakat. Selain faktor historis karena kesamaan sejarah dan budaya, ternyata aset negara juga berperan dalam pembentukan modal sosial di masyarakat.


Gambar 5 Korelasi Eksposure Infrastruktur Pertanian dengan Modal Sosial 2018


Sumber: Susenas 2018 dan Podes 2014

Sebagai contoh, aset berupa bendungan dan irigasi ternyata memiliki korelasi positif dengan modal sosial (lihat Gambar 5). Mekanisme yang mendasari hal ini adalah meningkatnya aktifitas pertanian. Ikatan institutional yang terjadi ketika menggunakan aset infrastruktur pada masa tanam atau panen membuat ikatan dan interaksi sosial semakin besar sehingga memupuk modal sosial di masyakarat.

Kesimpulan

Aset negara yang mungkin tidak banyak mendapat perhatian memiliki potensi yang cukup besar untuk menopang pemulihan ekonomi pada saat/pasca pandemi. Pengungkapan aset pada LKPP membantu dalam menjawab argumen efektifitas utang dan kesehatan laporan keuangan. Aset negara juga dapat menjadi alternatif penerimaan negara potensial sehingga membantu perluasan kapasitas fiskal. Selain itu, aset negara mampu menopang sisi penawaran dan performa sektor riil. Terakhir, aset negara ternyata juga memicu pembentukan modal sosial, dimana hal ini sangat krusial pada masa krisis.

Referensi

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2010 - 2020

SUSENAS 2015 dan 2018

PODES 2014


Andar Ristabet Hesda (Subbagian Umum - KPKNL Surakarta)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini